| 417 Views

Karpet Merah untuk PT Freeport Indonesia Bukti Kebijakan Pro Kapitalis

Oleh : Dewi Royani, MH
Dosen dan Muslimah Pemerhati Umat 

Jelang akhir jabatan presiden Joko Widodo memberikan karpet merah kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk perpanjangan operasi tambang hingga tahun 2061 atau sampai cadangannya habis. 

Dikutip dari sindonews.com 31/5/2024, Presiden Joko Widodo resmi memberikan izin perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada PTFI  termuat melalui payung hukum Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang mengubah PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Izin operasi tambang PTFI sebelumnya akan berakhir pada tahun 2041. Artinya perpanjangan ini memperpanjang masa operasi PTFI di Indonesia selama 20 tahun kedepan sampai tahun 2061. Syarat untuk mendapatkan IUPK, PTFI harus membangun smelter atau fasilitas pengolahan/permurnian untuk hilirisasi di dalam negeri serta melakukan divestasi 10% saham PTFI kepada pemerintah Indonesia secara gratis.

Hal ini memicu beragam pro dan kontra. Dikutip dari kontan.co.id, 31/3/2024, pengamat energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmi Radhi mengatakan, perpanjangan IUPK kurang menguntungkan bagi pemerintah Indonesia. Meskipun pemerintah mendapatkan tambahan saham sebesar 10% menjadi 61% tidak ada gunanya karena tidak menjadi pengendali operasional. Indonesia hanya akan mendapatkan manfaat dividen saja. Penentuan arah kebijakan Freeport masih akan dikendalikan oleh pemegang saham MCMoran Inc. Operasi pertambangan Freeport tidak serta merta dikendalikan oleh pemegang saham mayoritas. Sebab, sesuai perjanjian tahun 2018, Freeport-McMoRan mengatur dan mengelola manajemen operasional Freeport.Sedangkan syarat pembangunan smelter Papua Barat dengan kapasitas 2 juta ton pertahun, sebenarnya bukan imbalan perpanjangan IUPK 2041-2061, melainkan menjadi kewajiban Freeport untuk membangun smelter di Indonesia sesuai perjanjian 2018.

Memperpanjang IUPK hingga tahun 2061 semakin menjauhkan impian Indonesia, mengembalikan Freeport sepenuhnya ke pangkuan Ibu Pertiwi. Selain itu, pemerintah juga tidak dapat mengoptimalkan pengelolaan Freeport untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat sebagaimana diatur dalam konstitusi. Padahal secara logika ketika suatu negeri memiliki sumber daya alam yang melimpah tentu dapat menjamin kesejahteraan rakyatnya. 

Faktanya, pengelolaan pertambangan saat ini tidak membawa kebaikan bagi negeri ini. Kemiskinan masih menjadi masalah besar di negeri ini. Tak hanya persoalan kesejahteraan, pengelolaan tambang saat ini juga berdampak buruk terhadap lingkungan. Sungguh, tidak ada kebaikan ketika pengelolaan tambang diatur dengan prinsip kebebasan kepemilikan.

Sistem demokrasi yang mengakui kebebasan kepemilikan membuka peluang bagi para kapitalis untuk mengelola kekayaan alam, termasuk melalui pertambangan. Hal ini terlihat dari regulasi yang diberikan pemerintah pro kepada perusahaan swasta lokal maupun asing untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konstruksi, dan operasi pertambangan di berbagai wilayah Indonesia. Adanya UU Minerba merupakan salah satu bukti bahwa undang-undang ini lebih memihak kepada para kapitalis yang notabene pengusaha tambang.

Berbeda halnya dalam sistem Islam. Menurut Islam kepemilikan dibagi berdasarkan tiga bentuk: Pertama, kepemilikan individu (private property). Kedua, kepemilikan umum (collective property). Ketiga kepemilikan negara (state property). Dari ketiga bentuk kepemilikan tersebut, bahan galian tambang termasuk kepemilikan umum dan haram diserahkan kepemilikannya kepada individu/korporasi.

Dalam konteks tambang terdapat hadis dari Abyadh bin Hammal bahwa ia pernah meminta kepada Nabi diberikan tanah (yang digunakan untuk tambak) garam, yang ada di Ma'rib. Lalu beliau hendak memberikan tanah itu. Kemudian ada seorang lelaki yang berkata kepada Rasulullah saw., bahwa itu seperti air yang tidak terputus sumbernya. Oleh karena itu, beliau enggan untuk memberikan tanah tersebut.

Dari hadis ini dipahami bahwa Nabi saw. semula hendak memberikan sebidang tanah, yang berupa tambak garam. Namun, setelah mengetahui di dalamnya ada sumber yang berlimpah, beliau enggan melepas tanah tersebut. Dengan demikian, alasan pelarangan memberikan tanah yang mengandung (tambang) karena depositnya yang besar.

Dengan pengaturan dan pembatasan kepemilikan, tidak ada ruang bagi oligarki politik dan para kapital untuk merampas  sumber daya alam yang sejatinya milik masyarakat umum. Sistem pembagian hak milik yang adil seperti itu tidak mungkin diterapkan dalam sistem demokrasi yang  rusak. Tidak ada jalan lain kecuali jalan Islam yang diturunkan oleh Yang Maha Sempurna. Jalan ini tidak dapat ditempuh kecuali melalui upaya sistematis untuk  mengembalikan institusi politik Islam. Institusi inilah yang akan menerapkan kebijakan ekonomi Islam untuk mengatur secara langsung kepemilikan umum dan menerapkan kebajikan-kebajikan lainnya dalam sistem Islam yang komprehensif. Institusi yang dimaksud adalah Khilafah Islamiyyah.


Share this article via

145 Shares

0 Comment