| 183 Views
Heboh Kontroversi Contekean: Tom Lembong vs. Luhut dan Bahlil
CendekiaPos - Kisruh terjadi di kancah politik tanah air setelah Tom Lembong mengklaim telah memberikan "contekan" kepada Presiden Joko Widodo selama tujuh tahun. Pernyataan ini disampaikan oleh Lembong setelah namanya disebut dalam Debat Cawapres oleh Gibran Rakabuming Raka. Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, dan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memberikan respons tajam terhadap klaim Tom Lembong.
Tom Lembong, yang dulu menjabat sebagai Menteri Perdagangan, mengaku memberikan catatan pidato dan materi bicara kepada Presiden Jokowi selama beberapa tahun. Pernyataan ini memicu reaksi keras dari sejumlah pejabat pemerintahan.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menanggapi klaim Lembong dengan menyebutnya "bego." Luhut menyatakan bahwa memberikan catatan dan informasi kepada kepala negara adalah tugas seorang menteri, dan ini dilakukan untuk memastikan kepala negara memiliki informasi yang diperlukan, terutama dalam hal teknis tertentu yang hanya diketahui oleh menteri terkait.
"Ini catatan itu ya, maaf itu bego juga yang ngomong itu. Setiap kepala negara yang saya pernah lihat ya, tidak ada pembantunya di belakang itu tidak kasih catatan-catatan. Ngingetin saya misalnya bilateral, deputi saya pasti ada aja satu dua yang berikan (catatan)," kata Luhut.
Luhut juga menegaskan bahwa Tom Lembong dibayar untuk melakukan tugas tersebut, dan memberikan catatan adalah bagian dari pekerjaannya. Ia menekankan bahwa tidak ada alasan untuk merasa "ge'er" (bangga) karena memberikan catatan kepada presiden.
Sementara itu, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menanggapi klaim Lembong dengan sindiran terkait kebutuhan akan eksekusi dalam dunia investasi. Bahlil menyatakan bahwa dalam konteks investasi, tidak hanya pidato yang diperlukan, melainkan juga eksekusi nyata.
"Dalam investasi ini siapa pun besok ke depan yang memimpin, kalau hanya pidato-pidato saja, ini saya pikir, dipikirkan kembali lah. Karena ini dibutuhkan eksekusi," ujar Bahlil.
Bahlil menambahkan bahwa dalam etika birokrat, seorang mantan menteri adalah pembantu presiden, dan tugasnya adalah melayani presiden. Ia menyarankan agar tidak merasa pintar atau unggul karena memberikan konsep kepada presiden.
"Menurut saya dalam etika birokrat, yang namanya mantan menteri itu, pembantu presiden, ya tugasnya melayani presiden. Membuat apa saja terserah dia. Jangan merasa pintar seolah-olah apa yang dibuat, dia pintar. Kadang-kadang Presiden Jokowi itu dia iya-iya saja, kadang tidak dipakai juga itu konsep," ucap Bahlil.
Kisah ini menunjukkan adanya ketegangan di antara para pejabat pemerintahan dan mengungkapkan kompleksitas dinamika politik dalam pemberian saran dan dukungan kepada kepala negara.