| 23 Views

Gurita Narkoba Di Bumi Anoa, Kok Bisa?

Oleh : Lia Ummu Adibah
Pegiat Literasi

Fakta terbaru cukup membuat publik terkejut dengan keterlibatan dua pelajar berusia 16 Tahun dalam jaringan peredaran sabu-sabu. Remaja berinisial AM ini ditangkap bersama rekanya SS umur 19 tahun didesa Rambu-Rambu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan. Dengan barang bukti 115 bungkus sabu-sabu seberat 48,25 gram siap edar. Dikutip dari media Sultra.com penangkapan terjadi pada Selasa(12-8-2025) malam, dilakukan oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Konsel. Selain sabu-sabu, polisi juga menyita sejumlah barang bukti lainya terkait jaringan tersebut. Berdasarkan hasil introgasi, keduanya berperan sebagai pengedar di wilayah Konawe Selatan.

Kasus serupa juga terjadi di kota Kendari tepatnya di SMP Negeri 1 Kendari. Sebuah video berdurasi 1 menit 6 detik siswa SMP negeri 1 Kendari tersebut sedang menggunakan zat terlarang jenis tembakau gosila(sinte). Video ini beredar luas dimedia sosial dan menuai perhatian publik. Menyusul rekaman tersebut, Dinas pendidikan dan Kebudayaan Sultra langsung melakukan penelusuran (Trijaya Kendari.Com). Kepala Dikbud kota Kendari, Saeminah mengungkapkan hasil pemeriksaan menunjukkan ada 12 siswa yang diduga terlibat dalam peristiwa tersebut. Namun, hanya 4 siswa yang dipastikan positif menggunakan narkoba jenis sinte tersebut.(22-9-2025).

Dua kasus tersebut merupakan kasus yang baru baru terjadi dan tentunya menyita perhatian publik. Pasalnya, remaja yang harusnya jadi pelajar agar bisa menata masa depan yang penuh harapan justru terlibat dengan kasus Narkoba. Lantas, kalau remaja kita saat ini sudah berani menggunakan narkoba, bagaimana masa depan mereka nanti? 

Peran Pemerintah Dalam Memberantas Narkoba

Menyikapi kasus tersebut yang menyasar anak remaja, MUI( Majelis Ulama Indonesia) kota Kendari Prov Sultra menggelar sosialisasi pencegahan narkoba dilingkungan pendidikan pada hari Sabtu, 6 September 2025. Kegiatan ini berlangsung di Aula Kantor Kementrian Agama kota Kendari. Kegiatan ini dikuti, oleh para guru, dan toko masyarakat pada umumnya sekota Kendari. Mewakili walikota Kendari,Staf Ahli Bidang Ekonomi Keuangan dan Pembangunan, Alda Kesutan Lapae, S.Si menegaskan bahwa narkoba merupakan ancaman serius bagi masa depan generasi muda. Menurutnya, penyalahgunaan narkotika dan sejenisnya ibarat penyakit yang merusak fisik,mental, hingga menghancurkan masa depan seseorang (Trijayakendari.com). 

Dilansir dari (Sultra.news.com) Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN)Kombes Pol, Widi Haryawan, S,Ik,M,H , kota Kendari bersama seluruh jajarannya melaksanakan upacara peringatan hari kebangkitan nasional (117) pada hari Senin 20 Mei 2025 dihalaman kantor BNN kota Kendari. Dalam upacara ini, beliau menyampaikan bahwa hari kebangkitan nasional adalah momentum yang tepat untuk memperkuat semangat nasionalisme, integritas serta komitmen dalam menjalankan tugas sebagai pelayan masyarakat. Khususnya dalam misi besar BNN untuk mewujudkan Indonesia bersinar yang bersih dari narkoba. Kegiatan ini menjadi pengingat bahwa semangat kebangkitan tidak hanya terbatas pada perjuangan fisik, tetapi juga perjuangan dalam menghadapi tantangan zaman, termasuk perang melawan narkoba yang terus mengintai generasi bangsa. Dalam kesempatan ini, beliau juga berpesan bahwa ada beberapa poin yang harus dikerjakan oleh seluruh staf BNN dan jajaranya, yang pertama, peningkatan sinergi lintas sektoral dan instansi, Pemerintah, TNI/Polri, toko masyarakat dan stake holder lainya dalam upaya pencegahan, pemberantasan,penyalah gunaan, dan peredaran gelap narkoba. Kedua, pemberdayaan masyarakat desa melalui upaya program desa bersinar dan edukasi berkelanjutan kepada generasi muda agar terhindar dari narkoba.

Dalam deklarasi Anti narkoba dikantor BNN kota Kendari Prov Sultra,15 Juli 2025 lalu, Kapolda menyerukan agar bandar narkoba dijatuhi hukuman mati. Peringatan serupa juga datang dari direktor reserse narkoba Polda Sultra, Kombes, pol, Bambang Sukmo Wibowo, S.I.k,.S.H,. M.Hum, menurutnya peredaran narkoba di Sultra telah mengalami pergeseran pola yang mengkhawatirkan. Perubahan status ini dibuktikan dengan peningkatan permintaan lokal serta temuan kasus besar, salah satunya pengungkapan 3,2 KG sabu-sabu dari jaringan Fredy Pratama, bandar kelas kakap yang terafiliasi dengan kartel internasional. Pada 12 Juli 2025 di BTN perumnas Poasia, kota Kendari  dengan barang bukti 3.241,6 gram sabu-sabu. Hal ini terungkap setelah AS(28) salah satu jaringan Fredy Pratama tertangkap sedang mendistribusikan sabu-sabu tersebut.

Sejatinya, berbagai langkah telah dilakukan pemerintah dalam upaya pencegahan narkoba di Sultra. Mulai kolaborasi lintas sektoral, edukasi pencegahan, serta hukuman maksimal bagi bandar besar. Langkah-langkah tersebut dianggap menjadi strategi mutlak demi menyelamatkan masa depan generasi muda. Hanya saja berbagai usaha yang dilakukan oleh pemerintah tampaknya belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Karena sesungguhnya solusi yang dibutuhkan bukanlah solusi seperti yang diterapkan oleh pemerintah saat ini. Dimana solusi yang hanya bersifat pragmatis dan bersifat parsial yang tak akan memberikan hasil yang memuaskan.

Jika dicermati, gurita narkoba tidak akan pernah hilang selama sistem kehidupan sekuler kapitalistik diterapkan. Ada benang merah antara penerapan sistem sekuler kapitalistik dan menyuburnya sindikat peredaran narkoba. Hal ini terangkum dalam poin-poin berikut.

Pertama, asas sekularisme menjadikan visi misi kehidupan hanya berorientasi materi. Asas ini mendorong individu berperilaku konsumtif dan hedonistis. Ketika kesenangan materi yang dikejar, segala cara dilakukan demi mencapai sesuatu yang disebut kebahagiaan materi. Di sisi lain, gaya hidup liberal yang menjadi ciri khas sistem ini akan membuat seseorang merasa bebas melakukan apa saja, termasuk memilih jalan yang salah dengan menjadi pengguna, pengedar, bahkan produsen barang haram seperti narkoba.

Narkoba menjadi solusi meraih pundi-pundi uang tatkala kesempitan ekonomi melanda. Narkoba juga kerap menjadi obat penenang ketika keresahan hidup menggejala. Alhasil, setiap tahunnya, banyak bermunculan pecandu dan pengedar narkoba berbeda muka. Indikasi ini bisa kita saksikan dari para pelaku kejahatan narkoba yang berasal dari berbagai kalangan, yakni ibu rumah tangga, pelajar, artis, selebgram, hingga aparat.

Kedua, narkoba menjadi bisnis yang menggiurkan. Narkoba di Indonesia tidak pernah habis karena Indonesia merupakan salah satu negara target utama pasar bisnis narkoba. Sebagaimana prinsip penawaran dan permintaan dalam ekonomi kapitalisme, ketika permintaan barang meningkat, pengadaan stok barang akan meningkat pula. Sebab, dalam kacamata kapitalisme, narkoba adalah barang yang bernilai ekonomi. Alhasil, transaksi gelap narkoba akan terus berlangsung selama permintaan terhadap narkoba meningkat. Peningkatan ini akan selalu beririsan dengan jumlah pengguna, pengedar, dan bandar narkoba.

Ketiga, penegakan hukum dalam upaya memberantas narkoba masih menjadi PR besar. Saat ini, regulasi hukum terkait narkoba berjalan lambat. Kinerja Polri dalam membongkar dan memberantas narkoba memang bagus. Hanya saja, penegakan hukum terhadap pelaku narkoba belum memberikan efek jera. Contohnya, kebanyakan pengguna narkoba hanya dihukum rehabilitasi tanpa dipidana, padahal pengguna, pengedar, maupun bandar sama-sama melakukan kejahatan. Islam memang mengakui adanya rehabilitasi bagi pengguna, tetapi bukan berarti para pengguna bebas dari sanksi pidana. Inilah bedanya hukum sekuler dengan Islam.

Belum lagi jika bicara HAM terkait vonis mati. Para pejuang HAM menilai bahwa vonis mati tidak mengurangi angka kejahatan narkoba. Menurut mereka, hukuman mati melanggar hak asasi dan memicu aksi balas dendam. Dengan adanya hukuman mati saja, peredaran narkoba masih banyak, lalu apa jadinya jika hukuman mati dihapus dari daftar sanksi hukum di Indonesia? Bisa jadi angka kejahatan akan meningkat lebih tajam.

Disamping itu, keseriusan pemerintah dalam mencegah perdagangan narkoba antarnegara, terlihat kurang serius. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak jalur laut. Lengahnya negara menjaga perbatasan di jalur laut ini akhirnya membuka jalan bagi para bandar melakukan transaksi gelap narkoba. Para pelaku kerap menyelundupkan narkoba menggunakan pelabuhan “jalur tikus” yang lolos dari pengawasan aparat.

Solusi Islam

Upaya memberantas narkoba harus dilakukan dengan langkah strategis dan fundamental, yakni melalui upaya pencegahan sistemis dan penindakan yang efektif. Berikut mekanismenya.

Pertama, pre-emptif, yakni melakukan edukasi fundamental melalui ketakwaan personal dalam lingkungan keluarga dan komunal dalam sosial masyarakat. Untuk mewujudkan ketakwaan ini, sistem pendidikan harus berbasis akidah Islam. Dengan pola asuh dan pendidikan Islam, akan terbentuk kesadaran untuk taat kepada Allah Taala. Dengan ketaatan inilah individu akan menjauhi segala hal yang dilarang dalam Islam, termasuk narkotika.

Kedua, preventif, yakni melakukan fungsi pengontrolan dan pengawasan setiap perbuatan dan tempat-tempat yang menjurus pada kemaksiatan dan kejahatan. Dalam hal ini, peran masyarakat sangat penting dalam melakukan tabiat amar  makruf nahi mungkar. Alhasil, ketika ada indikasi perbuatan individu yang melanggar Islam, masyarakat bisa langsung mengadukan dan melaporkannya ke pihak berwenang setelah sebelumnya menasihati atau mengingatkan individu tersebut. Upaya preventif lainnya ialah negara memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar pada rakyat. Tidak bisa dimungkiri, munculnya kejahatan narkoba dapat dipicu faktor ekonomi. Jika negara bisa memberikan jaminan kesejahteraan, besar kemungkinan angka kejahatan akan berkurang. Begitu juga dengan lapangan kerja yang tersedia, negara tidak akan membiarkan rakyat berbisnis dengan barang-barang yang diharamkan. Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang halal dan berkeadilan.

Ketiga, kuratif, yakni melakukan penindakan berupa sanksi bagi pelanggar. Sistem Islam mengatur sanksi dalam penyalahgunaan narkoba, yaitu sanksi ta’zir. Hukuman ta’zir adalah sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh kadi (hakim). Sanksi ta’zir bisa berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna narkoba yang baru berbeda hukumannya dengan pengguna narkoba yang lama. Hukuman itu juga berbeda bagi pengedar narkoba atau bahkan pemilik pabrik narkoba. Takzir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati. (Shiddiq al-Jawi, Hukum Seputar Narkoba dalam Fikih Islam).

Harus disadari bahwa persoalan narkoba tidak akan selesai dengan pidana hukum buatan manusia. Sumber masalah maraknya kejahatan narkotika adalah paradigma salah yang membuahkan kehidupan yang salah arah, yakni penerapan ideologi sekuler kapitalisme. Oleh karena itu, upaya pre-emptif, preventif, dan kuratif akan berjalan efektif manakala sistem yang diterapkan bersandar pada syariat Islam secara kaffah. Wallahu A'lam.


Share this article via

2 Shares

0 Comment