| 10 Views

Global March to Gaza: Seruan Nurani Global Palestina

Oleh : Uma Inayah

Gerakan Global March to Gaza sedang berlangsung dari Al-Arish menuju gerbang Raffah. Gerakan ini menjadi berita yang trending topik internasional, sebagai bentuk estafet nurani kolektif yang menolak atas krisis kemanusian di Palestina.

Gerakan ini menghadirkan ribuan orang bergabung melakukan konvoi dari berbagai belahan dunia. Mereka berasal dari berbagai negara yaitu Tunisia, Libya, Maroko, Amerika, Eropa, Asia, termasuk Indonesia. Dengan latar belakang pensiunan, perawat, jurnalis, dokter, aktivis HAM, hingga anak muda biasa yang hatinya tergerak ingin berbuat sesuatu yang lebih dari kata-kata, karena melihat kebiadaban zionis dan penderitaan rakyat Palestina. Mereka pun hadir karena terdorong oleh representasi moral dan kemanusiaan
Gerakan Global March to Gaza  memulai langkah bersama dari Al-Arish menuju gerbang Raffah.  Berkumpul dan hadirnya para relawan ini, tanpa mandat resmi dari negaranya masing-masing. Namun yang mereka genggam dan bawa adalah keyakinan, bahwa penderitaan Palestina tidak bisa dibiarkan terus terjadi.(Republika.co.id. jakarta, Sabtu 14 Juni 2025).

Munculnya Gerakan  Global March To Gaza (GMTA) menujukkan gejolak kemarahan umat di seluruh dunia yang sangat besar. Hal ini menunjukan pula bahwa, mereka tidak percaya dan tidak lagi bisa berharap kepada lembaga-lembaga internasional dan para penguasa saat ini.

Hati manusia mana yang tak ternyuh, melihat kezoliman yang menimpa negeri Palestina. Sebagai manusia yang sudah Allah berikan fitrah potensi dalam diri manusia yaitu salah satunya gharizah nau’. Gharizah nau’ (naluri berkasih sayang) inilah yang mendorong hati, tidak akan rela melihat kekejian yang terjadi menimpa manusia lainnya. Atas dorangan inilah, para relawan dari belahan dunia ini hadir dan bergabung menginginkan pembebasan atas Palestina.

Semangat para anggota Gerakan Global March to Gaza untuk menuntut pembebasan atas Palestina, tidak dapat maksimal karena antek-antek zionis pastinya juga tidak akan diam begitu saja. GMTA masih  tertahan di pintu Raffah ini justru makin menunjukkan bahwa, gerakan kemanusiaan apapun tidak akan pernah bisa menyolusi masalah Gaza. Mengapa bisa terjadi demikian, pastinya karena ada pintu penghalang terbesar yang berhasil dibangun penjajah di negeri-negeri kaum muslim. Yakni mendarah dagingnya rasa nasionalisme dan konsep negara bangsa, yang tetap membekas di negara-negara muslim dan para penguasanya.

Paham nasionalisme ini telah mengikis hati nurani para penguasa muslim dan tentara mereka, hingga rela mengabaikan penderitaan saudara sesama muslim yang diperlakukan keji oleh para zionis. Pembantaian walaupun ada di depan mata seakan suatu hal yang biasa, karena dianggap persolaan sengketa antara dua negara yang merebutkan kekuasaan semata. Tertancapnya pemahaman nasionalisme ini, menjadikan kaum muslim menganggap bukan urusan  negaranya, tapi  urusan negara yang sedang berkonflik. Padahal penderitaan Palestina juga penderitaan kaum muslimin seluruh dunia, karena mereka saudara seiman yang wajib kita bela dan perjuangkan. Parahnya lagi ada penguasa kaum muslim yang ikut membela kepentingan pembantai, hanya demi meraih simpati negara adidaya yang menjadi sandaran kekuasaan mereka yakni Amerika Serikat.

Paham nasionalisme terus dijadikan alat, sebagai tameng oleh musuh Islam agar umat tidak bangkit dan jauh dari pemahaman  Islam Kaffah. Negara muslim tetap menjadi negara boneka, yang mudah diperalat oleh negara adidaya untuk memperluas jajahannya. Dengan faham ini kaum muslimin lupa dengan jati dirinya, sebagai umat Islam yang seharusnya bersatu dalam kesatuan yang utuh. Kaum muslimin dibaratkan satu tubuh, jika satu tubuh sakit yang lainnya akan ikut merasakan rasa sakit pula.

Umat Islam harus sadar konflik Palestina ini, bukan hanya sekedar konflik antar dua negara yang ingin berkuasa, namun konflik ini menyangkut penghancuran terhadap kaum muslimin di seluruh dunia. Negara yang tidak pernah berhasil terjajah adalah Palestina. Umat Islam pun harus paham betapa bahayanya paham nasionalisme dan konsep negara bangsa. Dilihat dari sisi pemikiran maupun sejarahnya, keduanya justru digunakan musuh-musuh Islam untuk meruntuhkan khilafah dan melanggengkan penjajahan di negeri-negeri Islam. 

Umat Islam juga harus paham, bahwa arah pergerakan mereka untuk menyolusi konflik Palestina harus bersifat politik, yakni fokus membongkar sekat-sekat negara dan bangsa.  Menanamkan pemahaman islam dengan mengubah pemikiran umat dengan pemikiran islam, untuk mewujudkan satu kepemimpinan politik gòobal  di dunia. Bersatunya umat di seluruh dunia akan utuh jika dalam satu komando.

Pemikiran Islam pun akan tumbuh jika ada agen yang menyadarkan umat. Untuk itu butuh mendukung  dan bergabung dengan gerakan politik ideologis yang berjuang tanpa kenal sekat negara dan terbukti konsisten. Thoriqoh dakwahnya pun, sesuai teladan Rasulullah untuk menegakkan kembali perjuangan menegakan kepemimpinan politik Islam di seluruh dunia. kepemimpinan ini terbukti menyolusi seluruh problematika kehidupan dan berjaya selama 14 abad, serta dapat menduduki tiga perempat dunia dengan kepemimmpinan Islam yang adil.
 
Keadilan dan kesejahteraan rakyat, akan terlaksana diseluruh dunia jika aturan yang digunakan adalah aturan sang khalik. Persatuan umat akan utuh dalam satu komando satu kepemimmpina global sesuai teladan Rasulullah. Alquran dan hadis sebagai pedoman hidup dalam semua tatanan kehidupan, mengikuti aturan yang sudah Allah tetapkan tanpa terkecuali termasuk aturan dalam bernegara. Agama dan kehidupan adalah satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai umat Islam wajib tahu agama adalah pondasi dan khalifah adalah perisai negara. Semua itu dapat terlaksana dengan utuh jika berada dalam satu kepemimpinan global yaitu khilafah.


Share this article via

2 Shares

0 Comment