| 17 Views

Gara Gara sistem Kapitalis Sekularisme Mental Menjadi Rapuh

Oleh: Mentari
Aktivis Dakwah

Seorang ibu berusia 25 tahun di Kota Makasar, Sulawesi Selatan diduga tega menghabisi nyawa bayinya sendiri yang baru berusia dua bulan. Peristiwa tragis itu terjadi pada Jumat (4-7-2025). Kapolsek Panakkukang AKP Aris Satrio Sujatmiko mengatakan bahwa pihaknya saat ini masih melakukan pemeriksaan terhadap pelaku yang diduga mengalami gangguan psikologis.

Di Sumatra Selatan, seorang suami tega menebas leher istrinya hingga tewas di rumah orang tua korban, Kamis (3-7-2025) dini hari. Sang suami nekat membunuh istrinya karena cemburu diselingkuhi. Pasalnya, sang istri ketahuan asyik chatting dan video call dengan pria lain.

Dua kasus di atas hanyalah contoh betapa kasus kekerasan dalam rumah tangga makin mengerikan. Kasus ini merupakan fenomena gunung es yang menguatkan fakta banyaknya kekerasan dalam rumah tangga, baik dilakukan oleh orang tua pada anak maupun suami pada istri.

Dilansir dari data Simfoni PPA, sejak 1-1-2025 hingga 10-7-2025 jumlah kasus berdasarkan tempat kejadian paling banyak adalah rumah tangga. Dari 14.771 kasus berdasarkan tempat kejadian, 8.953 kasus merupakan kekerasan dalam rumah tangga.

Gangguan Kesehatan Mental
Ada banyak faktor pemicu terjadinya KDRT, salah satunya adalah dugaan baby blues pada kasus di Makasar. Baby blues syndrome kerap dialami para ibu setelah melahirkan. Sindrom ini ditandai dengan adanya periode ketakstabilan emosi seorang ibu setelah melahirkan. Biasanya si ibu merasa gelisah, cemas, stres, dan kebingungan. Hal itu menyangkut kemampuannya untuk menjadi ibu yang bertanggung jawab dan bisa merawat anaknya secara baik. Kegelisahan itulah yang membuat sang ibu bisa sedih dan gampang marah sehingga tega menyiksa atau membunuh bayinya.

Kondisi ini sejatinya bertolak belakang dengan ekspresi umum saat seorang ibu mendapat karunia seorang anak. Fitrahnya, kebahagiaan dan rasa syukur yang akan muncul sebab anak adalah penyejuk mata. Memandangnya akan memunculkan rasa bahagia.

Pemicu mayoritas terjadinya KDRT adalah hubungan suami istri yang tidak harmonis, perselingkuhan, cemburu, dan masalah ekonomi. Ini menandakan adanya gangguan kesehatan mental dan kemampuan mengelola emosi atas kondisi yang terjadi. Orang yang kesehatan mentalnya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati serta kendali emosi yang kerap mengarah kepada perilaku buruk, termasuk melakukan pembunuhan.

Sekularisme
Munculnya masalah kesehatan mental merupakan faktor internal yang dipengaruhi cara pandang hidup sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan. Cara pandang sekuler ini membuat mayoritas masyarakat mengalami krisis identitas sebagai hamba Allah, serta mengalami krisis keimanan yang membuat seseorang gampang tersulut emosi, labil, mengikuti hawa nafsu, mudah goyah, dan sebagainya.

Sekularisme juga melahirkan sikap individualistis, minim kepedulian, dan minim empati. Individualisme dimaknai sebagai suatu pandangan yang lebih mementingkan kebebasan dan kemerdekaan pribadi dibandingkan kepentingan orang lain. Dari pandangan ini, sekularisme menganggap kehidupan pribadi adalah privasi yang harus dihormati. Kepedulian dalam sistem kapitalisme sering disalahartikan sebagai ikut campur urusan pribadi. Akibatnya muncul sikap cuek terhadap masalah orang lain.

Jika individualisme sudah membudaya, tidak heran kalau setiap individu harus berjuang sendirian dalam menghadapi ujian hidup, ditambah tidak adanya support sistem yang membantu dan mendukung mereka yang bermasalah.

Sekularisme yang menolak kehadiran agama sebagai tuntunan kehidupan melahirkan berbagai aturan kehidupan yang serba rusak dan merusak. Alih-alih mampu menyolusi berbagai problem kehidupan manusia, semua sistemnya, baik sistem pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum, informasi, dan lainnya justru terus memproduksi masalah baru yang tidak pernah mampu diselesaikan.

Penerapan sistem politik ekonomi kapitalisme, misalnya, telah melahirkan kesenjangan sosial yang makin lebar. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Kekayaan hanya beredar di antara sebagian kecil orang, sedangkan kemiskinan menimpa mayoritas rakyat serta membuat rapuh pertahanan individu dan keluarganya.

Sistem pendidikan yang berbasis sekularisme hanya menitikberatkan pada pencapaian akademis semata, serta mengabaikan aspek spiritual dan emosional. Dalam sistem ini, kesuksesan diukur melalui angka-angka di atas kertas, bukan melalui pembentukan karakter atau integritas moral. Tidak heran jika output pendidikannya melahirkan banyak manusia yang tidak memiliki keimanan yang kuat sehingga tidak memiliki ketahanan mental atas berbagai tekanan hidup.

Dalam sistem sekuler, tidak ada kebijakan pemeriksaan kesehatan mental secara rutin, juga tidak ada upaya kuratif untuk menggratiskan layanan terapi kesehatan mental bagi masyarakat yang terindikasi mengalami gangguan kesehatan mental. Jika ingin sembuh, rakyat harus menjalani terapi secara mandiri dengan biaya yang mahal sehingga tidak semua lapisan rakyat bisa menjangkaunya.

Sistem pergaulan yang berlandaskan kebebasan telah menyebabkan interaksi serba bebas antara laki-laki dan perempuan. Hal ini tidak jarang memicu perselingkuhan dalam rumah tangga sehingga berujung KDRT. Sistem hukumnya juga mandul dalam mengatasi berbagai pelanggaran di tengah masyarakat.

Sistem informasi dan media massa sekuler justru aktif merusak kepribadian masyarakat, sekaligus berhasil menjebol pertahanan keluarga dan masyarakatnya sebagai benteng terakhir bagi umat. Fungsi media lebih dominan sebagai alat propaganda pemikiran dan budaya asing yang bertentangan dengan aturan-aturan Islam. Propaganda ini masif dilancarkan sehingga melemahkan mental dan ketakwaan umat Islam.

Kesehatan mental juga sangat dipengaruhi oleh ketaatan menjalankan syariat serta mendekatkan diri kepada Allah Swt. (takarub ilallah). Alih-alih menfasilitasi masyarakat untuk taat kepada Allah, negaranya saja tidak menerapkan syariat Islam, jadi bagaimana mungkin bisa memotivasi warga negaranya untuk taat dan mendekatkan diri kepada Allah?

Realitas di atas menunjukan gagalnya peran negara dalam mengatur kehidupan. Sistem kehidupan yang mendominasi hari ini adalah sekularisme-kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan serta menjadikan akal dan hawa nafsu sebagai penentu arah hidup. Sistem ini telah membuat banyak orang, termasuk kaum muslim, tidak memahami tujuan hidupnya dan tidak memiliki panduan bagi perbuatannya sehingga lahirlah manusia-manusia bermental rapuh yang hanya memperturutkan hawa nafsu. Dengan kondisi tersebut, tidak heran kalau jumlah masyarakat yang mengalami masalah kesehatan mental akan terus bertambah dan berimbas pada terus naiknya jumlah kasus KDRT.

Islam Menjamin Kesehatan Mental
Islam memandang kesejahteraan manusia lahir dan batin sebagai hal yang sangat penting dalam menjalankan perannya sebagai hamba Allah di muka bumi. Islam mendudukkan kesehatan (fisik dan mental) sebagai nikmat terbaik sesudah nikmat keimanan. Rasulullah saw. bersabda, “Mintalah kepada Allah Swt. kesehatan karena sesungguhnya sebaik-baiknya nikmat sesudah keimanan adalah sehat.” (HR Ibnu Hibban).

Islam memberikan panduan dalam menjaga kesehatan individu, termasuk kesehatan mental. Islam menekankan pentingnya setiap manusia memahami visi misi hidup, hakikat dirinya, penciptanya, asal keberadaannya, tujuan hidupnya di dunia, dan kehidupan setelah kematiannya. Pemahaman itu harus berlandaskan Islam sehingga mendapatkan pemahaman yang benar.

Visi hidup manusia disebutkan dalam Al-Qur’an, di antaranya adalah surah Al-Baqarah ayat 201 yang artinya, ”Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan (kebahagiaan) di dunia dan kebahagiaan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”

Visi seorang muslim adalah menggapai bahagia dunia dan akhirat. Namun, visi ini tidak mungkin tercapai tanpa direalisasikan melalui misi. Misi utama manusia adalah mengabdi kepada Allah. Firman Allah dalam surah Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” Ibadah secara bahasa mempunyai arti ketaatan, pengabdian, kepatuhan atau tunduk, dan penghambaan diri kepada Allah.

Ibadah membuat seseorang akan merasa terhubung dengan Allah dalam setiap tarikan napas kehidupannya sehingga memunculkan sikap taat terhadap seluruh perintah-Nya dan selalu ingin mendekatkan diri kepada Allah. Setiap persoalan yang dihadapi akan diadukan kepada Allah.

Penghambaan diri kepada Allah akan memunculkan keyakinan bahwa Allah Maha Penolong sehingga akan selalu menolong hamba-hamba-Nya yang beriman dan tidak menzalimi mereka. Keyakinan seperti ini akan menjadikan setiap muslim memiliki mental yang sehat, optimis dalam kehidupan, punya harapan besar, tidak mudah stres, tidak mudah menyerah, dan senantiasa bersabar.

Islam juga memerintahkan amar makruf nahi mungkar, yaitu sikap saling menasihati dalam kebaikan serta mencegah individu melakukan kerusakan. Ketika masyarakat terbiasa beramar makruf nahi mungkar, tidak ada sikap apatis dan individualistis seperti halnya dalam sistem kapitalisme.

Sikap saling peduli dan tolong-menolong merupakan ciri khas masyarakat Islam dan kewajiban yang harus ditunaikan bagi setiap muslim. Allah Swt. memerintahkan hal ini dalam QS Al-Maidah ayat 2 yang artinya, ”Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya siksa Allah sangat berat.”

Negara Bertanggung Jawab
Islam mewajibkan negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam mewujudkan kesehatan mental individu dan masyarakat melalui penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk menjamin layanan pendidikan dan kesehatan secara gratis.

Penerapan sistem pendidikan Islam akan memberikan pemahaman utuh atas posisi manusia. Pada kitab Nizhamul Islam (Peraturan Hidup dalam Islam) yang ditulis oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani Bab “Rancangan Undang-undang Dasar” pasal 171 disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah dalam rangka membentuk pola pikir dan pola jiwa islami. Seluruh mata pelajaran disusun berdasar strategi ini.

Negara berkewajiban menjamin secara langsung hak pendidikan sejak usia SD hingga pendidikan tinggi. Hak ini diperoleh secara cuma-cuma atau berbiaya semurah-murahnya sebagai hak rakyat atas negara.

Dalilnya adalah As-Sunah dan ijmak sahabat. Rasulullah saw. membebaskan sebagian tawanan Perang Badar yang tidak sanggup menebus pembebasannya, agar mengajari baca tulis kepada anak-anak Madinah sebagai ganti tebusannya. Ini menunjukkan pembiayaan pendidikan berasal dari negara.

Ijmak sahabat menunjukkan wajibnya negara menjamin pembiayaan pendidikan. Khalifah Umar dan Utsman memberikan gaji kepada para guru, muazin, dan imam salat jamaah. Khalifah Umar memberikan gaji tersebut dari pendapatan negara (baitulmal) yang berasal dari jizyah, kharaj (pungutan atas tanah kharajiyah), dan usyur (pungutan atas harta nonmuslim yang melintasi tapal batas).

Jaminan pendidikan gratis ini akan membuat seluruh warga negara bisa mengenyam pendidikan sehingga terbentuk pola pikir dan pola jiwa islami. Pola pikir dan pola jiwa islami akan menutup celah terjadinya gangguan kesehatan mental.

Khilafah akan menjamin kebutuhan pokok masyarakat, baik kebutuhan pokok individu berupa pangan, sandang, dan papan, maupun kebutuhan pokok kolektif berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan, melalui penerapan sistem ekonomi Islam. Negara akan memberikan layanan kesehatan, baik kesehatan fisik maupun mental, secara gratis. Kesehatan merupakan kebutuhan pokok publik yang pemenuhannya dijamin langsung oleh negara. Pada aspek administrasi, penyelenggaraan layanan kesehatan mengacu pada tiga prinsip, yakni cepat dalam pelaksanaan, sederhana dalam aturan, dan dilakukan oleh individu yang kapabel.

Layanan kesehatan gratis ini memungkinkan individu yang mengalami gangguan psikologi bisa datang kapan saja ke tempat pelayanan dan akan segera ditangani sehingga tidak menimpakan kezaliman pada pihak lain.

Negara Khilafah juga akan menyediakan layanan informasi melalui Lembaga Penerangan. Pada Pasal 103 Draf Konstitusi Khilafah disebutkan, “Lembaga Penerangan adalah direktorat yang menangani penetapan dan pelaksanaan politik penerangan daulah demi kemaslahatan Islam dan kaum muslim. Di dalam negeri untuk membangun masyarakat islami yang kuat dan kukuh, menghilangkan keburukannya, dan menonjolkan kebaikannya. Di luar negeri untuk memaparkan Islam dalam kondisi damai dan perang dengan pemaparan yang menjelaskan keagungan Islam, keadilannya, dan kekuatan pasukannya; juga menjelaskan kerusakan sistem buatan manusia, kezalimannya, serta kelemahan pasukannya.” Dengan sistem informasi ini individu masyarakat akan terhindar dari keburukan yang berasal dari media sosial yang menyebabkan gangguan jiwa.

Singkatnya, kehidupan masyarakat yang diatur dengan sistem Islam kafah akan mewujudkan kehidupan yang senantiasa membangun kesadaran sebagai hamba Allah, menjadikan individu beriman atas ketentuan Allah dan mampu menghadapinya dengan penuh kesabaran ketika menjalankan perannya dalam keluarga.

Sebagai pengurus rakyat, khalifah (kepala negara Islam) tidak akan membuat kebijakan yang mencederai jiwa, akal, kehormatan, keturunan, agama, harta, dan negara. Ini karena otoritas pembuat hukum ada di tangan syarak. Penting dicatat, ini bukan sekadar konsep, tetapi Islam benar-benar telah membuktikan kemampuannya sebagai peradaban yang begitu manusiawi. Hal ini berlangsung selama belasan abad dan mencakup hampir dua pertiga dunia.

Penerapan Islam kafah dalam seluruh sistem kehidupan oleh negara Khilafah akan memudahkan masyarakat memiliki visi hidup yang benar dan bertakwa. Pada tataran inilah kehadiran kepemimpinan Islam pada abad ini merupakan perkara urgen dan mendesak, bukan saja untuk perkara kesehatan mental, melainkan juga untuk kemuliaan hidup manusia, “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam ….” (QS Al-Isra’: 70).


Share this article via

18 Shares

0 Comment