| 61 Views
Fenomena Filisida Maternal ,Kembali Kepada Islam Solusinya

Oleh : Siti Martiana
Fenomena Filisida: Ibu Membunuh Anak, Kenapa Bisa Terjadi?
Belakangan ini, terjadi peningkatan pemberitaan mengenai kasus ibu yang membunuh anaknya sendiri, atau filisida. Dalam berbagai motif, ada yang mengalami gangguan jiwa, “bisikan gaib”, tekanan ekonomi, stres, depresi, atau karena takut anak akan menderita di masa depan seperti orang tua.
Tindakan ini jelas sangat traumatis dan menyedihkan, serta menimbulkan pertanyaan: Apa yang mendorong seseorang mengambil langkah ekstrem seperti itu? Bagaimana sistem sosial, ekonomi, dan negara berperan? Dan bagaimana Islam, sebagai agama yang memandang kehidupan, tanggung jawab, dan ihsan terhadap keluarga, memberikan solusi?
Beberapa Kasus Nyata :
• EN, perempuan 34 tahun, ditemukan tewas gantung diri di kusen pintu kamarnya. Dua anaknya yang berusia 9 tahun dan 11 bulan ditemukan tak bernyawa tak jauh dari sang ibu.
(BBC News Indonesia, 10.09.2025)
• Kasus di Bekasi: Ibu berinisial SNF (26 tahun) membunuh anak kandungnya, AAMS (6 tahun), dengan 20 kali tusukan pisau dapur. Dalam penyelidikan, diduga pelaku mengalami gangguan psikotik, mendengar “bisikan gaib”.
• Kasus di Brebes: Seorang ibu mengaku mendengar bisikan gaib untuk membunuh anak-anaknya. Ia mengatakan bahwa kalau tidak dibunuh, hidupnya akan susah dan bahkan akan dibunuh orang lain.
(Detiknews, 09.03.2024)
• Fenomena Filisida secara Umum
Menurut psikolog dari Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta, kasus orang tua membunuh anak sendiri semakin meningkat. Ibu adalah pelaku dalam banyak kasus filisida bayi baru lahir.
(Kompas, 08.09.2025)
Faktor penyebabnya meliputi: keinginan mencegah penderitaan anak, gangguan mental, stres ekonomi, dan kurangnya dukungan sosial.
• Kasus di Pinrang, Sulawesi Selatan: Ibu membunuh dua anaknya dengan racun. MUI Pinrang menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak dibenarkan dengan alasan apa pun, termasuk alasan takut menjadi beban.
(Detikcom, 19.09.2022)
Mengapa Bisa Terjadi?
Seorang ibu seharusnya menjadi orang yang paling besar kasih sayangnya terhadap anak. Jika seorang ibu sampai membunuh anaknya, pasti ada sesuatu yang sangat berat menimpa jiwanya.
Bisa jadi akibat persoalan ekonomi keluarga, tekanan rumah tangga, atau trauma yang mendalam. Kasus filisida maternal tidak bisa hanya dilihat dari aspek individu atau keluarga, melainkan juga dari sisi sistem sosial dan ekonomi yang lebih luas.
Faktor-faktor yang Melatarbelakanginya:
• Individualisme berlebihan: Menekankan pencapaian materi dan kepentingan pribadi, sehingga solidaritas sosial melemah.
• Ketimpangan ekonomi: Ketidakadilan distribusi kekayaan membuat sebagian orang hidup dalam kesulitan, dengan akses terbatas terhadap layanan kesehatan mental, pendidikan, dan perlindungan sosial.
• Materialisme: Keberhasilan sering diukur dari uang, status, dan properti. Orang miskin atau mereka yang mengalami kemunduran ekonomi merasa gagal dan kehilangan makna hidup.
• Sekularisme: Sistem sekuler memisahkan agama dari kehidupan. Dalam kondisi tekanan hidup, agama tidak dijadikan rujukan, sehingga nilai-nilai sabar, tawakal, dan yakin terhadap takdir Allah bisa terpinggirkan.
Beberapa kajian tentang ekonomi Islam menunjukkan bahwa kapitalisme telah menciptakan penyimpangan nilai sosial dan moral, memperlebar jurang antara kaya dan miskin, serta menghadirkan ketidakadilan dalam distribusi kekayaan.
Mengapa Ada Ibu yang Terpikir "Membunuh karena Takut Anaknya Menderita"?
• Ekonomi sulit: Orang tua mungkin melihat anak sebagai beban ketika mereka sendiri berada dalam kemiskinan dan trauma masa kecil. Ketakutan anak akan mengalami penderitaan yang sama bisa begitu berat.
• Gangguan kesehatan mental yang tidak terdeteksi: Banyak kasus menunjukkan pelaku mengalami gejala psikotik, seperti halusinasi dan waham. Tanpa deteksi dini dan layanan kesehatan mental, tekanan jiwa bisa mengarah ke tindakan ekstrem.
• Kesendirian dan lemahnya jaringan sosial: Banyak ibu merasa tidak punya tempat bersandar, malu meminta tolong, takut dianggap lemah. Ini meningkatkan beban psikologis dan emosional.
• Pandangan hidup materialistis: Dalam sistem yang menekankan materi, orang tua merasa gagal jika tidak mampu memberikan pendidikan, fasilitas, atau masa depan “layak” bagi anaknya.
• Minimnya pegangan agama: Sistem sekuler membuat agama dijauhkan dari kehidupan sehari-hari. Akibatnya, nilai-nilai seperti sabar, tawakal, yakin terhadap qadha dan qadar, harapan pada rahmat Allah, serta keikhlasan bisa luntur.
Pandangan Islam: Ibu dalam Sistem Islam
Islam menjamin kesejahteraan dan kebahagiaan seorang ibu dalam menjalankan perannya:
• Ibu tidak diwajibkan mencari nafkah. Nafkah menjadi tanggung jawab suami dan para wali.
• Ibu boleh tidak berpuasa saat hamil dan menyusui demi kesehatan dirinya dan bayinya.
• Perempuan dimuliakan sebagai ibu, dan negara wajib memastikan kesejahteraannya.
Dalam sistem Islam:
• Ayah harus diberi kesempatan bekerja dan menafkahi.
• Pendidikan dan kesehatan gratis, agar ibu tidak terbebani secara ekonomi.
• Negara menerapkan distribusi kekayaan melalui zakat, infaq, sedekah, dan wakaf.
• Negara membantu fakir miskin, orang sakit, dan mereka yang mengalami tekanan mental.
Islam juga:
• Menekankan pentingnya kesehatan jiwa sebagai bagian dari tanggung jawab masyarakat.
• Mengajarkan fiqih pengasuhan, nilai hidup dan mati, larangan membunuh anak, serta pendidikan Islam sejak dini.
• Menyediakan kebijakan publik berbasis syariah: subsidi, jaminan sosial, upah layak, dan layanan kesehatan mental di fasilitas umum.
Kesimpulan
Kasus ibu membunuh anak karena takut si anak menderita memang terjadi dan termasuk dalam fenomena filisida yang makin sering dilaporkan.
Faktor penyebabnya kompleks: ekonomi, tekanan sosial, gangguan mental, dan kurangnya dukungan. Sistem sekuler-kapitalis yang diterapkan hari ini memperparah kondisi tersebut, dengan menghadirkan ketidakadilan, individualisme, materialisme, dan lemahnya jaringan sosial serta agama.
Untuk menyudahi fenomena ini, solusinya adalah mengembalikan kehidupan kepada sistem buatan Allah SWT—sistem Islam—yang menyeluruh dan manusiawi. Islam tidak hanya mengatur akidah, tapi juga ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Hanya dengan sistem ini manusia bisa hidup sesuai fitrah.
Wallahu a‘lam.