| 129 Views
Fatwa Jihad Telah Terdengar, Mungkinkah Terwujud Tanpa Daulah islam?

Oleh : Zahrah
Aktivis Dakwah Kampus
Dikutip dari detik.com (12/04/2025) Fatwa jihad yang disuarakan oleh Persatuan Ulama Muslim Internasional (IUMS) atas agresi Israel ke Gaza telah menggema di tengah umat. Mereka menegaskan bahwa intervensi militer, ekonomi, dan politik dari negara-negara Muslim adalah bagian dari kewajiban syariat. Bahkan mereka menyebut bahwa diamnya negara-negara Islam dalam menyikapi tragedi Gaza termasuk “kejahatan besar terhadap umat”. Pernyataan ini menegaskan bahwa jihad bukan lagi sekadar seruan moral, melainkan tuntutan nyata. Namun, muncul pertanyaan yang sangat mendasar: siapa yang bisa dan akan merealisasikan fatwa ini?
Realitas Dunia Islam yang Tersekat
Hari ini, dunia Islam memiliki populasi lebih dari 1,8 miliar jiwa, tersebar di lebih dari 50 negara. Beberapa negara memiliki kekuatan militer besar, ekonomi kuat, dan posisi geopolitik strategis. Tapi, mengapa tak satu pun yang mengerahkan kekuatan nyata untuk membela Palestina? Jawabannya terletak pada struktur politik yang mengikat mereka: nasionalisme sempit, ketundukan pada tatanan internasional, dan absennya institusi pemersatu umat.
Ketua MUI bidang luar negeri, Sudarnoto Abdul Hakim, bahkan menekankan bahwa pengiriman pasukan untuk melindungi warga Gaza sudah pernah direkomendasikan dalam Ijtima’ Ulama MUI. Tapi tanpa kekuatan politik berskala umat, seruan ini hanya berhenti di meja-meja rapat.
Khilafah: Institusi yang Hilang dan Dirindukan
Dalam sistem Islam, jihad adalah kebijakan negara—bukan aksi kelompok atau individu. Hanya negara yang memiliki otoritas syar’i untuk memobilisasi jihad secara sah. Dalam sejarah Islam, institusi yang memikul peran ini adalah Daulah Islam. Ia bukan sekadar simbol kesatuan, tetapi struktur pemerintahan Islam yang memiliki kedaulatan penuh, kekuatan militer, dan legitimasi syar’i untuk membela umat dan menegakkan keadilan.
Tanpa daulah islam dunia Islam akan terus terjebak dalam retorika tanpa eksekusi. Negara-negara Muslim hari ini tidak mampu menjalankan jihad karena terikat oleh konvensi internasional, tekanan geopolitik, dan ketergantungan ekonomi kepada Barat.
Sejarah Membuktikan: Daulah Islam Pernah Membebaskan Palestina
Fakta sejarah tidak bisa dibantah: Palestina pernah dibebaskan di bawah kepemimpinan Islam. Pada abad ke-12, Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi membebaskan Baitul Maqdis dari cengkeraman pasukan salib. Ia bukan pejuang individu, melainkan pemimpin negara Islam yang menjalankan jihad sebagai kebijakan negara. Palestina juga menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Daulah Utsmaniyah selama berabad-abad, hingga akhirnya jatuh ke tangan Inggris setelah Perang Dunia I—dan sejak saat itu, penderitaan Palestina dimulai.
Jihad Memerlukan Institusi, Bukan Sekadar Semangat
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa jihad tidak mungkin dijalankan oleh negara-negara Muslim yang terpecah dan tunduk pada kekuatan global. Bahkan, banyak dari mereka telah menormalisasi hubungan dengan Israel. Tak heran bila survei menunjukkan bahwa rakyat Palestina merasa ditinggalkan oleh negara-negara Arab dan Islam. Ini bukan hanya persoalan keengganan, tapi ketidakmampuan struktural.
Hanya Daulah islam yang mampu melampaui batas nasionalisme dan menghadirkan kekuatan yang menyatu atas dasar akidah. Ia bukan utopia, melainkan solusi yang pernah ada dan terbukti berhasil.
Fatwa Butuh Tangan, Persatuan umat Jawabannya
Fatwa jihad adalah seruan dari langit. Namun untuk menjadikannya nyata di bumi, dibutuhkan institusi yang mampu menjawabnya. Tanpa Daulah islam jihad hanya akan terus menjadi suara lantang tanpa tindakan. Dengan daulah, jihad menjadi kebijakan negara yang sah, terstruktur, dan memiliki daya pukul yang nyata.
Maka jika umat benar-benar ingin membela Palestina, bukan hanya dengan emosi atau donasi, tapi dengan kekuatan politik dan militer yang sah, menegakkan Daulah islam adalah satu-satunya jalan.