| 10 Views
Fatherless Makin Populer, Buah Sistem Sekuler

Oleh: Sartinah
Pegiat Literasi
Ayah merupakan sosok penting dalam proses tumbuh kembang anak, selain peran ibu. Sayangnya, masih banyak anak Indonesia yang hidup tanpa peran dan pengasuhan dari ayah. Fenomena ini dikenal dengan istilah fatherless. Berdasarkan data mikro Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2024 silam, terdapat 15,9 juta anak di Indonesia yang berpotensi tidak mendapatkan pengasuhan dari ayah (20,1 persen dari jumlah anak di bawah usia 18 tahun). (kompas.id, 8-10-2025)
Maraknya fenomena fatherless pun memicu respons banyak pihak, baik mereka yang mengalami fatherless maupun dari para ahli. Salah satu yang mencuri perhatian muncul dari unggahan warganet di Instagram yang mengikhlaskan kolom komentar dalam kontennya sebagai tempat curahan hati bagi mereka yang mengalami fatherless. Ayah dari pemilik konten bahkan rela "meminjamkan" dirinya kepada warganet untuk menjadi tempat berkeluh kesah.
Fenomena fatherless juga mendapat respons dari para ahli. Berdasarkan survei kualitatif yang dilakukan pada 16 psikolog klinis di Indonesia, ditemukan jawaban mencengangkan terkait dampak fatherless. Sembilan psikolog menyebut, fatherless mengakibatkan rasa minder dan emosi/mental yang labil. Sementara itu, tujuh psikolog menyebut, fatherless berdampak pada kenakalan remaja, lima psikolog mengatakan sulit berinteraksi sosial, dan empat psikolog menjawab motivasi akademik rendah.
Penyebab Fatherless
Ketiadaan peran ayah baik secara biologis maupun psikis disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah faktor ekonomi, perceraian, kematian, dll. Terkait masalah ekonomi misalnya, banyak ayah yang menghabiskan belasan jam sehari atau puluhan jam setiap pekannya untuk bekerja.
Belum lagi, budaya kerja yang lekat di negeri ini, yakni hanya menempatkan ayah sebagai pencari nafkah saja, bukan sebagai pendidik dan teladan bagi putra putrinya. Akibatnya, banyak anak yang kehilangan sosok ayah secara emosional meski fisiknya ada bersama mereka. Karena itu, faktor ekonomi menjadi penyebab dominan merebaknya fenomena fatherless.
Selain ekonomi, perceraian dan kematian juga turut mempopulerkan fenomena fatherless. Orang tua yang bercerai sering kali membuat anak harus terpisah dengan ayah atau ibunya atau harus tinggal bergantian dengan keduanya. Hal ini membuat peran pengasuhan menjadi tidak lengkap. Begitu juga dengan kematian seorang ayah yang membuat anak-anak benar-benar kehilangan sosok teladan dan pelindung.
Buah Kehidupan Kapitalistik
Hilangnya peran ayah, baik secara fisik maupun emosional sejatinya menunjukkan adanya krisis pengasuhan pada banyak keluarga di Indonesia. Semua ini terjadi karena penerapan sistem kapitalisme yang berasaskan materi. Para ayah kehabisan waktu untuk membersamai dan mendidik anak-anaknya karena disibukkan dengan aktivitas mencari nafkah.
Selain itu, ada pemahaman di tengah masyarakat bahwa tugas ayah hanya mencari nafkah, sementara seluruh urusan rumah dan mengurus anak-anak menjadi tanggung jawab ibu. Dengan anggapan tersebut, banyak ayah yang akhirnya merasa tidak perlu bertanggung jawab dalam mengasuh, mendidik, dan menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Hal ini mengakibatkan hilangnya fungsi pemimpin dalam diri ayah saat ini. Seorang ayah yang seharusnya hadir langsung membersamai tumbuh kembang anak, kini justru berlepas tangan. Bahkan dalam banyak kasus, para ayah tidak hanya berlepas tangan terhadap pengasuhan anak-anaknya, tetapi juga tidak bertanggung jawab terhadap urusan nafkah keluarganya. Dalam sistem kehidupan yang kapitalistik saat ini, para ayah tidak memahami peran dan tanggung jawabnya dalam keluarga.
Peran Ayah dalam Islam
Seorang ayah memiliki peran sangat urgen dalam sebuah keluarga. Ia tidak hanya bekerja mencari nafkah, tetapi juga berperan sebagai pemimpin dan memberi teladan dalam pendidikan anak-anaknya. Sebagai agama dan ideologi paripurna, Islam mampu memaksimalkan peran ayah, baik sebagai pemimpin dan pendidik maupun sebagai pencari nafkah.
Sementara itu, peran ibu juga tak kalah penting. Ibu adalah sosok yang mengandung, menyusui, mendidik, dan mengatur rumah tangga. Ibu memiliki kedudukan yang mulia karena Islam menjelaskan bahwa surga berada di bawah "telapak kakinya". Karena itu, pendidikan anak dalam Islam tidak hanya menjadi tanggung jawab ibu, tetapi juga ayah.
Hal ini karena pembentukan generasi yang tangguh lahir dari keluarga yang tangguh pula. Sementara itu, sebuah keluarga disebut kuat dan tangguh jika ayah yang berkedudukan sebagai pemimpin mampu memenuhi kebutuhan anggota keluarganya, baik berupa fisik, naluri, maupun akal. Dengan terpenuhinya kebutuhan tersebut, sebuah keluarga akan memiliki kehidupan yang tenang dan tenteram.
Gambaran sosok ayah luar biasa yang kisahnya abadi sepanjang masa dapat kita lihat dalam Al-Qur'an surah Luqman ayat 13, "Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya,"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar."
Di sisi lain, agar seorang ayah dapat memiliki waktu yang cukup bagi anak-anaknya, negara (Khilafah) akan memberikan support sistem. Dalam hal ini, negara akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya dengan gaji yang layak agar para ayah dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Negara juga akan menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi seluruh rakyat.
Dengan adanya jaminan kehidupan dari negara, para ayah akan memiliki waktu yang cukup untuk mendidik anak-anaknya atau sekadar bermain dengan mereka. Hebatnya lagi, Islam menjamin bahwa anak-anak tetap memiliki figur ayah dalam menjalani berbagai aktivitas kehidupan. Hal ini sebagaimana diatur dalam sistem perwalian Islam.
Khatimah
Kehidupan kapitalistik dan budaya patriarki yang menempatkan ayah sebagai mesin pencari nafkah semata, telah menggerus peran mereka dalam keluarga sebagai pemimpin dan pendidik anak-anaknya. Paradigma tersebut hanya bisa diruntuhkan dengan kembali pada Islam dan seluruh aturannya. Di bawah sistem Islam, ayah dan ibu dapat menjalankan perannya dengan baik dan mampu melahirkan generasi yang baik pula.
Wallahualam bissawab.