| 24 Views

Evakuasi Muslim Gaza Semakin Memudahkan Penjajahan Zionis

Oleh : Kiki puspita

Dilansir dari Beritasatu.com - Presiden Prabowo Subianto menyatakan Indonesia siap menampung ribuan warga Gaza, Palestina yang menjadi korban kekejaman militer Israel.  Presiden Prabowo akan mengirim pesawat untuk menjemput mereka, bahkan beliau mengatakan bahwa Indonesia siap menampung warga Palestina yang terluka, mengalami trauma, anak-anak yatim piatu, serta mereka yang membutuhkan perawatan darurat akibat diserang Israel.

Demikianlah pernyataan Presiden Prabowo yang disampaikan pada 9 April 2025 lalu. Pengumuman Presiden ini menarik untuk dicermati karena disampaikan ditengah suasana ketakutan pemerintah akibat pemberlakuan tarif impor 32% oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump untuk berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.

Rencana Presiden Prabowo tersebut diduga merupakan upaya untuk membujuk Trump agar mau mengurangi besarnya tarif yang akan mengancam perekonomian dalam negeri. Jika ini memang benar, tentu hal ini sangat menyakitkan bagi warga Gaza. Secara tidak langsung hal ini menunjukan keberpihakan pemerintah kepada Zionis yang ingin mengusir warga Gaza dari sana.

Presiden Trump memang tampak berambisi untuk menguasai gaza dan berusaha untuk mengosongkan wilayah Gaza yang dikenal sebagai The Trump Peace Plan. Ia mengatakan bahwa wilayah Gaza sudah tidak layak dihuni bagi warganya. Ia bahkan berupaya mengajak negara-negara Arab seperti Mesir, yordania, Turki, dll. agar mau menjadikan wilayahnya sebagai tempat relokasi warga Gaza. Namun menolak keinginan Trump dengan berbagai alasan tidak menjadikan trump berhenti untuk melakukan kontak-kontak rahasia dengan berbagai negara afrika agar mereka mau menerima imigran warga Gaza.

Meskipun Pemerintah Indonesia selalu menyuarakan dukungan dan simpatinya terhadap
Palestina, namun faktanya dengan pernyataan Presiden Prabowo ini sejatinya menunjukan ketidak berdayanya Pemerintah untuk menolak kemauan Trump.

Banyak analisis juga menyebutkan bahwa, keterikatan Pemerintah Indonesia dengan Cina dalam perang dagang, menjadikan Amerika tidak senang. Sehingga Amerika menggunakan strategi untuk memenangkan kepentingan politik dan ekonominya, dengan merencanakan pemindahan warga Gaza.

Peran politik Indonesia tentu sangat diharapkan dalam menyelesaikan berbagai problem dunia, termasuk krisis Palestina khususnya genosida Gaza. Namun, alih-alih menggunakan potensinya yang luar biasa untuk merebut kepemimpinan global dan memaksa Zionis hengkang dari bumi Palestina, kebijakan politik luar negeri Indonesia selama ini justru cenderung disetir oleh negara adidaya, khususnya Amerika.

Dalam kasus Gaza-Palestina, misalnya, Indonesia hanya bisa koar-koar akan membela dan turut aktif menyelesaikan konflik di sana. Sebagaimana negeri-negeri muslim lainnya, Indonesia memilih posisi aman dengan hanya mengambil peran dalam pemberian sedikit bantuan logistik, atau basa-basi diplomatik dan pengiriman pasukan keamanan di bawah bendera PBB yang nyatanya sama sekali tidak mampu menyelesaikan akar konflik, yakni bercokolnya entitas Zionis penjajah di tanah milik umat Islam, Palestina.

Bahkan terkait Gaza, penguasa Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya tidak tergerak sedikit pun untuk mengangkat kesedihan mereka dengan mengumandangkan jihad, juga menerjunkan tentara dan senjata. Mereka hanya diam melihat puluhan ribu warga Gaza dibantai dengan cara yang tidak masuk nalar manusia. Mereka bahkan berkata, solusi masalah Palestina adalah membagi tanah menjadi dua dan memberikan salah satunya kepada pihak penjajah, atau membantu menampung mereka yang tertindas. Namun pada saat yang sama, membiarkan Tanah Gaza direbut paksa oleh entitas Zionis dan Amerika.

Sungguh, paham batil sekularisme dan kapitalisme serta nasionalisme yang telah lama bercokol di negeri-negeri Islam, telah berhasil menghapus ikatan persaudaraan hakiki atas dasar iman. Alih-alih mengomando dan memimpin jihad melawan musuh-musuh aktifnya, para penguasa muslim, justru rela menjadi penjaga sistem negara bangsa yang dahulu dibuat para penjajah untuk melemahkan kekuatan umat sekaligus melanggengkan hegemoni negara adidaya atas mereka.

Umat semestinya paham, merekalah pemilik hakiki kekuasaan. Tanpa sokongan umat, para penguasa di negeri-negeri Islam tidak akan pernah memiliki legitimasi atas jabatan kekuasaannya. Itulah sebabnya kita melihat mereka mencari jalan pintas dengan mencari dukungan dari kekuatan negara adidaya. Mereka bahkan rela menjadi penjaga setia bagi kepentingan tuannya, meski pada saat yang sama mereka rela mengkhianati dan bersikap otoriter terhadap rakyatnya.

Mereka pun tampaknya lupa, sikap seperti ini adalah perbuatan dosa. Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah mati seorang hamba yang Allah minta untuk mengurus rakyat, sedangkan dia dalam keadaan menipu (mengkhianati) rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga bagi dirinya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Mewujudkan Kepemimpinan Islam
Satu-satunya cara menolong Gaza adalah dengan mengerahkan seluruh potensi umat untuk jihad fi sabilillah. Hanya saja kita tidak mungkin berharap aktivitas yang sangat agung dan mulia ini akan diinisiasi oleh para penguasa muslim yang sedang berkuasa hari ini. Adapun yang siap dan layak memimpin jihad semesta hanyalah seorang khalifah yang dibaiat oleh umat untuk menjalankan seluruh syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Keberadaan seorang khalifah memang masih menjadi Tugas besar bagi seluruh umat Islam. Sejak Khilafah terakhir runtuh akibat kontribusi Barat, lebih dari seratus  tahun, dua miliar umat muslim hidup tanpa pengurus dan penjaga. Padahal, syariat Islam menetapkan batas maksimal umat boleh hidup tanpa baiat kepada khalifah hanyalah tiga hari tiga malam. Pantas jika sepanjang masa itu, kehidupan umat Islam dipenuhi dengan berbagai kesempitan. Berbagai krisis, mulai dari politik, ekonomi, moral, sosial, hukum, hankam, dan lain sebagainya.

Oleh karenanya, sudah saatnya umat berjuang menegakkan Khilafah yang dahulu selama belasan abad telah berhasil membuat mereka bersatu dan menjadi kekuatan adidaya. Caranya adalah dengan menggencarkan dakwah membangun kesadaran agar umat paham bahwa Islam bukan sekadar agama ritual, melainkan sebagai sebuah ideologi yang datang sebagai solusi atas semua problem kehidupan.

Bahkan dalam konteks hari ini, Islam lah satu-satunya sistem hidup yang layak menggantikan sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini terbukti mampu dan menghentikan kezaliman, termasuk melegalkan penjajahan sebagaimana dilakukan Amerika dan Zionis di Palestina, bahkan di berbagai belahan dunia lainnya.

Kedatangan kembali Khilafah memang sudah janji Allah sekaligus  kabar gembira dari Rasul-Nya. Namun, memperjuangkannya merupakan wilayah ikhtiar yang mesti kita pilih sebagai manifestasi iman. Tentu jalan ini bukan jalan yang mudah, tetapi Allah Swt. telah menyiapkan pahala berlimpah dan balasan berupa surga bagi mereka yang ikhlas dan sungguh-sungguh menapaki jalan yang telah dicontohkan baginda Rasulullah ﷺ.

Waulohua'lam bissowab.


Share this article via

14 Shares

0 Comment