| 84 Views

Ekspor Indonesia Dikenai 19%, Impor AS Nol: Kok Rasanya Kita yang Rugi?

Oleh: Ummu Laits
Pembina UKM IMUS UNIDAYAN

Baru-baru ini, Donald Trump mengklaim telah mencapai kesepakatan dengan Presiden Indonesia yang memungkinkan barang-barang dari AS masuk ke Indonesia tanpa cukai (0%), sementara ekspor Indonesia ke AS dikenakan tarif hingga 19%. Trump menyebut Indonesia kini memberikan akses penuh atas seluruh sektor, termasuk sumber daya tembaga. Ia juga menyatakan bahwa Indonesia telah berkomitmen membeli produk-produk Amerika, seperti energi senilai US$15 miliar, produk pertanian US$4,5 miliar, dan 50 unit pesawat Boeing (ccindonesia.com, 16 Juli 2025; AFP).

Keuntungan Semu

Walaupun menurut Presiden Prabowo Subianto (setkab.go.id, 16 Juli 2025) bahwa tarif eksport  barang Indonesia ke AS mengalami penurunan dari sebelumnya 32% menjadi 19% yang akan memberi keuntungan untuk jutaan pekerja Indonesia. Yaitu para pekerja pada komoditas ekspor Indonesia salah satunya ke AS diantaranya, mulai dari alas kaki, tekstil, furnitur, udang, hingga produk pertanian seperti kopi dan lain-lain.
Atas hal itu didorong menurut dari guru besar hukum internasional universitas indonesia menyebutkan bahwa dengan kesepakatan kilat yang telah disepakati dapat memberikan keuntungan semua diantaranya yaitu penguatan pelaku usaha dalam negeri khususnya pemerintah harus memperkuat daya asing BUMN dan pelaku usaha agar tidak kalah saing dengan produk-produk AS yang akan membanjiri pasar domestik. selain itu, adanya antisipasi tekanan dari mitra dagang lain seperti China, Uni Eropa dan negara lain yang akan menjadikan indonesia sebagai pasar utama bisa menuntut konsesi  serupa.

Resiko Kesepakatan Kilat As-Indonesia

Kesepakatan kilat antara Indonesia dan Amerika serikat (AS) memberikan keuntungan jangka pendek, tapi menyimpan sejumlah resiko strategis dan sistematis. Berikut risiko utamanya:
Pertama: kedaulatan ekonomi terancam: akses penuh asing ke semua sektor berarti privatisasi asset strategis, dominasi industri oleh perusahaan luar, dan Indonesia hanya menjadi pasar, bukan produsen. Kedua: diskriminasi terhadap industri lokal: produk asing masuk tanpa hambatan, sementara industri lokal kalah bersaing karena kurangnya perlindungan tarif, skala dan teknologi lokal kalah jauh. Akibatnya UMKM dan manufaktur dalam negeri bisa tergilas. Produk asing akan membanjiri pasar. UMKM lokal tidak mampu bersaing harga, kualitas atau teknologi. Pada posisi ini Negara justru melumpuhkan kekuatan ekonomi rakyatnya sendiri. Ketiga: pembukaan akses ke sektor sensitif: AS bisa menuntut akses ke sektor pertambangan dan energi yang jika tidak diatur dengan keta. Keempat, Kemiskinan dan pengangguran akan semakin besar karena industri dan UMKM akan tergerus dengan persaingan produk luar.

Akar masalahnya Sistem Ekonomi Kapitalis Sekuler

Jika kita telisik lebih dalam, apa yang dilakukan oleh AS saat ini tidak terlepas dari mabda yang sedang mereka terapkan yaitu mabda sekulerisme kapitalisme. Mereka mencoba untuk semakin mengokohkan penjajahannya di negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia.

Dalam sistem ekonomi kapitalis, Adam smith (pelopor ekonomi kapitalis) meyakini bahwa pasar bebas adalah salah solusi terbaik berbagai persoalan ekonomi Adam Smith meyakini bahwa mekanisme pasar bebas merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan berbagai persoalan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dalam pandangannya, kebebasan dalam aktivitas ekonomi akan mendorong efisiensi, inovasi, dan keseimbangan alamiah antara permintaan dan penawaran.

Salah satu cara untuk merealisasikan sistem ekonominya, AS mengajak negara-negara di dunia untuk melakukan perdagangan bebas. Dengan perdagangan bebas, mereka bisa mendapatkan bahan baku dengan harga murah bahkan tanpa pajak, lalu mereka produksi dalam negeri, dan jual dengan harga mahal ke luar negerinya. Namun kenyataannya, penerapan sistem pasar bebas ini justru menimbulkan kesenjangan sosial yang tajam. Masyarakat terbelah: yang kaya semakin kaya, sedangkan yang miskin makin terpinggirkan.

Jika kita bawa dalam negara. Maka negara yang kaya akan semakin kaya dengan penjajahannya dan negara yang dijajah akan semakin miskin. Penetapan tarif pajak 0% untuk AS ketika memasukkan produk-produknya ke Indonesia, adalah salah satu strategi AS untuk terus menjadikan Indonesia sebagai konsumen yang membeli produk dari AS dan tidak dibiarkan menjadi produsen yang bisa memproduksi secara mandiri. Bahkan ketika Indonesia mengimpor barangnya ke AS, justru tetap dikenakan pajak 19%.

Sungguh tidak fear. Untuk menjelaskan fenomena ini, Karl Marx (pengkritik sistem kapitalisme) mengemukakan teori Hukum Akumulasi Kapital, Karl Marx mengemukakan teori Hukum Akumulasi Kapital. Menurutnya, ketika pasar dibiarkan bebas tanpa regulasi, maka kekayaan akan terakumulasi di tangan segelintir pemilik modal besar. Akibatnya, ketimpangan sosial-ekonomi semakin melebar. Karl Marx menggambarkan sistem persaingan pasar bebas layaknya pertandingan tinju tanpa kelas. Semua boleh ikut bertarung—baik petinjukelas berat maupun kelas ringan, bulu, bahkan kelas “nyamuk”. Siapa yang akan menang?

Sudah tentu, mereka yang kuat dan besar. Analogi ini menggambarkan ketimpangan struktural yang terjadi: perusahaan besar dengan sumber daya melimpah akan selalu unggul dibandingkan usaha kecil yang rentan.

Agar tetap unggul dalam persaingan pasar, perusahaan kapitalis harus mampu menjual produk dengan harga termurah. Strategi utamanya adalah menguasai sumber-sumber bahan baku penting seperti pertambangan, gas, batubara, dan air. Namun ketika produksi terus meningkat, pasar domestik menjadi tidak cukup. Maka, ekspansi global menjadi keharusan. Di sinilah mereka menerapkan hegemoni ekonomi global.

Solusi Islam

Jika Indonesia mau mandiri dan maju, harus bisa melepaskan diri dari perdagangan bebas (liberalisasi) karena itulah penjajahan gaya baru saat ini. Alhasil, solusinya tidak hanya pada tataran teknis, tetapi harus sampai pada level paradigma kebijakan, yaitu gambaran negara mandiri dan maju sebagaimana diharapkan rakyat negeri ini. Taqiyuddin An-Nabhani dalam

Kitab Daulah Islam sudah menjabarkan peraturan dalam Islam terkait sistem ekonomi Islam diantaranya:
Pertama: Negara mengatur urusan pertanian berikut produksinya, sesuai dengan kebutuhan strategis pertanian untuk mencapai tingkat produksi semaksimal mungkin. Kedua: Negara mengatur semua sektor perindustrian dan menangani langsung jenis industri yang termasuk ke dalam pemilikan umum. Ketiga: Perdagangan luar negeri berlaku menurut kewarganegaraan pedagang, bukan berdasar tempat asal komoditas. Pedagang kafir harbi dilarang mengadakan aktivitas perdagangan di negeri kita, kecuali dengan izin khusus untuk perdagangannya atau komoditasnya. Keempat: Investasi dan pengelolaan modal asing diseluruh negara tidak diperbolehkan, termasuk  larangan memberikan hak istimewa kepada pihak asing.

Jika profil negara maju yang diharapkan rakyat adalah negara yang mampu menyejahterakan setiap individu serta mandiri dalam membangun industri demi memenuhi seluruh kebutuhan  rakyat dan negara, maka Khilafah Islamiyah adalah model idealnya. Visi Khilafah adalah menjadi rahmat bagi seluruh alam, dengan menjadikan wahyu Allah sebagai sumber hukum dan negara sebagai pelayan rakyat.

Negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat sekaligus memfasilitasi mereka untuk menjalankan tugas sebagai hamba Allah. Karena itu, sektor industri mendapat perhatian besar dalam sistem Khilafah. Syariat Islam bahkan menetapkan bahwa industri dalam Khilafah harus berbasis jihad-yakni dibangun untuk mendukung pertahanan negara.

Oleh karena itu, Khalifah akan menyiapkan industri-industri strategis, mulai dari mesin berat, persenjataan, hingga sandang dan pangan, demi mewujudkan visi politik industri yang mandiri, kuat, dan mampu bersaing dengan negara-negara maju lainnya. Untuk merealisasikan visi besar tersebut, syariat telah menetapkan sumber pembiayaan industri dari baitulmal yang memiliki tiga pos utama: (1) fai dan kharaj seperti ganimah, jizyah, dan kharaj; (2) kepemilikan umum seperti hasil tambang, air, hutan, laut, dan energi; serta (3) sedekah, termasuk zakat mal, zakat pertanian, dan zakat ternak. Ketiga pos ini sudah sangat cukup untuk membiayai pemerintahan dan memenuhi kebutuhan rakyat, termasuk pembangunan industri strategis.

Selain itu, masih ada sumber-sumber tambahan seperti harta haram hasil kezaliman penguasa, denda, khumus, rikaz, harta tanpa ahli waris, harta orang murtad, serta dharibah yang dikenakan dalam keadaan darurat.

Semua ini menjadikan Khilafah memiliki fondasi ekonomi yang kuat untuk menjalankan fungsinya sebagai pelayan umat. Oleh karenanya alih-alih ditekan oleh negara lain, Khilafah akan membuat negeri menjadi berdaulat, sejahtera, penuh berkah dan bebas dari cengkraman kekuatan asing yang selama ini menguasai sumber daya alam dan mengatur arah kebijakan ekonomi nasional.

Sistem ini menjamin distribusi kekayaan yang adil, mendorong pertumbuhan berbasis kebutuhan riil masyarakat, serta menutup celah dominasi kapital asing dan korporasi raksasa. Dengan begitu, rakyat tidak hanya merasakan kesejahteraan lahir, tetapi juga ketenangan batin karena kehidupan diatur sesuai dengan tuntutan syariat. Inilah jalan menuju negeri yang mandiri, kuat, dan diridhai Allah SWT.

Wallahu a’lam bish-shawab.


Share this article via

19 Shares

0 Comment