| 20 Views
Duka Mendalam dari Sebuah Pondok Pesantren, Takdir atau Kelalaian

Evakuasi korban musala Ponpes Sidoarjo ambruk masih terus dilakukan. (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)
Oleh: Asmanah
Aktivis Muslimah
Gedung lantai 4 pondok pesantren Al Khaziny ambruk menimpa santri yang sedang shalat ashar di lantai 2, jumlah korban sekitar 60-an dan di antaranya 37 korban meninggal dunia.
Berdasarkan data BNPB, Minggu, (5/10/2025), tim gabungan telah menemukan 12 jenazah dan satu lagi potongan manusia dari balik reruntuhan bangunan lantai 4 musola.
BNPB telah meminta tim ahli dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) untuk melakukan investigasi forensik struktur bangunan secara menyeluruh sehingga bisa memberikan rekomendasi proses evakuasi.
Tragedi robohnya bangunan pondok pesantren Al khoziny di sidoarjo meninggalkan duka yang mendalam, kejadian ini kembali membuka mata kita akan pentingnya keselamatan dalam setiap pembangunan gedung terutama di fasilitas pendidikan.
Mengapa masih terjadi bangunan roboh sehingga menelan korban?. Apakah konstruksi bangunan tidak kuat atau kah pengawasannya buruk?.
Pembangunan pondasi memang bukan tugas yang mudah, maka dari itu ketahanan pondasi menjadi faktor krusial dalam konstruksi bangunan. Pembuatan pondasi yang kuat sering kali memerlukan biaya yang signifikan.
Sayangnya, kurangnya pemahaman akan pentingnya pondasi dan keengganan untuk mengalokasikan anggaran lebih seringkali berujung pada konstruksi bangunan tanpa pondasi yang memadai. Beberapa bangunan bahkan dibangun hanya dengan memperhatikan kemampuan berdiri tanpa memperhitungkan kekuatan pondasi yang seharusnya menjadi dasar utama keamanan stabilitas. Kurangnya dana untuk pembangunan pondok pesantren dikarenakan hanya mengandalkan wali santri dan donatur yang terbatas.
Seharusnya, fasilitas pendidikan termasuk di pondok pesantren adalah tanggung jawab pemerintah. Di mana pemerintah wajib menyediakannya, tidak boleh dibebankan pada masyarakat yang akhirnya terjadilah kejadian seperti ini. Sehingga masyarakat pasrah saja dan menganggap ini adalah takdir.
Robohnya bangunan di salah satu pondok pesantren tersebut jelas bukan semata mata takdir. Hal ini adalah pertemuan maut dan kelalaian etika, keteledoran praktik konstruksi ilegal dan buruknya penegakan regulasi. Tragedi ini bukan sekedar tragedi pilu. Ini adalah panggilan bagi setiap pengelola pondok untuk menegakan tanggung jawab moral, hukum dan profesional, karena keselamatan santri adalah amanah yang tak bisa diabaikan. Jadi kesalahan manusia tidak bisa disembunyikan dibalik kata takdir.
Tragedi Al-khoziny adalah peringatan keras bagi seluruh umat. Takdir memang bagian dari kehidupan, namun kelalaian manusia dapat berujung tragis. Jangan biarkan lagi pesantren yang seharusnya menjadi benteng ilmu berakhir menjadi kuburan yang diakibatkan kelalaian manusia. Masyarakat, pengasuh dan pihak berwenang harus bersinergi untuk memastikan bahwa pondok pesantren tidak hanya menjadi pusat ilmu dan iman tetapi juga tempat yang aman bagi para santri.
Lalu Bagaimana Islam Menyikapi Tragedi ini?
Agar musibah serupa tidak terulang lagi, solusi yang berakar dari perspektif Islam harus segera di implementasikan. Islam mewajibkan negara menyediakan fasilitas pendidikan dengan standar keamanan, kenyamanan dan kualitas yang baik.
Negara wajib menjaga amanah nyawa rakyat. Pemerintah memiliki mandat dan kewajiban utama untuk menegakan standar bangunan, memeriksa secara rutin pada regulasi konstruksi pesantren serta mengawasi penerbitan izin. Jika negara lalai menjalankan peran ini, maka penderitaan rakyat menjadi beban dosa kolektif.
Di dalam Islam, pendanaan fasilitas pendidikan diatur dalam sistem keuangan baitul mal. Baitul mal adalah lembaga yang secara historis berfungsi sebagai perbendaharaan negara. Juga untuk mengelola dana umat seperti zakat, infak, sedekah dan harta kekayaan lainya. Pada masa khalifah umar bin Khattab, baitul mal dilembagakan secara resmi dan menjadi pusat pengelolaan keuangan negara yang lebih terorganisir untuk mensejahterakan umat termasuk pendidikan.
Negara juga bertanggung jawab penuh terhadap fasilitas pendidikan tanpa membedakan sekolah negeri dan swasta sehingga umat menjadi tentram dan sejahtera.
Pengawasan di bawah naungan khilafah dalam sistem Islam yang sejati menempatkan negara sebagai pihak yang konsisten mengawasi seluruh aspek kehidupan. Termasuk sektor konstruksi lembaga islam. Di bawah khilafah, penegakan hukum dan standar berjalan tegak tanpa kompromi politik.
Mari kita tegakan standar syariah dalam setiap bangunan, setiap regulasi, serta di dalam hati kita. Kita juga harus menjadi generasi Islam yang mengemban amanah bukan yang merintih di bawah puing-puing. Hanya dengan sistem Islam kaffah lah, tragedi seperti ini tidak akan berulang.
Wallahualam bishowab.