| 56 Views

Dari Gelap Menuju Terang dengan Solusi Langit!

Oleh : Ummu Zhafran
Pegiat Literasi

Indonesia gelap mendadak jadi viral. Tagarnya bahkan jadi tren di semua platform media sosial selama berminggu-minggu. Gelombang aksi mahasiswa yang berlangsung simultan dari berbagai penjuru negeri pun tak ragu mengusung #Indonesiagelap jadi tema mereka.

Akibatnya, tak sedikit media asing yang tertarik meliput ragam demonstrasi tersebut. The Star, media asal Malaysia, menggambarkannya sebagai bentuk ketidakpuasan rakyat Indonesia terhadap kebijakan-kebijakan dalam seratus hari kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden terpilih. 

Kebijakan yang dimaksud tentu berupa aneka ketetapan yang dianggap merugikan rakyat dan mengancam masa depan  bangsa—salah satunya adalah pemotongan anggaran di sejumlah sektor. Utamanya bagi sektor vital, seperti pendidikan dan kesehatan.

Tentu kita layak prihatin atas situasi yang semakin gelap dalam pandangan berbagai lapisan masyarakat saat ini. Kenyataannya bahkan semua masalah yang menjadi tuntutan adik-adik mahasiswa masih belum mencakup semua sengkarut masalah negeri. Soal pagar laut dan terbakarnya kantor kementerian terkait, pemangkasan anggaran, hiruk pikuk efek negatif dari program MBG yang dialami anak-anak, dan korupsi yang merajalela, baru sebagiannya saja. Masih banyak lagi lainnya seperti darurat narkoba, pergaulan bebas alias zina, penyimpangan seksual, serta kriminalisasi guru. Begitu banyaknya hingga kasus demi kasus terjadi seolah lebih cepat dari ujung pena yang menuliskan. Parah.

Menyikapi situasi dan kondisi kini, penting untuk selalu mengedepankan analisa terhadap akar masalah hingga dapat menemukan solusi yang mendasar. Mengutip perkataan Ustaz Ismail Yusanto, cendekiawan muslim, bahwasanya perlu untuk senantiasa berpikir dari akarnya. Sebab perkara yang terjadi bertubi-tubi selama ini merupakan percikan dari akar persoalan yang lebih besar yaitu wujudnya demokrasi transaksional. Hal inilah antara lain yang memicu ketidakadilan hukum, politik balas budi, korupsi, bahkan tak segan menempuh jalan mengubah konstitusi demi kepentingan pribadi dan golongan. (muslimahnews.net, 24/2/2025) 

Memang bukan rahasia lagi, banyak orang telah mengetahui praktik transaksional tersebut sejak lama. Tapi tak banyak yang tahu demokrasi memang cacat sejak lahir. Bahkan saat kelahirannya dicaci-maki di negeri asalnya, Yunani. Aristoteles, menyebut demokrasi sebagai sistem bobrok karena pemerintahan dilakukan oleh massa, risikonya rentan akan anarkisme.

Dalam buku The Republic, karya Plato juga disebutkan liberalisasi atau gaya hidup bebas sesukanya merupakan kutukan yang membuat demokrasi selamanya akan gagal. Menurut Plato saat itu, citra negara benar-benar rusak akibat penguasa korup. Karena demokrasi terlalu mendewakan kebebasan individu berlebihan sehingga membawa bencana bagi negara, yakni anarki yang dengan sendirinya memunculkan tirani alias  otoriter. (Wikipedia)

Maka kembali ke soal gelap, jika menginginkan terang tentu solusinya dengan meninggalkan akar penyebab hadirnya kegelapan. Kemudian mengambil solusi dari Sang Pemilik Cahaya, Allah Swt.
Firman Allah Swt.,

“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”(QS Al Baqarah: 257). 

Dalam kitab tafsirnya, Imam Ibnu Katsir menjelaskan,  bahwa Allah Swt. memberi petunjuk orang yang mengikuti jalan yang diridai-Nya ke jalan keselamatan. Untuk itu Dia mengeluarkan hamba-hamba-Nya yang mukmin dari kegelapan, kekufuran, dan keraguan menuju kepada cahaya yang jelas lagi gamblang, terang, dan mudah.

Di ayat ini pula Allah mengungkapkan lafaz an-nur dalam bentuk tunggal, sedangkan lafaz zalam (kegelapan) dinyatakan dalam bentuk jamak. Dengan kata lain, disebutkan demikian karena perkara cahaya kebenaran itu satu, sedangkan perkara yang gelap itu beraneka ragamnya.

Oleh karena itu harus diakui, kegelapan yang banyak macamnya itu bukan saja di negeri ini tapi juga dunia. Selama demokrasi masih diagungkan, selama itu pula kegelapan berupa kezaliman dan kesengsaraan betah mengiringi. Kiranya kini saat yang tepat untuk bertanya, hendak gelap sampai kapan? Tidak inginkah kita hidup dalam naungan syariat Sang Pemilik Cahaya mengikuti teladan Nabi Muhammad saw. dan para sahabat yang mulia? Tapi sebelumnya, mari mengkaji Alquran dan Sunnah Rasulullah saw. agar paham tentang Islam yang rahmatan lil ‘alamin!.

Wallahua’lam.


Share this article via

26 Shares

0 Comment