| 8 Views
Danantara : Dana Segar yang Menguntungkan Oligarki?

Oleh : Siti Zulaikha, S.Pd
Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi
Presiden Prabowo Subianto mengambil resiko tinggi dalam pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara. Undang-undang Badan Usaha Milik Negara yang disahkan pada 4 Februari 2025 menyebutkan Danantara akan menguasai 99% saham perusahaan negara. Sisanya dipegang Kementerian BUMN. Tempo.co 16/2/2025
Tugas Danantara adalah mengelola semua aset BUMN, termasuk dividen yang selama ini menjadi penerimaan negara bukan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Kompas.id
Danantara berawal dari cita-cita ayahanda Presiden Prabowo Subianto yang berpendapat bahwa jika BUMN memberikan 1-5% labanya untuk dikelola oleh suatu badan investasi yang akan membeli saham perusahaan swasta, maka keuntungan dari saham berupa dividen maupun keuntungan penjualan saham akan digunakan untuk membantu ekonomi masyarakat. Alhasil Presiden Prabowo menggunakan dividen BUMN yang sedianya disetor ke kas negara sebagai PNBP, dialihkan menjadi investasi pemerintah di Danantara.
Selanjutnya Danantara akan memperoleh penambahan modal melalui mekanisme investasi pemerintah yakni pengeluaran pembiayaan dalam APBN dari hasil kebijakan efisiensi APBN yang diperkirakan sebesar 556 Triliun Rupiah. Money.kompas.com
Padahal efisiensi APBN ini telah membuat dampak langsung bagi kinerja pemerintahan, khususnya kinerja layanan publik. Layanan pendidikan dan kesehatan yang sangat dibutuhkan masyarakat diprediksi akan semakin sulit diakses.
Sungguh miris, desain ekonomi yang nampaknya sedang disiapkan pemerintah hari ini adalah konsep kapitalisme dengan mengusung ekonomi kerakyatan. Namun, negara tidak melepaskan diri dari oligarki yang telah menjadi tim suksesnya. Maka pembentukan Danantara tidak lain merupakan langkah untuk optimalisasi modal dan Aset BUMN seperti halnya Cina dalam mengejar pertumbuhan ekonomi. Sehingga bisa dipastikan bahwa aktor yang menikmati Danantara adalah para oligarki, seperti yang terlihat dari jajaran petinggi Danantara.
Kebijakan pemerintahan yang mengedepankan investasi di tengah sulitnya rakyat mengakses kebutuhan-kebutuhannya bisa dinilai sebagai kebijakan yang tidak mendukung kepentingan rakyat. Karena itu, muncul aksi demo Indonesia gelap yang digelar sebagai pengingat bagi pemerintah saat merumuskan kebijakan.
Pada aksi demo ini, pemerintah diminta untuk melihat semua aspek dalam menjalankan pemerintahan di Indonesia agar benar-benar berpihak kepada rakyat. Modal raksasa ini adalah uang rakyat karena APBN bersumber dari pajak. Namun pemerintah malah mempertaruhkannya dalam persaingan bebas global, mulai dari menarik investasi asing maupun sebagai modal investasi Indonesia di luar negeri.
Dana ini juga bisa dipakai untuk investasi di program prioritas pemerintah, seperti hilirisasi minerba dan batubara hingga sawit. Apakah investasi Danantara akan dinikmati rakyat? Tentu saja tidak! Hasilnya hanya akan dinikmati oleh para oligarki minerba dan sawit, agar mereka bisa meluaskan ekspansi bisnisnya di pasar global. Jika investasi gagal maka uang rakyat hilang dan tak mungkin kembali, dan kalaupun berhasil akankah hasilnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat?
Sebelum ada Danantara saja, kebijakan pemerintah sudah berulang kali mengecewakan rakyat. Penyebabnya adalah penerapan sistem kapitalisme oleh penguasa dan penerapannya sebagai landasan perekonomi. Akibatnya, penguasa abai dari peran utamanya sebagai raa'in (pengurus rakyat). Negara tak lain hanya sebagi regulator kebijakan yang memuluskan kepentingan pemilik modal (investor).
Inilah akar masalah sesungguhnya, yakni penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Oleh karena itu, perubahan menuju sistem shahih yang membawa keberkahan bagi kehidupan umat harus diwujudkan, sistem shahih itu adalah sistem Islam Kaffah yang terimplementasi dalam negara Islam, yakni khilafah Islamiyah.
Islam memberikan tuntunan tentang konsep kepemilikan dan bagaimana mengelolanya. Islam memiliki sistem ekonomi yang telah menentukan tata cara pengelolaannya serta siapa yang berhak mengelola juga kepada siapa hasil itu diperuntukkan. Hal ini diatur secara rinci oleh syariat Islam, dalam hal ini sistem ekonomi Islam. Dengan sistem ekonomi Islam, maka kesejahteraan rakyat akan terwujud individu per individu. Sebab beginilah Islam menetapkan standar kesejahteraan bukan kesejahteraan kolektif sebagaimana dalam sistem kapitalisme.
Islam menetapkan kebutuhan atas pangan, papan dan sandang sebagai kebutuhan pokok setiap individu rakyat. Islam juga menetapkan keamanan, pendidikan dan kesehatan sebagai hak dasar seluruh masyarakat, pemenuhannya merupakan tanggung jawab negara. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok direalisasikan negara dengan mewajibkan laki-laki memberi nafkah kepada diri dan keluarganya, mewajibkan kerabat dekat untuk membantu saudaranya, negara membantu rakyat miskin, negara juga wajib membuka lapangan kerja yang luas.
Melalui pengaturan pengelolaan dan distribusi hak milik yang adil dan merata sesuai Islam, negara wajib dan mampu menyediakan pelayanan keamanan, pendidikan dan pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat secara gratis. Negara tidak boleh berlepas tangan atas tanggung jawab ini, negara mengelola seluruh sumber daya alam yang merupakan harta milik umum, seperti tambang-tambang penting, kekayaan laut, hutan dan lain sebagainya untuk sebesar-besar kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Dalam Islam, investasi bukan jalan untuk mendapatkan pemasukan bagi negara. Pemasukan utama negara dalam Islam hanya 3 pintu, yakni pos fai' dan kharaj, pos kepemilikan umum dan pos zakat. Ini terbukti selama kurang lebih 13 abad Khilafah mampu menyejahterakan rakyatnya pada level yang luar biasa.
Wallahualam bissawab