| 26 Views
Beras dalam Sistem Kapitalis

Oleh: Isromiyah SH
Pemerhati Generasi
Menurut data terbaru Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia menjadi negara penghasil beras terbesar keempat di dunia, namun harga beras di dalam negeri masih tergolong tinggi. Padahal, tingginya produksi seharusnya dapat mendorong harga beras turun.
Pada pekan ketiga bulan Juni 2025 Badan Pusat Stastistik (BPS) mencatat ada 150 daerah yang mengalami kenaika harga beras.
"Perkembangan harga beras zona 1 masih berada dalam rentang harga eceran tertinggi (HET). Dibandingkan Mei 2025, maka pada minggu ketiga Juni 2025 harga beras di zona 1 naik 1,13%," jelas Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini(Kontan.co.id).
Melansir Panel Harga Pangan dari Badan Pangan Nasional (Bapanas), per Kamis (12/6), harga rata-rata nasional beras medium di tingkat konsumen Rp 13.971 per kg. Nilai ini 11,77% di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp 12.500 per kg. Di Zona 1, harga beras medium mencapai Rp 13.390 per kg, ini 7,12% di atas HET Zona 1 sebesar Rp 12.500 per kg. Di wilayah Zona 2, harga beras medium Rp 14.162 per kg, ini 8,11% di atas HET Zona 2 yang sebesar Rp 13.100. Sementara Zona 3, harga beras medium Rp 16.764 per kg, 24,18% di atas HET yang sebesar Rp 13.500 per kg.
Tentunya ini menjadi sebuah anomali, mengingat Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim pasokan cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog mencapai 4 juta ton pada awal Juni lalu.
Akar masalah
Beberapa pengamat menyatakan kenaikah harga beras terjadi karena adanya kenaikan pada harga gabah. Namun sudah bukan rahasia lagi faktor penentu harga beras nasional adalah pihak swasta, karena 90% suplai beras dalam negeri dikuasai swasta. Pemerintah cuma 10% saja dari total suplai, jadi tidak terlalu signifikan mempengaruhi harga pasar, secara volume saja sudah kalah.
Dan hal utama yang sering menjadi masalah kenaikan harga beras adalah middleman-nya (perantara atau agen antara dua pihak dalam transaksi atau aktivitas tertentu). Jika murni teori supply demand, harusnya ketika stok melimpah harga beras tidak naik. Bahkan cenderung menurun. Jika sebaliknya maka masalah ada pada middleman-nya. Proses distribusi yang tidak normal, spekulasi dari pedagang dan pelaku pasar, serta tingginya biaya logistik seperti transportasi dan penyimpanan. Secara logika sulit dipahami, stok beras melimpah namun harga melonjak. Mahalnya harga beras menjadi beban berat rakyat yang mayoritas mengkonsumsinya sebagai makanan pokok.
Distribusi Pangan dalam Islam
Dalam Islam negara wajib menjamin kebutuhan pokok rakyat, termasuk beras dan komoditas pangan lainnya. Negara akan mengelola produksi, distribusi, dan cadangan pangan secara langsung, tanpa menjadikannya komoditas dagang. Tidak ada praktik penimbunan, kecurangan, monopoli dan pematokan harga karena semua dilarang. Negara akan memastikan harga barang mengikuti mekanisme pasar, bukan mematok harga.
Dari Anas ra., Rasulullah bersabda, “Harga pada masa Rasulullah ﷺ membumbung. Lalu mereka lapor, ‘Wahai Rasulullah, kalau seandainya harga ini engkau tetapkan (niscaya tidak membumbung seperti ini).’ Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Menggenggam, Yang Maha Melapangkan, Yang Maha Memberi Rezeki, lagi Maha Menentukan Harga. Aku ingin menghadap ke hadirat Allah, sedangkan tidak ada satu orang pun yang menuntutku karena suatu kezaliman yang aku lakukan kepadanya, dalam masalah harta dan darah.’” (HR Ahmad).
Haramnya pematokan harga tersebut bersifat umum untuk semua bentuk barang, tanpa dibedakan antara makanan pokok dengan bukan makanan pokok (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah dalam kitab An-Nizham al-Iqtishadiy fil Islam hlm. 448).
Negara akan menyediakan sarana dan prasarana dalam mendukung proses pendistribusian beras dengan infrastruktur publik yang memadai. Hal ini dilakukan agar akses pangan menjangkau seluruh wilayah, terutama wilayah terpencil yang mengalami keterbatasan pasokan pangan. Terhambatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pangan akan memicu kenaikan harga dan mengurangi daya beli masyarakat. Negara juga akan mengoptimalkan fungsi lembaga pengawasan serta penegakan hukum yang tegas bagi para pelanggar. Dalam kitab Ajhizah ad-Dawlah al-Khilâfah hlm.197, struktur khusus yang mengawasi berjalannya pasar secara sehat ialah kadi hisbah. Tugasnya adalah melakukan pengawasan dan berwenang memberikan putusan dalam berbagai penyimpangan secara langsung begitu ia mengetahuinya, di tempat mana pun tanpa memerlukan adanya sidang pengadilan.
WallahuAlam.