| 168 Views

Bahaya Laten Judol di Kalangan Anak dan Remaja

Oleh: Tuti Sugiyanti, Spd. I

Di era digital seperti sekarang, judi online (judol) bukan hanya menjadi masalah bagi orang dewasa, tapi juga mulai merusak anak-anak dan remaja. Lewat smartphone dan akses internet, siapapun akan tergoda untuk mencoba permainan judi online yang dikemas sangat menarik bahkan terkadang ada yang tersembunyi di balik game.

Maraknya judol yang menyasar di kalangan anak-anak,  ini bukan hanya kebetulan saja. Semua ini terbukti dengan ditemukannya transaksi judi online atau judol yang telah dilakukan oleh anak-anak. Pada per 8 Mei 2025 sudah tercatat sekitar 197.054 anak usia 10–19 tahun terlibat dalam aktivitas judol. Ini  merupakan hasil temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). (CNBN Indonesian).

Semua temuan ini diungkap oleh PPATK dalam Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko). Promensisko bertujuan memperkuat kapasitas pemangku kepentingan dalam memahami pola, mendeteksi dini, dan merespons secara efektif tindak pidana pencucian uang berbasis digital. Angka-angka yang ada ini bukan sekedar angka, namun dampak sosial dari  kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dikutip dari siaran pers Promensisko 2025, Kamis (8/5/2025).

Betapa sangat berbahayanya kondisi saat ini, ketika pengawasan orang tua lengah, kondisi keluarga yang tidak kondusif. Juga peran seorang ibu yang tidak maksimal. Seorang ibu Yang eharusnya menjadi garda terdepan dalam membentengi anak-anak dari kerusakan moral, sering kali tidak optimal dalam menjalankan fungsinya, karena turut bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga waktu untuk mendidik anak sangatlah terbatas, serta acuhnya peran seorang ayah yang menganggap bahwa tugas mendidik anak adalah tanggung jawab istri. Hal itu juga sangat mempengaruhi, hingga menjadi sebab anak-anak mencari pelampiasan yang akan membuat hati dan jiwanya tenang.
 
Kurikulum pendidikan saat ini dirancang bukan untuk membentuk anak berkepribadian Islam. Tetapi semata untuk memenuhi kebutuhan pasar industri. Sistem pendidikan seperti ini melahirkan  generasi yang lemah kepribadiannya sehingga tidak memiliki filter untuk mampu menyaring informasi yang benar dan salah. Akibatnya anak-anak mudah terbawa arus informasi yang salah. Kemudian keinginan dan gaya hidup anak juga bisa menjadi sebab mereka berkolaborasi dengan judol. Awalnya hanya ingin coba-coba, tapi semakin penasaran dengan hasilnya, maka lama-lama akan kecanduan. Demi melanjutkan rasa penasaran tadi, akhirnya  menjadi konsumen tetap judol.

Setiap perbuatan itu akan berdampak, begitupun dengan dengan judol, yang membawa dampak sangat serius. Anak-anak yang masih polos dan labil akan mudah sekali mengalami kecanduan karena tergiur dengan hadiah serta mendapatkan uang secara instan. Berbagai dampak kecanduan berawal dari malas belajar, sering berbohong baik kepada orang tua maupun orang lain, bahkan akhirnya mereka berani mencuri demi bisa bermain judol lagi. Selain itu,  judol juga akan merusak aqidah dan akhlak anak juga menjadikan anak bersifat serakah. Nah ini merupakan bahaya laten yang membayangi anak-anak dan membuat para orang tua cemas setiap saat.

Bagaimana tidak, konsekuensi dari sistem kapitalis secata nyata menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama. Sehingga tidak peduli dengan dampak yang akan ditimbulkannya. Dalam sistem ini segala yang dapat menghasilkan uang akan dimanfaatkan demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Celah yang demikian ini sengaja dibiarkan, bahkan difasilitasi oleh regulasi yang lemah. Kemudian ketika para aparat itu melihat polah tingkah para kapital, mereka pura-pura buta seolah kondisi saat ini aman-aman saja. Mereka seperti itu dikarenakan banyak aliran dana yang menguntungkan bagi pihak-pihak tertentu.

Inilah sistem kapitalis yang saat ini ada dan nyata di depan mata. Sistem yang tamak dan rakus seperti ini yang tentunya tidak akan bisa melindungi anak-anak dari bahaya laten dari judol. Kenapa demikian, karena di sistem kapitalis dengan asas manfaatnya akan menghalalkan segala cara untuk meraup keuntungan. Tidak peduli dampak apa dan kemudharatan yang akan terjadi, yang penting untuk besar dan bisa menyusun pundi-pundi cuan. Banyak perusahaan yang memanfaatkan anak-anak sebagai target pasar, tanpa peduli dampak psikologis atau moral. Negara pun sering tidak tegas, bahkan membiarkan iklan-iklan judol berseliweran di internet karena ada kepentingan ekonomi di baliknya. Dengan mendesain aplikasi judol itu semenarik mungkin sehingga bisa memikat para pemainnya.

Islam mengatur dalam segala lini, dari hal yang kecil sampai hal yang terbesar. Islam akan menutup rapat berbagai macam bentuk perjudian, Islam juga melarang keras untuk mengundi nasib (berjudi), Allah SWT telah berfirman dalam Al Qur'an yang bunyinya,  "Sesungguhnya judi itu termasuk perbuatan keji dan dari perbuatan syaitan. Maka jauhilah itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Ma’idah: 90)

Sistem Islam juga memiliki perlindungan yang berlapis-lapis agar masyarakat dan generasi tidak terjerat judol. Negara Islam akan menutup seluruh akses perjudian baik offline maupun online. Anak-anak akan dididik dengan menanamkan akidah dan akhlak sejak dini, sehingga bisa mengetahui perbuatan apa saja yang dilarang Allah SWT dan perbuatan apa saja yang diridhoi.

Negara Islam juga akan bertanggung jawab penuh untuk menjaga rakyat dari kerusakan fisik, moral, dan spiritual, termasuk kejahatan seperti judol. Ini seperti dalam hadist Rasulullah saw bahwasanya, “Imam adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya."

Selain itu, para orang tua juga akan diberi peran dan bimbingan sehingga akan menjadi orang tua yang bertanggung jawab untuk mendidik anak dalam lingkungan Islami yang tentunya akan melahirkan generasi yang bersyakhsiyah Islam dan berpola pikir Islam, serta siap untuk menghadapi tantangan dengan akidah yang kuat. 

Negara dalam Islam tidak hanya bertugas sebagai pengatur administratif, tetapi juga sebagai pelindung akidah dan penjaga moral publik. Sistem informasi dan teknologi, termasuk digitalisasi tidak akan dibiarkan berkembang liar atas nama kebebasan individu atau pasar, tetapi akan diarahkan sepenuhnya untuk kemaslahatan umat. Pengawasan terhadap media, internet, dan segala bentuk informasi digital akan dilakukan secara ketat dengan standar halal haram sebagai tolok ukur, bukan asas manfaat atau kebebasan berekspresi. Negara juga akan  menerapkan kurikulum pendidikan yang berbasis Islam dengan paten, sehingga tidak akan membingungkan karena sudah jelas arahnya. Tidak seperti kurikulum pendidikan kapitalis yang sering gonta ganti dan tidak jelas arah yang akan dituju.

Negara juga akan memberikan sanksi terhadap para pelaku judol, baik itu bandarnya, pemainnya, pembuat programnya, penyedia servernya, mereka yang mempromosikannya, dan siapa saja yang terlibat di dalamnya. Sanksi bagi mereka berupa takzir, yakni jenis sanksi yang diserahkan keputusannya kepada penguasa atau kepada hakim. Kadar sanksi yang dijatuhkan disesuaikan dengan tingkat kejahatannya. Atas tindak kejahatan atau dosa besar maka sanksinya harus lebih berat agar tujuan mencegah (zawâjir) dari sanksi ini diberikan.

Inilah gambaran negara Islam yang selalu melindungi rakyatnya dari hal-hal yang akan menimbulkan kemudharatan. Hanya dengan negara yang memakai sistem Islam kaffah yang  mampu melindungi rakyatnya secara menyeluruh dari kerusakan sistemis yang muncul dalam sistem kapitalisme. Inilah model kepemimpinan yang tidak sekadar memerintah, tetapi mengurusi, melindungi, dan memastikan setiap rakyat hidup dalam lingkungan yang bersih dari kejahatan dan maksiat.

Wallahu a'lam bishowab


Share this article via

28 Shares

0 Comment