| 127 Views

Arus Moderasi kian Gencar di Kalangan Pelajar

Oleh : Tyas Ummu Amira
Pemerhati Remaja

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melibatkan perempuan dan siswa sekolah di Manokwari, Papua Barat, menjadi agen perdamaian untuk melawan propaganda radikalisme dan terorisme.

BNPT bekerja sama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Papua Barat menyelenggarakan seminar bertajuk “Smart Bangsa-ku Bersatu Indonesia-ku” guna memberikan sosialisasi terkait pencegahan paham intoleransi, radikalisme, dan terorisme kepada perempuan dan siswa sekolah di Manokwari, Kamis (17-10-2024).

Fakta terkait moderasi beragama kian santer di kalangan mahasiswa dan juga pelajar.  Berbagai program pun sudah diluncurkan. Kita lihat sejak moderasi beragama dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024, seolah apa pun persoalannya, moderasi beragama solusinya. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga kampung-kampung, berbagai instansi, dan lembaga pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan, didorong menjalankan proyek moderasi beragama.

Baru-baru ini, Direktorat Pendidikan Agama Islam Kemenag bersama Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Lektur Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) melakukan penilaian terkait 40 naskah. Naskah ini terdiri atas buku teks utama PAI dan Budi Pekerti untuk siswa, guru, bahkan buku ajar PAI khusus perguruan tinggi umum (PTU).

Dirjen Pendidikan Islam Abu Rokhmad menjelaskan buku-buku baru ini sangat ditunggu oleh seluruh guru PAI. “Hadirnya 40 buku ini juga menjadi bukti nyata hadirnya negara di sekolah-sekolah. Meski mata pelajaran PAI hanya diajarkan dua jam dalam seminggu, mudah-mudahan buku-buku ini bisa dioptimalkan penggunaannya dan bisa berdampak pada cara beragama anak-anak di sekolah, yakni cara beragama yang toleran dan moderat,” ucapnya.

Ia berharap buku ini juga bisa membendung lajunya paham keagamaan yang ekstrem dan intoleran di ranah pendidikan. Sejumlah riset menunjukkan sekolah-sekolah dan perguruan tinggi umum menjadi salah satu tempat munculnya kelompok-kelompok intoleran. (Detik.com, 2/10/2024).

Senada dengan itu, Kompetisi Pidato Nasional (KPN) Madrasah 2024 yang digelar Direktorat Jenderal Pendidikan Islam memasuki babak grand final. Total ada 34 peserta yang masuk tahap akhir untuk berlomba menjadi yang terbaik.

Babak Grand Final KPN Madrasah 2024 digelar di Jakarta. Acara ini dibuka Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Islam Abu Rokhmad. Hadir pula, Direktur Kurikulum Sarana Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Muchamad Sidik Sisdiyanto, peserta, dan tamu undangan.

Plt. Dirjen Pendidikan Islam Abu Rokhmad mengapresiasi antusiasme para peserta KPN Madrasah 2024. Tema "Pancasila dan Moderasi Beragama dalam Pandangan Gen-Z" yang diangkat dalam kompetisi ini juga sangat relevan.(kemenag.Go.Id 9/08/24)

Mulai dari BNPT bekerja sama mengadakan seminar-seminar di kalangan pelajar dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), menerbitkan buku yang kental bermuatan moderasi, dan kegiatan lomba kompetensi pidato  kebangsaan yang diselenggarakan di sekolah. Hal ini jika kita cermati bersama menunjukkan arus moderasi semakin ke sini kian gencar.

Strategi secara halus masuk ke sendi-sendi terkecil lingkup masyarakat dan mulai usia dini. Pendidikan P5 dalam sekolah-sekolah menjadi program wajib yang terus didengungkan dan diaktifkan. Program-programnya pun juga bervariasi dan dalam balutan yang apik agar diterima di masyarakat khususnya pelajar. Tujuan atau targetnya sudah dibidik matang-matang, yakni generasi gen Z yang mendapatkan bonus demografi, sehingga alur mindset  ditujukan pada generasi selanjutnya agar terpapar moderasi beragama ini. Sebab, merekalah estafet peradaban.

Jika kita menelaah dari arti moderasi yang berasal dari Bahasa Latin yaitu Moderatio, yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan) atau penguasaan diri dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) moderasi mempunyai dua arti yaitu pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman. Jadi, moderasi dapat diartikan sebagai jalan tengah.

Proyek ini memang  pada dasarnya, salah satu agenda barat yang digadang-gadang untuk meredam kebangkitan Islam kaffah. Salah satu upaya yang dilakukan dengan menanamkan sejak dini kepada generasi untuk mengadopsi ide Pluralisme yang tidak sejalan dengan ajaran Islam. Akan tetapi, justru menyamakan semua agama yang bisa melemahkan keyakinan umat Islam serta memisahkan antara agama dan kehidupan (sekuler), sehingga sedikit demi sedikit generasi muda kita akan jauh dari agama. Pandangan pluralisme ini sejatinya bertentangan dengan syariat. Dalam Islam, hanya ada satu agama yang benar, yaitu Islam.

Selain itu proyek moderasi ini juga mendapatkan aliran dana yang besar, yakni Ditetapkan juga pada Ditjen penyelenggaraan Haji & Umrah sebesar Rp1.521.037.969, Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM sebesar Rp631.640.793, dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal sebesar Rp386.812.997.(kemenag.go.id 4/6/24)

Menurut Sekretaris Jenderal Kemenag RI Prof. Dr. Nizar, M.Ag menyebut Keberhasilan moderasi beragama dalam kehidupan masyarakat dapat diukur melalui empat indikator utama yakni komitmen kebangsaan, anti kekerasan, sikap toleransi, dan penerimaan terhadap tradisi lokal.

Dalam indikator pertama yakni komitmen kebangsaan, diimplementasikan dengan penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam  UUD 1945 dan regulasi dibawahnya.

Kedua, anti kekerasan yakni menolak tindakan orang atau kelompok  tertentu dengan kekerasan baik menggunakan verbal maupun fisik dalam mengusung perubahan yang diinginkan.

Ketiga, toleransi yakni dengan menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk keyakinannya, mengekpresikan, serta menyampaikan pendapat. Menghargai kesetaraan, dan sedia kerjasama.

Keempat, penerimaan tradisi lokal dengan ramah dalam penerimaan tradisi dan budaya lokal dalam prilaku keagamaan.

Berdasarkan indikator tersebut menjadikan setiap program-program yang diluncurkan harus bermuatan 4 hal ini meskipun bertentangan dengan syariat. Seperti yang terjadi saat ini, para pelajar digiring untuk menjadi duta moderasi di sekolah, dengan memakai seragam adat, program P5, memasukkan budaya lokal dalam ekstrakurikuler, serta banyak lagi lainya. Dari sini kita sadar bahwa tantangan mengembalikan pemikiran umat menuju arah kebangkitan kian sulit, karena serangan yang sangat kuat.

Meskipun dijalankan moderasi sesuai dengan 4 indikator diatas, ternyata pada kenyataannya tidak mencerminkan dalam kehidupan generasi. Bahkan, yang ada justru terjadi banyak kerusakan generasi. Buktinya, BKKBN (2017) mencatat bahwa remaja pada usia 16-17 tahun, sekitar 60%-nya telah melakukan hubungan seksual. Sedangkan usia 14-15 tahun dan usia 19-20 tahun masing-masing sebesar 20%. Tidak kalah miris, angka kasus aborsi mencapai 2,5 juta kasus, dengan 1,5 juta di antaranya dilakukan oleh remaja.

Belum lagi aksi tawuran, bullying teman dan gurunya, narkoba, serta aksi kriminalitas lainnya yang semakin hari kelakuannya diluar nalar. Seakan semakin ke sini kerusakan generasi kian akut.  Akan tetapi, negara tak mempedulikan hal tersebut. Sebab, negara dalam kendali barat, sehingga harus patuh kepada tuannya meskipun generasi menjadi taruhannya. Tak heran, orientasi materi lah yang diagung-agungkan. Hal ini kontradiktif dengan tagline Indonesia 2045 menjadi generasi emas dengan melihat kondisi real saat ini.

Dengan demikian perlu adanya perubahan yang hakiki bukan ilusi. Sebab, dengan bergantinya kepala negara serta menteri di dalamnya tak sedikitpun bergeser pada arah yang lebih baik. Hal ini wajar terjadi, karena sistem yang di adopsi masih sistem kufur dan batil, yakni demokrasi kapitalis . Semua aturan yang lahir darinya terdapat kecacatan yang tidak akan memberikan solusi pada problem umat, yang ada justru menambah masalah baru. Sudah saatnya kita beralih dari sistem batil ke sistem sahih, yakni sistem Islam.

Dalam sistem Islam, negara menjaga akidah umat Islam secara kokoh, karena merupakan sesuatu hal yang urgent dan fundamental. Dengan ini umat tak terpengaruh oleh tsaqofah asing. Hal ini akan dijaga oleh negara dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah).

Pertama, meyakini sepenuh hati bahwa hanya Islam agama yang benar sebagaimana dalam QS. Ali Imran 19 yang artinya: "Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam".

Kedua, negara akan mengatur permukiman muslim dan non muslim, menjadikan akidah Islam dalam kurikulum pendidikan, tidak memperbolehkan pertukaran pelajar ke negeri-negeri kafir, menutup rapat-rapat tsaqafah asing masuk ke dalam negeri. Selain itu, memfilter tontonan yang tak layak atau bisa melemahkan akidah,  memberi sanksi tegas bagi penyebar paham atau aliran yang bukan dari Islam.

Saat ini, karena Islam belum diterapkan, hal yang bisa dilakukan individu untuk membentengi anak dan generasi dari paparan moderasi yakni :

Pertama, membentengi anak-anak dengan Islam yang sahih (benar), baik akidah, maupun syariat. Kemudian berusaha menghujamkan keimanan bahwa Islam adalah agama yang paripurna. Islam tidak hanya mengatur urusan dunia saja tetapi juga mengatur segala aspek kehidupan mulai bangun tidur sampai bangun negara.

Kedua, membuat kajian untuk menaikkan taraf berpikir serta mengajak anak dan generasi untuk bergabung dalam komunitas atau kajian dalam rangka mengkaji Islam sebagai ideologi, bukan sekadar ilmu pengetahuan. Membuat mereka agar terpikat pada syariat Islam secara keseluruhan (kaffah).

Kemudian, menyiapkan anak dan generasi menjadi agen Islam kaffah, penghancur moderasi agama. Selain itu juga harus membangun kesadaran anak tentang pentingnya dakwah menyampaikan kebenaran Islam ditengah - tengah masyarakat. Percaya diri dengan profil generasi muslim. 

Terakhir, mengawal anak-anak untuk memfilter tontonan bacaan yang bermuatan moderasi serta mengarahkan kepada pemahaman Islam yang benar.

Hal terpenting dari segala problematika umat ialah kembali kepada sistem Islam yang menjaga akidah sesuai fitrah manusia serta menjadi Ramatanlilamin. Semoga Allah segerakan sistem Islam (khilafah) tegak di muka bumi ini. amin yarabalalmin.
Waalhualambishawab


Share this article via

63 Shares

0 Comment