| 285 Views

Anggaran Makanan Bergizi Gratis dipangkas, Berharap Generasi Tangkas?

Oleh : Atiqoh Shamila

Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk mengalokasikan anggaran sebesar Rp 71 triliun pada tahun 2025 untuk program makan bergizi gratis. Program ini ditujukan untuk anak-anak dan ibu hamil di seluruh Indonesia. Setiap anak atau ibu hamil akan menerima makanan bergizi senilai Rp 10.000 per hari. Angka ini didapat setelah melalui uji coba selama hampir setahun di beberapa daerah di Pulau Jawa. Meskipun awalnya pemerintah menargetkan Rp 15.000 per porsi, namun dengan anggaran Rp 10.000, makanan yang diberikan tetap dipastikan bergizi dan mencukupi kebutuhan kalori (Republika.co.id; 30/Nov/2024)

Turunnya anggaran makanan bergizi gratis (MBG) menjadikan pemberian makanan bergizi jauh dari harapan. Pasalnya harga bahan pangan saat ini cenderung mengalami kenaikan akibat permainan monopoli mafia pangan. Target perbaikan gizi tentu makin tidak realistis di tengah tingginya inflasi, menurut data BPS inflasi pada Januari 2024 sebesar 2,57% jadi anggaran 10.000 tidak mungkin cukup untuk memenuhi kualitas makanan bergizi.

Pemerintah mengurangi alokasi dana MBG dengan alasan keterbatasan anggaran, yang awalnya ditaksir Rp.15 ribu per porsi per anak, setelah melihat anggaran ternyata hanya cukup Rp.10 ribu per anak. Meminimalisir alokasi dana karena keterbatasan anggaran menjadi keniscayaan  karena  sumber utama pendapatan negara berasal dari pajak atau utang. Di negeri ini pajak menyumbang 80% dari total APBN,  sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa pendapatan negara hingga akhir Oktober 2024 mencapai 2.247,5 triliun atau mencapai 80,2% dari target APBN 2024. Padahal pajak itu hasil pungutan negara kepada rakyat, semakin besar jumlah pajak,  rakyat kian menderita. Pasalnya,  semua hal dibebani pajak hingga makan pun  kena pajak. Hasil pajak itu digunakan untuk menggaji pejabat,  membiayai urusan negara, membiayai program-program publik, termasuk program MBG ini.

Alasan  keterbatasan anggaran makin menunjukkan bahwa negara tidak benar-benar memberikan solusi perbaikan gizi generasi, apalagi ada banyak proyek yang sebenarnya tidak membawa manfaaat untuk rakyat. Kekayaaan sumber daya alam Indonesia  seharusnya bisa menjadi sumber pemasukan negara yang dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun realitanya, sumber daya alam negeri ini dikuasai asing dan aseng.Rakyat hanya menerima dampak kerusakan alamnya akibat eksploitasi besar-besaran. Belum terwujudnya kesejahteraan bagi rakyat tergambar dari standar UMR yang ditetapkan. standar UMR yang rendah tidak akan memenuhi kecukupan gizi generasi, padahal makanan bergizi memberi andil yang besar pada pertumbuhan anak.

Makanan bergizi adalah salah satu kebutuhan pokok rakyat, terlebih untuk generasi agar tumbuh menjadi generasi yang kuat fisiknya. Islam membutuhkan sumber daya manusia yang kuat karena merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting untuk mewujudkan negara yang kuat dan mandiri.

Untuk mencukupi kebutuhan gizi generasi tidak cukup hanya mengandalkan bantuan MBG yang diklaim menjamin kebutuhan gizi masyarakat. Banyak aspek yang harus dilibatkan, diantaranya pengetahuan gizi orangtua, tingkat ekonomi keluarga, jaminan kesehatan dari negara, pendidikan murah dan berkualitas, lapangan pekerjaan yang memadai dan lain sebagainya.  Dan hal ini tidak bisa diselesaikan di tingkat individu dan masyarakat,  harus ada peran negara sebagai pelayan rakyat.

Solusi yang ditawarkan Islam

Islam menjadikan negara sebagai raa’in (pelayan) yang akan menjamin kebutuhan hidup rakyat, tidak hanya siswa sekolah dan ibu hamil. Tanggung jawab penguasa  menjamin kesejahteraan rakyatnya adalah tanggung jawab yang diberikan oleh Allah swt. Sebagaimana dalam hadist berikut : "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya" (HR. Al-Bukhari dan Muslim). 

Islam menetapkan standar hidup yang tinggi yang harus diwujudkan oleh negara. Negara yang menerapkan syariat Islam akan mampu mewujudkannya karena negara memiliki sumber pemasukan yang beragam . Negara tidak akan kekurangan anggaran untuk mengurus urusan rakyat termasuk menyediakan makanan yang halal,  thayyib dan bergizi. Negara dalam sistem Islam memiliki sumber pendapatan  yang kokoh, lembaga keuangannya berdasarkan Baitul Maal. Baitul maal memiliki tiga pos pemasukan, pos fa’i dan kharaj, pos kepemilikan umum dan pos zakat.

Penyediaan makanan bergizi gratis, negara bisa mengalokasikan anggaran dari pos kepemilikan umum. Pos fa’i dan kharaj berasal dari harta ghonimah, kharaj, tharibah (pajak). Pos kepemilikan umum berasal dari harta tambang, minyak, gas bumi, listrik, pertambangan, laut, sungai, mata air, hutan serta aset-aset yang diproteksi negara dari berbagai sumber pendapatan. Sehingga negara sangat mampu menyediakan makanan bergizi gratis, halal dan thayyib untuk seluruh lapisan warga negaranya, bukan hanya pelajar dan ibu hamil saja.

Buktinya, terdapat  berbagai nama program makan gratis saat peradaban Islam tegak, misal di masa Khalifah Umar bin Khattab ra ada darun ad daqiq atau rumah tepung untuk para musafir . Sekolah di masa Khilafah Abbasiyah menyediakan makanan berupa roti,  daging,  kue, nafkah yang mencukupi kebutuhan seluruh siswanya.  Ada pula Dar ad Dhiyafah yakni hotel-hotel di masa khilafah yang menyediakan makanan dan minuman gratis kepada orang fakir miskin dan para musafir, sajian makanannya berupa tiga uqiyah roti atau sebanding dengan satu kilogram roti,  250 gram daging yang telah dimasak, satu piring makanan dan lain sebagainya.  Di masa Khilafah Ustmaniyah ada Imaret atau dapur umum berbasis wakaf yang telah dibangun sejak abad ke-14 sampai abad ke-19 seluruh Imaret mendistribusikan makanan ke semua lapisan masyarakat  dari berbagai latar belakang seperti pengurus masjid, guru, murid, sufi, musafir dan penduduk lokal yang membutuhkan.

Kebijakan menyediakan makanan gratis dalam negara Islam bukan sekedar bersifat materi untuk mendapatkan kesehatan dan kecukupan gizi, namun lebih dari itu.  Jaminan makanan dari negara  adalah wujud ketaatan penguasa terhadap hadist Rasulullah SAW,  “Barangsiapa pada pagi dalam kondisi aman jiwanya,  sehat badannya, dan punya bahan makanan cukup pada hari itu seolah-olah dunia telah dikumpulkan untuknya” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Inilah konsep dan mekanisme makan gratis yang disediakan oleh negara yang menerapkan syariat Islam,  jadi masihkah umat berharap mendapat pelayanan yang terbaik dari pemimpin yang tidak menghiraukan syariat Islam?

Wallahu a’lam bisshawab


Share this article via

130 Shares

0 Comment