| 23 Views
Tanah Terlantar Diambil Negara, Akankah Dikelola Untuk Rakyat?

Oleh : Mila Ummu Azzam
Belum lama ini pemerintah mengeluarkan peraturan tentang tanah terlantar yang di miliki rakyat. Tanah tersebut jika tidak dimanfaatkan selama 2 tahun berpotensi akan diambil alih oleh negara. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Agraria dan tata ruang / kepala Badan Pertahanan Nasional ATR/BPN Nusron Wahid, ia mengatakan negara bisa mengambil alih tanah bila tidak dimanfaatkan selama kurun waktu tertentu. (Kompas, 18-7-2025)
Kebijakan ini diatur dalam Pasal 7 Ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar. Aturan ini terkait tentang pengambilalihan tanah hak milik, hak guna bangunan (HGB), hak guna usaha (HGU), hak pengelolaan (HPL), dan hak pakai.
Seperti pada lahan berstatus HGU dan HGB, yang umumnya HGU dipakai untuk perkebunan dan HGB dipakai untuk pembangunan perumahan, ruko dan pusat pembelanjaan, pemilik wajib melampirkan proposal usaha, rencana bisnis, hingga studi kelayakan saat pendaftaran. Jika dalam waktu yang telah ditentukan tidak ada perkembangan usaha, pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN akan menginventarisasi dan mengidentifikasi tanah tersebut akan berpotensi sebagai tanah terlantar.
Rencana ini menuai kritikan dari Yayat Supriatna, Pengamat Tata Kota dan Transportasi. Ia mengatakan saat ini banyak tanah milik negara yang dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik. Pasalnya, pemerintah dinilai belum memiliki kerangka rencana yang jelas mengenai pemanfaatan lahan-lahan terlantar tersebut.
Pengambilan tanah terlantar pastinya akan menimbulkan konflik agraria yang semakin luas. Ini bisa menjadi celah pemanfaatan tanah bagi para oligarki, yang kenyataannya HGU dan HGB lebih banyak dikuasai korporasi besar. Sementara, rakyat kecil kesulitan memiliki lahan untuk tempat tinggal, bertani atau berdagang. Bukannya melindungi rakyat, negara malah menjadi fasilitator kepentingan pemilik modal.
Juga disisi lain, banyak tanah negara yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum justru dibiarkan begitu saja dan terbengkalai. Negara tidak mempunyai rencana yang jelas dalam memanfaatkan tanah terlantar sehingga dapat disalahgunakan dan rakyatlah yang menjadi korban.
Kapitalisme menjadikan tanah sebagai komoditas bukan amanah publik. Dalam sistem ini, pengelolaan tanah selalu dikaitkan dengan ketersediaan anggaran yang hanya dimanfaatkan jika menghasilkan keuntungan secara finansial. Padahal tanah merupakan sumber kehidupan yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup, tapi sistem kapitalisme menjadikannya hanya segelintir elit saja yang dapat merasakan keuntungan pribadi.
Dalam Islam, terdapat tiga pembagian atas tanah yang memastikan kepemilikan tanah, agar terhindar dari pemanfaatan dan penguasaan hanya pada segelintir orang saja. Pembagian tersebut yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umun dan kepemilikan negara.
Islam telah mengatur secara terperinci pembagian tersebut semata-mata hanya untuk kemaslahatan rakyat karena berdasarkan syariat Islam. Untuk kepemilikan individu, negara tidak boleh menetapkan status tanah menjadi milik umum atau milik negara. Harta milik individu adalah harta yang di peroleh rakyat karena bekerja, harta waris maupun pemberian negara dengan pemanfaatan sebaik-baiknya.
Begitu pun kepemilikan umum, negara wajib mengelolanya dan hasilnya akan dikembalikan untuk kepentingan umum. Negara bukan menguasainya, bahkan tidak berhak memberikannya kepada individu, asing atau swasta. Di dalam kepemilikan umum seperti hutan, lapangan, jalan raya, dan sebagainya, tidak boleh di miliki individu, tapi setiap individu boleh memanfaatkannya.
Dan untuk kepemilikan negara, seperti tanah terlantar yang di ambil negara yang pemiliknya menelantarkan tanah tersebut selama tiga tahun berturut-turut. Untuk itu, negara berhak mengambil alih tanah tersebut dan memberikannya kepada orang lain yang mampu mengelolanya, dengan catatan rakyat yang membutuhkan bukan oligarki atau pemilik modal.
Semua itu akan terlaksana dengan penerapan hukum-hukum Islam secara menyeluruh melalui dengan tegaknya negara Islam (khilafah). Yang pemimpinnya menjadi pengurus dan pelindung rakyat.
Wallahu'alam bishawab.