| 43 Views

Selamatkan Generasi Emas, Islam Solusi Tuntas

Oleh: Iis Rukoyah
Aktivis Muslimah

Dikutip dari INFO NASIONAL, pada (9/10/2025), menurut Menteri Kependudukan dan Pembangunan  Keluarga/Kepala BKKN Wihaji, remaja saat ini memiliki ketergantungan berlebih pada handphone atau gawai. Penggunaan gawai  yang terlalu masif di usia remaja dapat menjadikan generasi muda semakin  rentan  terhadap ancaman siber. "Teknologi diciptakan untuk membantu, jangan sampai kita yang dikuasai teknologi,  justru kita harus yang menguasai teknologi. Kalau nggak hati-hati handpone bisa menjadi masalah baru," ujarnya saat berdialog dengan para remaja yang tergabung dalam Generasi berencana (Gen-Re) Pusat Informasi dan konseling remaja ( PIK-R) Saka Kencana, dan organisasi remaja lainya. di kabupaten Tanggerang , pada Selasa 8 Juni 2025.
     
Ada banyak masalah yang dapat terjadi akibat penggunaan handphone yang berlebihan. Salah satunya terkait kasus pornografi anak di ruang anak. Berdasarkan Survei State of mobile 2024, durasi rata-rata penggunaan gawai di Indonesia adalah paling tinggi di dunia mencapai 6,05 jam per hari.

Tantangan Digital Era Sekuler
   
Banyak persoalan muncul dari kemajuan dunia digital, apalagi banyak konten media sosial yang menjadi pemicu adanya kekerasan pada mereka. Hal ini adalah buah rendahnya literasi digital dan lemahnya iman akibat dari pendidikan sekuler. 
    
Memang tidak adil jika menyalahkan kelakuan minus remaja sebatas pada dunia pendidikan, ada andil sistem yang lainnya. Seperti sistem sosial yang demikian longgar di era digital. Era yang secara tidak langsung mendidik generasi muda untuk mencapai tingkat eksistensi tertentu di media sosial.
    
Tak sedikit yang nekat melakukan aksi konyol demi viral, menaikan rating atau istilah gaulnya panjat sosial (pansos). Intinya, generasi remaja sekarang adalah generasi instan yang menyukai kegiatan nirfaedah demi mencapai ketenaran.
    
Alih-alih memiliki pola pikir cemerlang atau ideologis, remaja sekarang pada umumnya lemah dalam proses berpikir yang benar. Usia remaja tapi tak bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang bermoral, mana yang amoral, mana yang membawa maslahat, mana yang membawa mafsadat. Mana yang halal, mana yang haram.
    
Remaja digital ini, kerap hanya berpikir yang menyenangkan, mereka krisis identitas kepribadian, sehingga hanya berpikir dan bertindak mengikuti perasaan. Bahkan  jiwanya hanya diliputi hawa nafsu, sampai sampai lahir istilah budak cinta (bucin) yang menggambarkan karakter remaja doyan syahwat.

Beban Orang Tua
    
Sungguh kian berat tugas orang tua. Mestinya ketika anak anak masuk usia remaja, orang tua bisa sedikit "melepas" kendali terhadap anaknya. Sebab mereka telah berada di titik transisi dari masa kanak-kanak dan remaja menuju dunia dewasa, sudah mandiri dan berpikir serius.
       
Sayangnya remaja saat ini hanya badannya yang membesar, tapi tak diiringi kedewasaan dalam kepribadian. Pola pikirnya masih dangkal, pola sikapnya masih labil, bebal dalam menerima kebenaran.
     
Di sinilah peran orang tua lebih intensif mengendalikan anak remajanya. Saat bangku sekolah gagal menanamkan pendidikan berkarakter, rumah adalah tempat ideal. Tempat menyemai karakter yang kuat agar tahan banting dari segala pengaruh luar.
     
Kerap keberanian remaja melakukan hal-hal konyol karena pengaruh teman dan lingkungan. Mereka mudah terseret arus, tanpa menolaknya. Apalagi orang tua tidak mungkin 24 jam mengawasinya.

Sistem Islam Solusi Tuntas
        
Remaja adalah generasi emas, di pundak merekalah tampuk kepemimpinan  negara 10 atau 20 tahun lagi. Kita tidak tahu bagaimana nasib umat ini di tangan generasi hasil pendidikan sekuler. Mungkin hanya akan mengulang kesalahan demi kesalahan dalam mengatur negara, sebagaimana pendahulunya.
    
Di sisi lain, ada bahaya yang menguntit di sekitar remaja, yaitu penguasaan atas dunia siber. Maka dari itu, negara wajib membangun sistem teknologi digital yang mandiri tanpa ketergantungan pada infrastruktur teknologi asing. Agar negara mampu mewujudkan formasi  sehat bagi masyarakat .
    
Ruang siber syar'i dan bebas pornografi, peran negara sebagai junnah ( pelindung dan penjaga rakyat) sangat dibutuhkan dan akan terwujud dengan tegaknya sistem Islam yang akan memberikan arahan  pada pengembangan teknologi termasuk dunia siber.

Di sinilah butuh penggantian sistem secara menyeluruh untuk menata segala aspek. Terutama sistem yang menjadikan pondasi agama sebagai pembimbing remaja emas. Mendidik dan menanamkan aqidah, muamalah hingga akhlak yang mulia. Hanya sistem Islam harapan satu-satunya, sistem yang mendasarkan pada wahyu Allah, bukan yang lain.

Wallahua'lam Bissawab.


Share this article via

24 Shares

0 Comment