| 13 Views

Salah Kelola Tambang, Negara Rugi, Rakyat Sengsara

Oleh : Ummu Syathir

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang luar biasa, hampir semua sumber daya mineral logam dan non logam yang sangat dibutuhkan bagi perkembangan peradaban manusia terdapat didalamnya, beberapa diantara sumber daya tambang tersebut merupakan primadona global yang keterdapatan cadangannya terbesar ada di Indonesia seperti; bijih nikel, emas dan aspal alami dan berbagai jenis bahan tambang lainnya, bahkan Indonesia menjadi penyumbang batubara didunia sebesar 45%. Sayangnya melimpahnya sumber daya tambang tidaklah kemudian menjadikan penduduk negeri ini menjadi sejahtera, nyatanya Indonesia menempati urutan keempat dengan penduduk miskin terbanyak di dunia, hal tersebut sebagaimana yang diberitakan dalam media online https://www.kompas.tv, 09/05/2025:”Indonesia menempati peringkat keempat dalam daftar negara dengan persentase penduduk miskin terbanyak pada 2024. Data ini tercantum dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025 yang dirilis Bank Dunia. Indonesia tercatat memiliki 60,3 persen penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Ambang batas garis kemiskinan yang digunakan untuk Indonesia adalah sebesar 6,85 dollar AS per kapita per hari atau sekitar Rp 113.234 per hari”. 

Mengapa demikian? Ini dikarenakan kebijakan ekonomi Indonesia yang berbasis liberal memiliki pandangan bahwa seluruh sumber daya alam yang ada di bumi ini penguasaan atau kepemilikannya diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar. Industri pertambangan merupakan sumber cuan yang sangat menjanjikan bagi pelaku bisnis bidang tersebut, bahkan deretan orang terkaya di indonesia bahkan global didominasi oleh pelaku-pelaku bisnis industri pertambangan. Wajar saja sebab dalam praktek ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi pasar, yang diterapkan atas negeri ini memandang bahwa pengelolaan sumber daya alam yang terdapat dialam akan diserahkan pada meknisme pasar, siapa saja yang mampu mengelolanya maka dia akan memilikinya, dalam hal ini para pemilik modallah yang memiliki kemampuan tersebut, dikarenakan bisnis pertambangan merupakan salah satu bisnis high risk dan high capital, negara hanya sebagai regulator yang mempermudah pihak swasta atau individu mengakses SDA terbitlah undang-undang UU Minerba, UU kehutanan, UU Penanaman Modal, UU Ciptaker dan lainnya. Sehingga wajar jika kekayaan alam yang melimpah hanya dinikmati oleh segelintir orang yakni para kapitalis, dan sebagian besar masyarakat hidup dalam kemiskinan, konflik sosial dalam masyarakat pun tak dapat dihindari. 

Dalam prakteknya bisnis pertambangan ala kapitalis liberal hanya memberikan pemasukan negara berupa pajak dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa royalty sekitar 10% setiap pendapatan dari penjualan ore, bahkan untuk industri smelter yang sangat masif merusak lingkungan hanya dikenai 5% royalti dari harga jual logam, sebagimana yang tertuang pada PP No. 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian ESDM, selebihnya dari keuntungan bisnis tersebut akan dinikmati oleh pelaku bisnis. Olehnya itu, bisnis pertambangan merupakan salah satu bisnis yang sangat menggiurkan bagi pihak manapun terutama bagi pemilik modal, disisi lain maraknya tambang ilegal yang dianggap meresahkan, karena secara administratif pasti bermasalah, tidak ada kontrol dan edukasi dari pemerintah dan pastinya tidak menjalankan kaidah penambangan yang baik dan benar, aktivitas penambangan yang dilakukan dengan ketamakan hanya membuka lahan secara serampangan pasti akan sangat merusak lingkungan, praktek tambang ilegal telah lama terjadi, hingga kini belum bisa diberantas karena beredarnya kepentingan orang berpengaruh didalamnya, sebagaimana yang dinyatakan Wakil Direktur Tindak Pidana Tertentu (Wadirtipidter) Bareskrim Polri dalam media online https://www.cnbcindonesia.com,16/10/2025 "Dari data ini, sebagian besar ada yang dibekingi oleh oknum, baiknya oknum Polri, kemudian ada yang dibekingi oleh mohon maaf dari partai, ada yang dibekingi oleh tokoh masyarakat atau tokoh adat setempat dan seterusnya, hampir seluruh wilayah di Indonesia terdapat aktivitas pertambangan ilegal. Berdasarkan catatan Bareskrim Polri, total sebaran PETI di Indonesia mencapai 1.517 tambang ilegal ". 

Tambang ilegal ini menambah besar terkonsentrasinya kekayaan pada segelintir orang menjadikan sebagian besar masyarakat tidak sepenuhnya menikmati hasil tambang namun lebih merasakan dampak buruk akibat kegiatan penambangan, tak tanggung-tanggung kerugian yang dialami negara dari keberadaan tambang ilegal sangat besar, untuk kasus tambang ilegal di kawasan PT Timah saja, negara merugi hingga Rp 300 triliun, sementara ada ribuan tambang ilegal diseluruh daerah Indonesia. Jika saja sumber daya tambang dapat dikelola dengan baik oleh negara dan hasilnya sepenuhnya dipergunakan untuk kemaslahatan rakyat tentunya kita tidak akan menemukan tingkat kemiskinan yang amat tinggi di negeri ini. Sistem kapitalis yang diterapkan atas Negeri inilah yang menyebabkan pengerukan sumber daya alam yang tidak terkendali, jauh dari nilai-nilai luhur, mengikis nilai-nilai etis, yang dikejar hanyalah nilai materi, hal yang wajar sebab prinsip ekonomi kapitalis mengajarkan bahwa dalam sebuah usaha mesti diraih keuntungan sebesar-besarnya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya. 

Solusi Islam Dalam Masalah Pertambangan

Sebagai seorang muslim tentunya kita meyakini bahwa segala kekayaan alam yang terdapat di bumi ini merupakan ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia tidak hanya menciptakan tetapi juga menurunkan segenap aturan dalam mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam tersebut, manusia juga dibekali akal oleh-Nya, dengan akal tersebut manusia dapat membedakan sesuatu yang baik dan buruk. Dalam islam seorang kepala negara merupakan sentral pelaksana syariat islam secara kaffah untuk mengurusi urusan-urusan umat, terutama dalam pemenuhan kebutuhan mendasar masyarakat, dia memastikan terpenuhinya kebutuhan primer masyarakat yang berkualitas, kesehatan, pendidikan, sandang, pangan dan papan sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Bahan galian tambang yang jumlahnya melimpah baik logam maupun non logam merupakan kepimilikan umum yang mesti dikelolah oleh pihak Negara, hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat, haram dimiliki oleh individu terlebih lagi oleh pihak asing: Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah). Juga hadis rasulullah yang spesifik membahas tentang tambang: Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah saw dan meminta beliau saw agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi saw pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika Abyad bin Hamal ra. telah pergi, ada seorang lelaki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah saw mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal).” (HR Abu Dawud dan At-Timidzi)

Dari hadis diatas terdapat dua hukum; jika tambang yang jumlah depositnya banyak maka haram dimiliki oleh individu terlebih lagi oleh pihak asing, dengan tegas Allah Azza Wajalla berfirman: Sekali-kali Allah tidak akan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin (An-Nisa’:141). Namun jika depositnya kecil dan tidak vital untuk kaum muslimin, maka boleh dikuasai oleh individu, sebagaimana dahulu Rasulullah saw membolehkan Bilal bin Harits al-Mazaniy memiliki barang tambang yang sudah ada (sejak dulu) di bagian wilayah Hijaz. Saat itu Bilal telah meminta kepada Rasulullah Saw agar memberikan daerah tambang tersebut kepadanya. Beliau pun memberikannya kepada Bilal dan boleh dimilikinya, hanya saja mereka wajib membayar khumus (seperlima) dari (barang) yang diproduksi kepada Baitul Mal, baik yang dieksploitasi itu sedikit atau pun banyak.

Paradigma pengelolaan sumber daya tambang berbasis negara, negara sebagai wakil rakyat wajib mengelola dan hasilnya sebagai sumber utama APBN, pihak swasta dapat ikut andil dalam pengelolaan hanya sebatas sebagai ajir atau orang/instansi yang dipekerjakan. Kepala negara menetapkan hukum dan perundan-undangan yang berkaitan dengan barang tambang an pengelolaannya berdasarkan hukum Allah swt. (Syariat Islam), bukan berdasarkan akal semata. “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah” (Al An’am: 57)

 Negara akan membentuk badan dibawah Diwan Pemilikan Umum yang menjadi bagian baitul mal, status badan tersebut adalah Badan Usaha Milik Umum, bukan Badan Usaha Milik Negara sebab kepemilikan SDA termasuk tambang adalah milik rakyat bukan milik negara, hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat dalam bentuk terpenuhinya hajat hidup mereka berupa pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum lainnya. Dengan mekanisme pengaturan seperti ini maka akan mencegah kekayaan alam untuk dinikmati oleh segelintir orang saja. “Agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.” (QS Al-Hasyr [59]: 7). Oleh karena itu kesejahteraan rakyat hanya dapat terwujud ketika islam secara kaffah diterapkan dalam sebuah isntitusi negara, inilah urgensi dakwah ditengah-tengah umat, agar umat mau bersama-sama memperjuangkan tegaknya negara tersebut.


Share this article via

0 Shares

0 Comment