| 65 Views

Rusaknya Mentalisasi Generasi, Tanggung Jawab Siapa?

Oleh : Suhirnan, S.Pd
Relawan Opini

Saat ini tidak sedikit dari kita pernah mendengar persoalan generasi yang semakin hari semakin rusak. Berita-berita bertebaran seakan memberitahukan bahwa generasi hari ini sedang tidak baik-baik saja. Padahal generasi muda adalah penentu masa depan bangsa, jika tidak ditangani dengan baik maka akan menjadi bomerang hancurnya suatu bangsa. 

Dilansir dari www.tempo.co (15/02/2025) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa remaja yang menderita kesehatan mental sangatlah tinggi, yaitu mencapai 15,5 juta orang atau setara 34,9 % dari total remaja Indonesia. Wakil Menteri Kependudukan Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka mengatakan  generasi muda saat ini menghadapi tantangan yang semakin kompleks, salah satunya adalah isu kesehatan mental di kalangan remaja.

Kesehatan mental atau dikenal Mental health menurut World Health Organization (WHO) adalah kondisi dimana setiap individu merasa sejahtera mengeluarkan potensi dari dalam dirinya tanpa adanya tekanan. Bagaimana bila keadaan ini berbanding terbalik banyak dari generasi muda saat ini telah mengalami ganguan kesehatan mental akibat dari berbagai faktor, diantaranya faktor dalam yaitu pola asuh orang tua yang salah memberi tekanan berlebihan sehingga memicu anak mengalami masalah mental dan lainnya. sedangkan faktor luar yaitu ketergantungan pada teknologi memicu masalah kesehatan mental seperti ganguan tidur akibat kecanduan media sosial atau games dan masih banyak contoh lainnya.

Selain itu juga Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka menyoroti turunnya angka pernikahan karena banyak kalangan muda takut menikah kalaupun menikah memilih untuk tidak memiliki anak. Sesuai hasil survei Sosial Ekonomi Nasional 2022 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) sekitar 8,2 % atau 72.000 perempuan memutuskan untuk menjalani hidup tanpa anak (childfree).

Dengan kata lain keadaan generasi muda saat ini sangatlah mengkhawatirkan, tentu harus ada penanganan untuk mencegah penyakit mental dan childfree ini, untuk mewujudkan cita-cita generasi emas tahun 2045 mendatang. Namun seakan impian ini mustahil diwujudkan sebab persoalan ini kian hari kian banyak terjadi kerusakan pada generasi muda. Tentu negara yang sangat berperan penting dalam mengatasi persoalan ini, kebijakan dan upaya strategis negara sudah dilakukan, salah satunya dengan penetapan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mewajibkan seluruh masyarakat Indonesia memiliki jaminan kesehatan mencakup layanan untuk gangguan kesehatan mental (Septiansyah et al, 2023). Selain itu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat hingga langka penguatan karakter generasi muda.

Meskipun demikian, solusi yang ditawarkan negara ini seolah-olah tidak membuahkan hasil justru menambah kerapuhan generasi seperti yang terjadi sekarang, sebab kurangnya analisis mendalam terkait permasalahan pemuda menyebabkan upaya yang dilakukan negara hanya menyolusi bagian luarnya saja bukan sampai keakarnya. Kebijakan yang diberlakukan hanya menyolusi ketika sudah terjadi permasalahan bukan pencegahan diawal. Contohnya hanya melakukan pencegahan dengan mengadakan sosialisasi di sekolah-sekolah atau ditempat-tempat yang memungkinkan untuk melakukan pencegahan namun tidak menyelesaikan persoalan kesehatan mental generasi. Terlebih negara secara sadar menerapkan sistem Kapitalisme sekulerisme yaitu pemisahan agama dengan kehidupan yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Seperti pendidikan yang sekuler misalnya, membentuk kepribadian remaja menjadi liberal yang gagal memahami jati dirinya, sulit menyelesaikan masalah, mudah cemas hingga depresi. Juga pekerjaan, hubungan dan ekspektasi sosial menyebabkan kesehatan mental yang serius tidak dapat dihindarkan. Begitupun sampai memilih tidak ingin memiliki anak.

Dalam hal ini perlu penanganan yang serius agar persoalan tidak bertambah parah, tanggung jawab ini bukan hanya melekat pada orang tua saja melainkan tanggung jawab negara untuk lebih memperhatikan lagi kondisi generasi. Negara seharusnya tidak mengambil sistem sekuler kapitalisme yang justru menjadi penyebab utama rusaknya generasi. Seperti dalam lingkup pendidikan harusnya negara mengambil sistem pendidikan berasaskan aqidah Islam untuk menciptakan generasi yang berakhlak karimah, dalam lingkup pekerjaan seharusnya negara menyediakan lapangan kerja tanpa persyaratan yang banyak justru menambah beban untuk generasi dalam mencari pekerjaan. Terlebih lagi saat ini teknologi semakin berkembang generasi terkadang tidak bisa membedakan mana yang baik dan tidak baik. Misalnya bermedia sosial hingga menghabiskan waktu luangnya untuk bermain Handphone menyebabkan tidak produktifnya generasi muda saat ini, negara harus memfilter tontonan mana yang layak atau tidak layak ditonton untuk generasi sebab telah banyak kasus kriminal disebabkan nontonan yang tidak mendidik.

Persoalan ini tak akan berakhir hingga negara memilih sistem yang shohih berdasarkan fitrah manusia yaitu berdasarkan Syariat Islam, baik bangsa maupun agama manapun tidak akan dirugikan sebab Islam datang memberikan rahmat bagi seluruh alam (Qs Al-Anbiyah:107) yang dibawakan langsung oleh Nabi Muhammad Saw. Terlebih persoalan generasi, kepemimpinan Islam memiliki tanggungjawab untuk melahirkan generasi cemerlang yang berkualitas, tentunya penerapannya harus berdasarkan syariat Islam. Islam mewajibkan negara membangun sistem pendidikan berasaskan aqidah Islam. Negara wajib menyiapkan orang tua dan masyarakat untuk mendukung proses pembentukan generasi pembangun peradaban Islam yang mulia dan bermental kuat.

Dalam Islam, sudah diajarkan bagaimana kita sebagai manusia terutama generasi muda harus memanfaatkan waktu dengan baik dan bijak seperti yang dicontohkan Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Waktu sangat berharga bila digunakan untuk hal yang sia-sia, apalagi dengan kondisi saat ini kesehatan mental harus dijaga dengan memanfaatkan masa muda, masa sehat, masa waktu luang dan masa hidup untuk mengasah potensi dalam diri. Disamping itu juga, negara akan menetapkan kebijakan untuk menjauhkan remaja dari segala pemikiran yang bertentangan dengan Islam, yang menyebabkan remaja keliru dengan persoalan hidupnya. Semua itu akan terwujud jika berada dalam daulah Islam.

Wallahu a’lam bishawab


Share this article via

78 Shares

0 Comment