| 324 Views
Ramadhan Tanpa Junnah Maksiat Tetap Jalan

Ramadhan adalah bulan penuh keberkahan, bulan penuh ampunan, pahala dilipat gandakan. Bulan kesempatan menolong kita untuk melewatinya dengan sebaik-baiknya. Sehingga saat kita pulang, kita layak mendapatkan predikat sebagai ahli takwa dan memperoleh ampunan-Nya.
Sebagaimana dalam firman-Nya, Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 183 ; "Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Namun saat ini, karena ketiadaan penguasa yang mengatur kehidupan manusia berdasarkan syariat Islam, maka kemaksiatan pun tetap berjalan, walaupun di bulan Ramadhan bulan yang suci ini.
Seperti yang diberitakan republika.co.id 2/03/2025. Semua tempat hiburan wajib tutup pada H-1 ramadhan, hari pertama ramadhan, malam Nuzulul Qur'an, H-1 idul Fitri, dan hari pertama idul Fitri serta hari kedua idul Fitri. Juga dilarang memasang reklame, poster, atau film yang berbau porno. Hadiah judi dna narkoba juga dilarang keras. Jika ada yang melanggar aturan, siap-siap terkena sanksi.
Dari sini jelas, pemberlakuan jam operasional di tempat hiburan selama ramadhan, menunjukkan kebijakan penguasa hari ini tidak benar-benar memberantas kemaksiatan. Apalagi ada daerah yang tak lagi melarang operasinya selama ramadha. Jelaslah ini potret kapitalisme yang sekuler yang memisahkan aturan agama dari kehidupan.Orang-orang melakukan hal-hal yang dilarang agama, karena mereka lebih mementingkan keuntungan daripada aturan agama, bahkan di bulan ramadhan sekali pun. Ini dikarenakan sistem pendidikan kita tidak mengajarkan pentingnya penerapan Islam secara Kaffah dan bukti nyata adanya sekulerisasi.
Di satu sisi, pemerintah berupaya menertibkan tempat hiburan malam selama ramadhan. Namun di sisi lain, mereka tetap menginginkan klub malam dan diskotek di hotel bintang empat dan lima untuk beroperasi. Kontradiksi ini menunjukkan lemahnya komitmen dalam menegakkan nilai-nilai agama dan menggarisbawahi kegagalan sistem pendidikan sekuler dalam menanamkan nilai-nilai tersebut.
Di tengah upaya pengaturan yang terkesan longgar tersebut, muncul pertanyaan mendasar: mampukah aturan ini benar-benar memberantas kemaksiatan? Kemaksiatan hanya dapat diberantas tuntas dengan penerapan syariat Islam secara kafah dalam sistem yang menerapkan aturan Islam. Jika ingin benar-benar kemaksiatan itu lenyap, maka kita butuh penerapan Islam secara menyeluruh. Karena Islam memandang kemaksiatan sebagai pelanggaran hukum yang serius juga ada sanksi tegas.
Dengan cara penetapan peraturan dalam semua aspek kehidupan, termasuk di dalamnya tempat hiburan, pariwisata yang berlandaskan pada akidah Islam dan bukan berdasarkan asas kemanfaatan. Semua jenis kemaksiatan yang menjerumuskan akan dilarang dan akan terkena sanksi tegas. Sejalan dengan itu, sistem pendidikan juga turut berkontribusi dalam menghasilkan individu yang bertakwa yang akan berpegang teguh pada syariat Islam, baik dalam membuka usaha atau memilih pekerjaan.
Sebagai umat Muslim hendaknya menjauhi hal-hal yang menjerumuskan pada maksiat, karena dosanya dilipatgandakan. Sebab ramadhan adalah bulan mulia dan bagi setiap muslim atau muslimah wajib memuliakannya.
Kemaksiatan merupakan perbuatan tercela dan dibenci serta pelakunya akan mendapatkan siksaan dari Allah. Sebagaimana dalam firman-Nya, " Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah." (QS Al-A'araf:178)
Ayat ini mengingatkan kita untuk senantiasa berhati-hati dalam mengikuti dorongan hawa nafsu yang dapat menyesatkan manusia dari petunjuk-Nya. Karena itu hendaknya umat Islam senantiasa berusaha menjalani hidup di bawah bimbingan Allah.
Ini sebagaimana Rasulullah Saw bersabda :
"Kemaksiatan adalah sesuatu yang membuat hati merasa tidak tenang dan membuat lidah merasa tidak enak. (HR Muslim)
Hadist ini memberikan peringatan, bahwa kemaksiatan tidak hanya merusak, tetapi juga membawa perasaan yang tidak tenang dalam hati dan kebencian dalam lisan. Maka dari itu, umat Islam harus bersungguh-sungguh menjauhi kemaksiatan dan berkomitmen untuk terus melakukan kebaikan serta segera kembali pada jalan petunjuk Allah SWT.
Adapun pandangan Islam terhadap tempat-tempat hiburan malam selama ramadhan yang diterapkan oleh sejumlah daerah di Indonesia sesungguhnya merupakan kebijakan yang menciptakan ketidakpastian dan memicu pro-kontra di masyarakat. Menutup tempat kemaksiatan hanya selama bulan suci Ramadhan sejatinya menunjukkan sikap merendahkan ajaran Islam dan menampakkan sikap hipokrit yang merusak akhlak dan kepribadian umat Islam.
Kebijakan ini jelas mencerminkan normalisasi kemaksiatan di masyarakat atas nama kebebasan beragama serta menampakkan bangsa ini sebagai bangsa yang makin mendekati sekulerisasi sejati.
Dalam Islam, hiburan diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Rasulullah Saw. juga terlibat dalam berkegiatan hiburan yang dibolehkan, seperti lomba lari dan berkuda, namun tetap dilakukan secara bijak tanpa menyampingkan kewajiban agama.
Imam Asy-Sythibi menuturkan ,"hiburan permainan dan bersantai adalah mubah selama tidak terdapat sesuatu yang dilarang."
Allah pun mengingatkan agar kita tidak terjebak oleh kesenangan duniawi. Sebagaimana dalam firman-Nya, 'Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah permainan dan semda gurau."(QS Al-An'amv32)
Kebijakan penutupan tempat hiburan selama ramadhan yang diterapkan di beberapa daerah di Indonesia sejatinya merupakan bentuk sekulerisasi yang melecehkan ajaran Islam.
Dengan demikian kaum muslimin wajib mengupayakan hidup dalam kehidupan masyarakat Islam dengan memperjuangkan penerapan syariat Islam dalam sistem Islam, agar kaum muslimin dapat hidup bermasyarakat yang sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Wallahu 'alam