| 97 Views
Rakyat Dibayang-bayangi Pajak, Bisakah Mengelak?

Oleh : Neneng Solihat
Lagi-lagi, rasanya rakyat tidak pernah diberikan waktu untuk sekadar menarik napas sejenak dari segala himpitan ekonomi. Kenaikan demi kenaikan terus terjadi, mulai dari biaya pendidikan, harga pangan, hingga BBM. Semua ini ibarat pusaran air yang semakin lama menenggelamkan rakyat ke dalam dasar kemiskinan. Pasalnya, alih-alih meringankan sedikit beban rakyat, pemerintah justru menyusun RAPBN dengan pajak sebagai sumber pemasukan utama. Target pemasukan dari pajak kali ini mencapai 2.189,3 triliun rupiah, angka yang untuk pertama kalinya dalam sejarah melewati batas Rp. 2000 triliun. Usulan ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat, 16 Agustus 2024, sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia.
Dengan adanya target tersebut, rakyat harus siap menelan pil pahit berupa kenaikan tarif pajak yang mungkin akan membuat mereka semakin kesulitan dalam menentukan prioritas pemenuhan kebutuhan hidup. Terpaksa, rakyat harus membayar pajak sambil mengenyampingkan kebutuhan yang lebih penting, atau bahkan mangkir dari kewajiban membayar pajak demi memenuhi kebutuhan yang lebih mendesak, seperti pendidikan dan kebutuhan primer lainnya. Beberapa jenis pajak, seperti pajak penghasilan dan PPN, adalah pajak yang tidak bisa dihindari.
Rakyat seolah dicekik oleh pajak, dan ini merupakan konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme yang menekankan pemasukan negara pada aspek pajak. Alih-alih rakyat dilayani oleh negara, justru sebaliknya, rakyat terus-menerus dibebani dengan berbagai pungutan pajak, seperti Pajak Bumi dan Bangunan, PPh, PPN, serta PKB. Padahal, kita mempunyai sumber daya alam yang melimpah ruah dari sabang sampai merauke. Harusnya dari sana lebih dari cukup untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat.
Tapi lagi-lagi fakta tentang SDA yang kita punya sudah dikuasai asing. Sebagian besar menjadi milik mereka. Hal ini semakin menegaskan bahwa kemakmuran dan kesejahteraan di negeri ini sepertinya hanya menjadi angan-angan belaka.
Lalu, bagaimana Islam memandang hal ini? Paradigma pembangunan dalam Islam adalah mengurus rakyat, karena negara dianggap sebagai raa’in (pengurus). Negara dalam Islam akan memaksimalkan pengolahan sumber daya alam seperti migas, tambang emas, logam, dan air, dengan hasilnya diperuntukkan untuk pembangunan. Dalam Islam, pajak hanya diterapkan dalam keadaan tertentu dan hanya berlaku bagi orang-orang kaya saja. Sungguh, Islam sangat bijak dan adil dalam hal ini, sehingga kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan dalam Islam adalah sebuah keniscayaan.