| 53 Views
Program Sekolah Rakyat Untuk Mengentaskan Kemiskinan, Apakah Solusi Konkret?

Oleh : Siti Rodiah
Pendidikan masih menjadi hal yang sulit dijangkau oleh sebagian besar rakyat di negeri ini, salah satu penyebab nya adalah karena faktor kemiskinan. Untuk itu Presiden RI Prabowo Subianto meluncurkan program Sekolah Rakyat sebagai salah satu upaya memutus rantai kemiskinan yang telah berlangsung dalam beberapa generasi. Program tersebut menjadi langkah strategis untuk memberikan akses pendidikan berkualitas kepada anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem.
Dikutip dari kompas.com (21/7/2025), Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial (Kemensos) Robben Rico menjelaskan, Sekolah Rakyat bukanlah program Kemensos, melainkan program Presiden Prabowo yang diamanahkan kepada Kemensos melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025. “Jadi, kami ini ibaratnya diminta untuk jadi tim kesebelasan. Owner kesebelasan ini Pak Presiden, kebetulan kami diminta jadi kapten tim kesebelasan itu,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (21/7/2025). Robben mengatakan itu dalam media briefing bertema “Menembus Batas Lewat Sekolah Rakyat” di Balai Pers Nasional, Surakarta, Minggu (20/7/2025).
Adapun Sekolah Rakyat hadir dengan tiga prinsip utama, yakni memuliakan wong cilik, menjangkau yang belum terjangkau, dan memungkinkan yang tidak mungkin.Dalam forum yang digelar Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tersebut, Robben memaparkan data yang cukup mengejutkan. Sebanyak 227.000 anak usia sekolah dasar (SD) di Indonesia belum pernah sekolah atau putus sekolah. Angka ini melonjak pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak 499.000 anak dan sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 3,4 juta anak. Jawa Tengah menjadi provinsi dengan angka putus sekolah tertinggi kedua pada jenjang menengah, dengan 44.800 anak usia SMP dan 464.000 anak usia SMA tercatat tidak bersekolah.
Jika kita amati lebih dalam, sejatinya program Sekolah Rakyat bukanlah solusi untuk mengentaskan kemiskinan. Realita hari ini membuktikan bahwa kemiskinan yang terjadi adalah akibat kemiskinan struktural yang lahir dari sistem kapitalisme sekulerisme. Demikian juga problem pengangguran tidak lantas terselesaikan dengan anak-anak keluarga miskin masuk Sekolah Rakyat. Faktanya hari ini PHK begitu marak, dan lapangan pekerjaan memang langka karena negara tidak menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyatnya.
Dalam penerapan sistem kapitalisme sekulerisme, negara ditempatkan hanya sebagai regulator dan fasilitator bagi para oligarki rakus nan serakah. Hal ini juga menjadikan negara tidak menjalankan fungsinya sebagai pengurus rakyat, baik dalam menyediakan layanan pendidikan dan menjamin kesejahteraan rakyat.
Walaupun program Sekolah Rakyat dikatakan gratis, namun hal ini menunjukkan negara hanya mengurusi rakyat miskin yang tak mampu sekolah. Padahal hari ini masih banyak problem pada sekolah negeri, baik terkait kualitas pendidikan maupun sarana dan prasarana yang belum memadai, kecukupan dan kualitas tenaga pendidik dan lain-lain. Seharusnya negara fokus membenahi sekolah-sekolah negeri yang ada, sehingga dapat diakses oleh seluruh rakyat. Bukan malah membuat program atas nama Sekolah Rakyat yang seakan-akan memunculkan kesan perbedaan antara si kaya dan si miskin dalam akses pendidikan. Tentu hal ini akan menambah masalah baru dengan munculnya kecemburuan sosial di masyarakat.
Nampak lah Sekolah Rakyat hanya sekedar solusi tambal sulam yang tidak menyelesaikan persoalan masyarakat, juga kebijakan populis yang tidak menyelesaikan carut marutnya dunia pendidikan, sama seperti program Makan Bergizi Gratis yang tidak menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya. Inilah buah dari kebijakan sistem kapitalisme yang tidak menyelesaikan masalah secara tuntas malah menimbulkan masalah baru. Oleh karena itu, kita butuh sistem yang benar-benar menjadi sebuah solusi di luar sistem kapitalisme yang bobrok ini, yaitu sistem Islam.
Persoalan mendasar terkait akses pendidikan oleh rakyat miskin adalah posisi pendidikan di dalam sistem yang berlaku. Kapitalisme memposisikan pendidikan sebagai komoditas sehingga hanya orang berduit yang bisa menikmatinya. Makin bagus kualitas pendidikan yang dikehendaki, makin besar biaya yang harus dikeluarkan. Sedangkan orang miskin yang tidak punya duit terpaksa tidak bisa mengakses pendidikan, atau bisa mengakses, tetapi ala kadarnya.
Dalam sistem Islam pendidikan diposisikan sebagai kebutuhan dasar rakyat yang harus dipenuhi oleh negara. Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu. Rasulullah saw. bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR Ibnu Majah).
Islam menjadikan pendidikan dengan kualitas terbaik berada dalam tanggungjawab negara, yang diberikan kepada semua rakyat, miskin ataupun kaya, pada semua jenjang pendidikan dan dengan pembiayaan yang ditanggung penuh oleh negara(gratis). Hal ini bisa dilakukan karena negara islam memiliki sumber dana yang mumpuni yaitu dari kas Baitul Mal.
Baitumal memiliki sumber pemasukan dari tiga bagian, yaitu fai dan kharaj, kepemilikan umum, dan zakat. Anggaran untuk pendidikan diperoleh dari pemasukan bagian pertama dan kedua, yakni fai dan kharaj serta pengelolaan kepemilikan umum. Bagian pertama, fai dan kharaj meliputi seksi ganimah (mencakup ganimah, anfal, fai, dan khumus), kharaj, status tanah, jizyah, dan dharibah (pajak). Sedangkan bagian kedua, pemilikan umum meliputi seksi minyak dan gas; listrik; pertambangan; laut, sungai, perairan dan mata air; hutan dan padang (rumput) gembalaan; dan aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus. Dengan demikian, sumber dana untuk pendidikan sangat besar sehingga negara tidak akan kekurangan anggaran untuk menyediakan pendidikan gratis berkualitas bagi seluruh rakyat.
Negara juga akan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyat dengan melakukan industrialisasi, pemberian bantuan modal usaha, pendidikan keterampilan kerja, pemberian tanah telantar pada yang membutuhkan, dan lain-lain, sehingga seluruh laki-laki dewasa mampu bekerja dengan layak dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Adapun bagi rakyat yang lemah (lansia, janda, yatim, disabilitas, sakit parah, dll.) dan tidak memiliki wali yang menafkahinya, negara akan memberikan santunan dan tempat tinggal (jika diperlukan).
Semua ini hanya bisa terwujud dengan penerapan syariat Islam kaffah di seluruh bidang kehidupan, yaitu politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, pertanahan, dan lain sebagainya, dalam institusi Khilafah. Hanya dalam sistem Islam (Khilafah) penguasa benar-benar berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat) dan junnah (perisai pelindung rakyat) sehingga kebutuhan pendidikan bisa terpenuhi secara sempurna dan paripurna. Dengan demikian, permasalahan akses pendidikan bisa diselesaikan secara konkret.
Wallahu a'lam bisshawab