| 383 Views

Polemik Pagar Laut, Di mana Peran Negara?

Oleh : Ummu Raffi 
Ibu Rumah Tangga 

Akhir-akhir ini, publik digemparkan dengan pemberitaan pagar laut misterius, dan keberadaannya telah dilaporkan warga kepada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten. Bahkan, pagar laut tersebut dikabarkan sedang proses pembongkaran yang dipimpin oleh Komandan Pangkalan Utama AL (Danlantamal) III Jakarta, Brigjen (Mar) Harry Indarto, sepanjang 30 km di Kabupaten Tangerang. (Tribunnews, 18/1/2025)

Polemik pagar laut di Kabupaten Tangerang, merupakan salah satu kabar yang mencuat belakangan ini. Bahkan, masih banyak kasus pemagaran serupa, hampir di seluruh wilayah laut Indonesia oleh oknum yang tak bertanggung jawab. Lalu, sekian banyaknya kasus pemagaran laut dibiarkan, di mana kah peran negara?

Keberadaan pagar laut, sangat merugikan warga. Di mana mereka akan kesulitan dalam mencari nafkah yakni sebagai nelayan. Ruang geraknya dibatasi, sehingga banyak yang mengalami kerugian.

Polemik pagar laut, telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan pejabat pemerintah. Di satu sisi, kawasan pagar laut tersebut sudah memiliki SHGB dan SHM ungkap Nusron. Di sisi lain, menurut UU seluruh wilayah laut adalah milik umum, sehingga tidak boleh bersertifikat menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono.

Dari fakta di atas, sangat jelas menunjukkan bukti abainya negara atas kasus ini. Berakibat, terjadi pembiaran proses pemagaran, pengkaplingan, hingga diterbitkannya SHM dan HGB di wilayah tersebut. Polemik pagar laut ini bak gunung es. Dinamika sosial yang tampak di permukaan, hanya sebagian kecil dari realita rakyat yang di bawah. 

Sistem kapitalisme, menjadikan negara hanya sebagai regulator dan fasilitator bagi para korporasi untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, tak peduli halal haram perbuatan tersebut. Hingga menelantarkan nasib rakyatnya. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kenyataan pahit ini akan terus ditelan rakyat, selama sistem kedaulatan oligarki tetap bercokol. Oleh karena itu, berharap kesejahteraan di sistem hari ini adalah suatu kemustahilan. 

Sangat berbeda profil negara dalam sistem Islam. Dalam Islam, negara berfungsi sebagai (raa'in) pengurus urusan rakyat. Negara memiliki kedaulatan penuh, untuk mensejahterakan rakyatnya sesuai syariat. Termasuk dalam hal pemagaran laut di dalamnya.

Rasulullah Saw bersabda : “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Hadits ini menjelaskan, bahwa seluruh kaum muslimin memiliki hak yang sama dalam memanfaatkan semua sumber daya alam untuk kehidupannya, berupa padang rumput, air, dan api. Tidak boleh saling menghalangi dalam memanfaatkannya, serta haram diprivatisasi kepemilikannya.

Adapun sumber daya alam yang berkaitan dengan air adalah seluruh sumber daya alam yang mengandung air, jumlahnya melimpah, terus menerus dan tidak terputus, seperti mata air di pegunungan, sungai, danau, laut, hingga samudera. Maka berdasarkan hadits di atas, telah ditetapkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya dalam syariat, bahwa laut merupakan bagian dari kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki secara individu atau golongan. Termasuk di dalamnya, tidak boleh dikapling bahkan dipagari.

Oleh karena itu, memagari lautan adalah bentuk pelanggaran hukum syariat dan termasuk kedzaliman serta kemaksiatan kepada Allah Swt. Sebab, mempersulit dan merugikan para nelayan untuk melaut ke laut lepas, juga merusak ekosistem.

Dengan demikian, untuk mengakhiri polemik pagar laut tersebut, selayaknya negara menerapkan hukum syariat kaffah yang memiliki tata aturan sangat rinci terkait pemanfaatan pantai, lautan dan segala hal yang dikandungnya.

Alhasil, hanya sistem Islam yang mampu mengatasi polemik pemagaran laut secara tuntas. Disertai keimanan dan ketakwaan, seorang pemimpin akan semaksimal mungkin mengatur tata kelola kepemilikan umum, dari hulu hingga hilir. Sehingga, tidak akan didapati liberalisasi, privatisasi oleh oknum. Sebab, semua sumber daya alam dikelola negara dan hasilnya untuk kemaslahatan umat.

Wallahu'alam bissawab.


Share this article via

100 Shares

0 Comment