| 44 Views

PHK Marak Akibat Tidak Diterapkan Sistem Islam

Oleh : Umi Silvi

Dari gelap terbitlah PHK’, mungkin istilah ini tidak berlebihan menggambarkan kondisi buruh di Indonesia. Mereka kembali menjadi korban dari kondisi gelapnya negeri ini. Tak dapat ditolak, badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun terus menerjang hingga maret 2025 ini. PHK yang terjadi jelang Ramadan kemarin telah menghantam beberapa perusahaan besar yang ada. Seperti Industri Tekstil Sritex, Sukoharjo Jawa Tengah, dengan jumlah karyawan terkena PHK 10.669 orang. Kemudian lebih dari seribu buruh diPHK Yamaha Music Indonesia karena relokasi pabrik ke Cina. Hampir 1000 buruh di PT Sanken Indonesia juga terkena dampak badai PHK ini.

PHK menghantui para pekerja, buruh pabrik, dan karyawan swasta lainnya, setelah sebelumnya terjadi badai PHK dan berujung pada banyaknya pengangguran dan masyarakat miskin. Sampai saat ini badai PHK masih terus terjadi. Lalu bagaimana nasib buruh dan pekerja selanjutnya?

Sementara itu, dua tahun terakhir sejak 2022 hingga awal 2025 ini, PHK beruntun telah menerjang 30 pabrik yang bergerak di sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia. Di mana penutupan pabrik tersebut menyebabkan lebih dari 11.207 buruh kehilangan pekerjaannya. Angka ini belum mencakup secara total keseluruhan PHK karena ada perusahaan yang jumlah PHK-nya tidak diketahui.

Di antara karyawan-karyawan korban PHK mereka tidak sedikit yang banting setir dengan membuka usaha kecil-kecilan, jualan keliling, menjadi ojol (ojek online), karena mencari kerja di tempat lain terkendala usia. Selain itu banyaknya saingan anak-anak lulusan baru yang sama-sama berjuang mencari pekerjaan, sementara perusahaan pun banyak menerima karyawan lulusan baru dan keahlian yang berbeda. 

Mencari pekerjaan saat ini sangatlah tidak mudah, ada banyak kriteria yang menyulitkan Namun inilah yang terjadi ketika kita hidup dalam sebuah sistem yang jauh dari aturan Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Kita saat ini hidup dalam sistem yang berlandaskan akal manusia yaitu sistem ekonomi kapitalis, dalam sistem kapitalisme buruh adalah faktor produksi, yang akan dikorbankan untuk menyelamatkan perusahaan.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyiapkan langkah-langkah antisipatif untuk menghadapi kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masal di PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Upaya ini dilakukan sejak awal untuk memastikan para pekerja yang terdampak tetap mendapatkan hak dan kesempatan kerja baru.

Dalam keterangan resminya pada Jumat (28-2-2025), Yassierli menjelaskan bahwa Kemnaker telah berkoordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah serta pemerintah kabupaten/kota di Surakarta dan sekitarnya. Menurutnya, ada sekitar 10.666 lowongan pekerjaan di berbagai sektor industri yang bisa menjadi alternatif bagi para pekerja yang terkena PHK. Selain memastikan bahwa buruh mendapatkan upah, pesangon, dan hak atas manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan, termasuk Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah apakah pemerintah serius untuk bertanggungjawab atas jaminan kerja bagi buruh yang terkena PHK? Jelas kita sangat butuh memastikan keseriusan pemerintah ini. Di tengah ribuan bahkan jutaan lowongan pekerjaan yang ada, apakah pasti akan menerima korban PHK tersebut? Melihat sulitnya mencari pekerjaan di Indonesia masih menjadi problem besar negeri ini. Meski pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan program peningkatan lapangan kerja, tetap saja tingkat pengangguran masih tinggi. Apalagi ditambah dengan para korban PHK ini. 

Terbukti bulan lalu, negeri ini diramaikan dengan tren ‘Kabur Aja Dulu’ hingga menjadi hastag viral di media sosial X. Tren ini dianggap sebagai bentuk kekecewaan masyarakat Indonesia terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan keadilan di negeri ini. Salah satunya adalah kecewa karena untuk mendapatakan lapangan pekerjaan begitu sulit persyaratan yang harus dipenuhi. Bahkan dari laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), lebih dari 50% perusahaan merasa sulit menemukan pekerja yang memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan mereka. Sedangkan faktanya, kualifikasi yang diberikan terlalu tinggi bahkan ada yang tidak realistis (news.detik.com, 12-10-2024).

Hal inilah yang menjadi paradoks antara keinginan pemerintah dengan masalah yang ada di lapang. Artinya, solusi sebaik apa pun yang diwacanakan pemerintah tidak akan efektif terlaksana karena negara ini berada di lingkaran penguasaan kaum kapital. Selama nyawa ekonomi negeri ini masih disandera oleh para investor, maka penguasa hanya akan tetap menjadi regulator bagi aliran arus ekonomi kapitalis. Faktanya, lapangan pekerjaan baru yang dijanjikan hanya untuk meredakan ‘tuntutan’ rakyat. Ini adalah kenyataan pahit yang rakyat hadapi.

Sudah saatnya masyarakat bangkit dan membuka mata dengan keadaan sekarang yang semakin hancur oleh sistem yang rusak ini. Cara satu-satunya adalah dengan mengganti sistem rusak ini dengan sistem yang benar yaitu dengan sistem Islam. Di mana dalam sistem Islam ini bukan hanya masyarakat yang beragama Islam saja yang akan merasakan kesejahteraannya tapi masyarakat non-Islam pun akan merasakannya.

Dalam sistem Islam, berbagai kebutuhan pokok rakyatnya akan dipenuhi oleh khalifah sebagai kepala negara yang bertugas mengurus berbagai urusan rakyat. Seperti urusan pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, keamanan dan kesejahteraan rakyat sudah dipastikan terjaga. Hal ini karena khalifah akan menerapkan aturan dan hukuman sesuai dengan perintah Allah SWT selaku yang menciptakan langit beserta isinya.

Islam tidak bisa dipisahkan dengan kekuasaan. Tanpa Islam, maka kekuasaan akan mudah runtuh, dan tanpa kekuasaan, Islam akan mudah hilang. Maka, Islam akan dirasakan keagungannya dan menjadi solusi berbagai masalah kehidupan ketika diterapkan dalam sebuah negara. Oleh sebab itu, keberadaan Khilafah sebagai sistem pemerintahan yang bersifat umum (mendunia) dengan penerapan Islam secara menyeluruh. Dengan Khilafah, sistem ekonomi Islam akan diterapkan untuk kesejahteraan rakyatnya. Kebutuhan rakyat dijamin pemenuhannya dengan beberapa mekanisme. 

Pertama, mengatur kepemilikan harta dengan kejelasan status kepemilikannya. Yakni kepemilikan individu, umum, dan negara. Dari sini, Islam melarang penyerahan pengelolaan harta milik umum kepada individu atau swasta. Maka, saat negara membangun industri strategis misalnya di bidang pertambangan, alutsista, pertanian dan sebagainya. Di sanalah dibuka lapangan pekerjaan dengan jumlah besar. Tentu hal ini juga akan mendorong masyarakat untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuannya.

Kedua, Khilafah akan mendorong setiap laki-laki sebagai penanggung nafkah untuk bekerja. Negara akan menyediakan modal atau insentif agar mereka bisa membuat usaha. Juga menyediakan fasilitas pelatihan untuk meningkatkan keterampilan agar bisa mendukung pekerjaan di berbagai industri dan pekerjaan. Maka, tidak akan ada istilah menganggur dalam Islam.

Ketiga, menetapkan gaji buruh sesuai ketentuan Islam, yaitu berdasarkan manfaat tenaga yang diberikan buruh di pasar. Bukan berdasarkan pada biaya hidup terendah yang dikenal dengan UMR. Dengan begitu, akan mencegah terjadinya kezaliman majikan ke buruh.

Oleh karena itu, penerapan sistem Islam dalam institusi Khilafah Islamiyah bukanlah sumber kerusakan melainkan akan menjadi sumber hadirnya keberkahan dan kesejahteraan bagi negara dan masyarakat yang hidup di dalamnya. Inilah yang harusnya kita perjuangkan.


Share this article via

49 Shares

0 Comment