| 636 Views
Pernikahan Dini dan Masalah Kualitas Generasi

Oleh : Ummu Saibah
Sahabat Cendikia Pos media
Menurut lembaga Internasional UNICEF, definisi pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan di bawah umur 18 tahun. Sedangkan menurut lembaga nasional BKKBN definisi pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan di bawah umur 20 tahun.
Pelarangan menikah di usia dini terjadi karena dianggap rentan menimbulkan permasalahan, dengan dalih belum matang secara emosional untuk menghadapi permasalahan keluarga sehingga mengakibatkan stress.
Hal ini dianggap menghambat tercapainya bonus demografi pada tahun 2030 mendatang. Oleh karena itu, negara menyelenggarakan pendidikan non formal bagi para remaja dalam rangka pencegahan maraknya pernikahan dini.
Salah satunya melalui Seminar Nasional _"Cegah Kawin Anak "_ di Semarang beberapa waktu lalu. Seminar yang dihadiri ratusan pelajar dari Madrasah, MAN maupun SMA ini bertujuan untuk mengedukasi remaja tentang bahaya pernikahan dini, sekaligus menjadikan mereka sebagai agen yang akan menginspirasi teman sebaya untuk menghindari menikah diusia dini. (Kemenag.go.id 19-9-2024)
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum menegaskan pentingnya kualitas remaja dalam mencapai bonus demografi. Pendidikan dan kesehatan harus menjadi prioritas utama untuk mewujudkan generasi berkualitas. Ia juga mengungkapkan pencegahan pernikahan dini dengan memastikan usia pernikahan sesuai dengan batas yang wajar.(Kemenag.go.id 20-9-2024).
Pernikahan Dini VS Kualitas Generasi
Maraknya pernikahan dini dianggap sebagai penghambat terwujudnya generasi berkualitas. Opini ini menyesatkan, karena kualitas generasi ditentukan oleh beberapa faktor yang merupakan satu kesatuan, diantaranya pendidikan yang berkualitas, lingkungan yang kondusif, kestabilan perekonomian yang berkelanjutan juga terjaminnya keamanan. Tetapi penerapan sistem hidup yang diterapkan saat ini yaitu sistem kapitalisme terbukti tidak mampu menghadirkan faktor pendukung tersebut sehingga gagal mencetak generasi yang berkualitas.
Fakta menunjukkan bahwa penerapan sistem kapitalisme menimbulkan banyak permasalahan serta tidak mampu memberikan solusi yang tepat dalam kehidupan remaja. Mereka dihadapkan pada derasnya arus pornografi juga pergaulan bebas sebagai akibat pemahaman liberalisme dan sekularisme yang memasuki seluruh lini kehidupan. Sementara negara yang seharusnya berperan sebagai pelindung, mengambil kebijakan yang pro seks bebas, menghalangi pernikahan dini dan memfasilitasi pergaulan bebas.
Seharusnya kebijakan negara lebih fokus pada upaya pencegahan agar remaja tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Karena pernikahan dini umumnya terjadi akibat pergaulan bebas.
Di balik Kebijakan Pencegahan Pernikahan Dini
Pencegahan pernikahan dini sejatinya merupakan agenda pembangunan dunia atau dikenal dengan _Susteinable Development Goals_ (SDGs) yang diagendakan oleh Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), yang bertujuan untuk mensejahterakan manusia secara global, walaupun begitu agenda ini patut diwaspadai oleh umat Islam, karena lahir dari rahim sistem kapitalisme yang notabene berlawanan dengan sistem Islam. Kenyataannya program tersebut digencarkan di negeri-negeri muslim dan membawa paradigma barat yang bertentangan dengan syariat Islam.
Di negeri ini program SDGs menargetkan pengentasan stunting dan pencegahan pernikahan dini, juga sebagai proyek nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Angka pernikahan dini ditargetkan turun dari 11,2% di tahun 2018 manjadi 8,74% di tahun 2024. Target ini akan berdampak kepada berkurangnya angka kelahiran dalam keluarga muslim bahkan akan menghancurkan keluarga muslim.
Mencetak Generasi Berkualitas dalam Pandangan Islam
Di dalam Islam pernikahan dianggap boleh menurut syariat bila terpenuhi rukun nikahnya. Sedangkan Islam menganjurkan seorang muslim menikah saat ia telah mampu. Sesuai dengan hadist Rasulullah Saw:
"Hai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu menikah, maka hendaklah ia menikah. Dan barangsiapa yang belum mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa dapat menjadi perisai baginya.” (HR. Al-Bukhari, no. 4778; Muslim, no. 1400).
Sejatinya semua permasalahan yang muncul dalam kehidupan hari ini seperti banyaknya kasus remaja putus sekolah karena hamil, tingginya angka perceraian, kematian ibu dan bayi, stunting, KDRT terjadi sebagai akibat dari penerapan sistem kapitasme. Sedangkan di dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah , berbagai permasalahan tersebut bisa dicegah.
Sistem Islam menjamin terjaganya pergaulan antara laki-laki dan perempuan, misalnya larangan berkhalwat (berduaan tanpa mahram), larangan ihktilat (bercampurnya laki-laki dan perempuan dalam melakukan aktivitas), menutup aurat baik laki-laki maupun perempuan dan keduanya pun menundukkan pandangan, berbagai syariat di atas mampu mencegah berkembangnya pergaulan bebas dan segala dampaknya.
Selain itu penerapan sistem ekonomi Islam yang tidak berbasis riba, distribusi kekayaan yang merata dan pemanfaatan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan dibawah pengelolaan negara yang amanah akan menjamin terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Sistem media yang dibangun akan makin menguatkan kepribadian Islam. Melalui kontrol negara terhadap konten media yang beredar di masyarakat. Penerapan syariat Islam secara kaffah akan menyelamatkan generasi dari dekadensi moral dan menghasilkan generasi yang berkualitas.
Wallahu a'lam bishowab.