| 769 Views

Pergantian Kurikulum Pendidikan, Akankah Membawa Perubahan untuk Generasi?

Oleh : Raodah Fitriah, S.P 

Pergantian kurikulum menjadi budaya ketika ada pemimpin baru. Begitu juga di era kepemimpinan Prabowo Subianto. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti mengubah kurikulum merdeka menjadi kurikulum deep learning dengan pendekatan yang lebih banyak melibatkan siswa secara aktif. Dengan kurikulum ini siswa bisa mindful learning, meaningful learning dan joyful learning. (Melintas.id, 09/11/2024).

Sederetan Problem Pendidikan di Indonesia 

Melansir dari worldtop20.org peringkat pendidikan Indonesia pada tahun 2023 berada di urutan ke 67 dari 203 negara di dunia. Sistem pendidikan masih jauh dari harapan. Tidak terlepas dari segudang masalah mulai dari fasilitas, akses pendidikan antar wilayah, distribusi guru tidak merata, kualitas dan kesejahteraan guru masih sangat rendah. 

Belum lagi kasus perundungan yang terjadi di ruang lingkup sekolah masih menjadi PR bagi negara. Demikian pula tindakan asusila di kalangan pelajar, baik yang dilakukan sesama pelajar maupun guru terus berulang. Penyelesaian masalah kerap hanya sebatas permintaan maaf dan diselesaikan secara kekeluargaan. Jika pun dibawa ke ranah hukum, hanya mendapatkan hukuman yang tidak sesuai dengan perbuatannya. Lantas, mungkinkah berbagai kasus yang terjadi di dunia pendidikan hari ini bisa diselesaikan dengan ganti kurikulum?

Alasan diganti pun karena metode pembelajaran harus sesuai dengan perkembangan teknologi. Pembelajaran konvensional kurang relevan dalam membekali generasi muda. Kurikulum deep learning merupakan adaptasi dari konsep deep learning dalam kecerdasan buatan, yang mengacu pada pendekatan pemrograman yang memungkinkan komputer mengenali pola kompleks dari berbagai jenis data, seperti gambar dan teks. (Melintas.id, 09/11/2024). Deep learning seolah menjadi sesuatu yang baru yang bisa menyelesaikan persoalan pendidikan. Padahal hanya namanya yang diganti, tetap saja lahir dari paradigma yang sama dengan kurikulum sebelumnya. 

Pola Pendidikan Sekuler Kapitalis

Meskipun ribuan kali ganti kurikulum dan pejabat yang berperan, tetap tidak akan mampu menyelesaikan masalah yang ada. Semua permasalahan di dunia pendidikan di Indonesia mustahil teratasi meski dilakukan terobosan, jika masih menganut sistem pendidikan sekuler. Sebab sistem sekularisme menganggap agama tidak penting bahkan tidak relevan dengan sistem sekarang. Akibatnya, generasi semakin jauh dari fitrahnya dan mustahil mewujudkan generasi yang beriman dan bertakwa.
 
Sistem kapitalisme juga menyandarkan segala sesuatu dengan materi. Penerapannya menjadikan tujuan pendidikan hanya untuk memenuhi ambisi penguasa, yakni mencetak generasi bermental buruh yang hanya fokus pada dunia kerja saja. Akibatnya, sistem pendidikan dituntut mengikuti sistem yang hanya fokus pada industrialisasi bukan mendidik.  

Sistem pendidikan hari ini berhasil mencetak output pendidikan yang menguasai sains dan teknologi. Akan tetapi di saat yang bersamaan, kita dihadapkan pada problematika sosial dan dekadensi moral yang parah. Sehingga terbentuklah generasi yang minim adab, berpikir dan berperilaku bebas (liberal). Boro-boro menjadi agen perubahan, yang ada justru membuka peluang kerusakan di tengah masyarakat. Sistem pendidikan juga dirancang untuk melanggengkan eksistensi kapitalis. Mirisnya lagi, agama hanya digunakan pada ibadah yang wajib saja dan jika ada yang dianggap melenceng dari sistem yang ada saat ini, akan dihapuskan. 

Generasi seharusnya menjadi tonggak estafet peradaban, namun dalam sistem yang rusak saat ini justru semakin terbajak potensinya. Banyaknya lulusan sekolah maupun perguruan tinggi bukan menjadi tolak ukur keberhasilan kurikulum pendidikan. Inilah bukti nyata kebobrokan sistem ini hanya fokus menciptakan kuantitas tanpa memperhatikan aspek kualitas generasi.

Sistem Pendidikan Islam

Sistem pendidikan dalam Islam adalah berasaskan akidah Islam. Tujuan, visi dan misi pendidikan sangat jelas, yakni melahirkan generasi berkualitas, berilmu, bertakwa, terampil dan berjiwa pemimpin serta menjadi problem solver. Tanggung jawab negara sangatlah besar, mulai dari membangun sekolah di seluruh daerah, menyusun pendidikan yang berasaskan akidah Islam dan metode yang digunakan untuk menanamkan tsaqofah Islam ke dalam akal dan jiwa siswa. Bahkan negara mendirikan struktur administratif yang terdiri dari departemen (maslahah), jawatan-jawatan (da’irah), dan unit-unit (idarah) yang memastikan seluruh individu rakyat mengakses pendidikan secara layak.

Hal ini jelas dari catatan sejarah bagaimana gemilangnya sistem pendidikan Islam yang pernah diterapkan oleh negara selama 1.400 abad yang lalu sejak zaman kenabian Rasulullah Muhammad SAW, kemudian diikuti oleh para khulafaur rasyidin dan berakhir di kekhilafahan Utsmaniyah, melahirkan individu yang bertakwa dan bersyaksiyyah (pola sikap) Islam. Banyak para ilmuwan dunia yang lahir dari sistem pendidikan pada masa kejayaan Islam. Mereka adalah para ilmuwan yang tidak hanya menguasai ilmu Islam, tetapi juga mumpuni dalam penguasaan sains dan teknologi. Teramat banyak ilmuwan muslim yang namanya tercantum dalam sejarah peradaban Islam maupun berbagai buku yang turut dicatat oleh peradaban Barat. 

Ibnu Khaldun misalnya, beliau dikenal sebagai bapak sosiologi dan ekonomi Islam. Karyanya yang terkenal adalah muqaddimah yang membahas gambaran awal sejarah universal manusia. Kedua, Ibnu Sina yang dikenal dengan bapak kedokteran. Ketiga, Al Khawarizmi, beliau merupakan seorang ahli matematika dan astronomi, dan dianggap sebagai penemu algoritma yang dikenal sebagai algoritma Al-Khawarizmi. Algoritma ini menjadi dasar dalam pengembangan komputer modern, dan masih banyak lagi ilmuan lainnya yang lahir dari sistem pendidikan Islam.

Jika hari ini dunia silau dengan peradaban Barat yang menafikkan agama, Islam justru sebaliknya. Jelas, Islam dan kurikulum pendidikan tidak boleh dipisahkan. Keduanya saling mengisi pada diri individu muslim. Tidakkah kita merindukan peradaban yang mencetak generasi emas? Gonta ganti kurikulum ala kapitalistik tidak akan mampu mencetak bahkan menyelamatkan generasi dari kerusakan. 

Wallahu a'lam.


Share this article via

138 Shares

0 Comment