| 33 Views
Perbandingan Pajak, Zakat dan Wakaf, Antara Kapitalisme Dan Islam Jelas Jauh Berbeda

Oleh : Sumarni Ummu Suci
Dalam sebuah pidatonya pada acara serasehan nasional ekonomi syari'ah, refleksi kemerdekaan Republik Indonesia 2025 , Rabu 13 Agustus 2025, mentri Sri Mulyani menyatakan bahwa kewajiban membayar pajak sama halnya menunaikan zakat dan wakaf.
Menurutnya, ketiganya memiliki tujuan serupa yakni menyalurkan sebagian harta kepada pihak yang membutuhkan. (dikutip : cnbcindonesia.com)
Ia menegaskan bahwa pada dasarnya setiap orang yang mampu harus menggunakan hartanya, sebab didalam setiap rezeki terdapat hak orang lain. Bahkan ia menyebutkan secara substansi pajak dapat disebut sebagai bagian dari ekonomi syari'ah. (dikutip : cnbcindonesia.com)
Pernyataan ini bisa jadi bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak yang saat ini tengah seret.
Pajak memang masih menjadi penopang utama APBN. Meski pemerintah berjanji tidak akan menaikkan tarif pajak pada 2026, bukan berarti beban pajak akan tetap atau bahkan turun. Sebab regulasi yang ada sudah memberi ruang bagi pemerintah untuk melakukan penyesuaian tarif pajak.
Tak berhenti disitu, pemerintah juga mulai mencari objek pajak baru seperti pajak warisan, pajak karbon hingga pajak rumah ketiga. Padahal pajak yang sudah ada saat ini saja sudah cukup memberatkan.
Tarif PBB misalnya di sejumlah daerah naik hingga 200 - 300 %. Sehingga memicu keresahan masyarakat dan aksi protes terhadap pemerintah daerah.
Kondisi ini adalah potret nyata penerapan sistem Kapitalisme oleh pemerintah. Pajak di jadikan sebagai tulang punggung ekonomi negara.
Namun disisi lain, negara menyerahkan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) kepada swasta kapitalis. Alhasil, rakyat justru makin di cekik dengan berbagai pungutan hingga banyak yang jatuh ke jurang kemiskinan.
Sedangkan para kapitalis kian kaya raya dan menguasai perekonomian karena mendapatkan fasilitas istimewa dari pemerintah.
Berbagai Undang - Undang yang disahkan pun nyatanya lebih berpihak kepada kepentingan pemilik modal dan mengabaikan kepentingan rakyat.
Tak heran jika pajak dalam sistem Kapitalisme bersifat dzolim. Sebab bukan hanya memaksa rakyat miskin untuk menyetorkan harta mereka tetapi hasil pungutannya pun tidak kembali untuk menyejahterakan rakyat, melainkan di alirkan ke proyek -proyek yang justru menguntungkan para kapitalis.
Lebih parah lagi, kebijakan pajak sering kali memberi karpet merah kepada para konglomerat melalui program seperti "tax amnesty".
Sehingga semakin jelas bahwa sistem pajak dalam Kapitalisme sejatinya hanya menjadi alat eksploitasi rakyat demi keuntungan segelintir orang.
Berbeda dengan Kapitalisme yg menjadikan pajak sebagai tulang punggung ekonomi negara, Islam menetapkan dhoribah (pungutan) kepada rakyat hanya bersifat temporer dan terbatas.
Pungutan ini hanya di berlakukan ketika kas negara (Baitul Maal) bener - bener kosong dan hanya dari lelaki muslim yang kaya.
Pajak (dhoribah) dipungut semata untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya mendesak (darurat) seperti kebutuhan jihad, penyediaan layanan publik mendasar atau jika ada bencana besar yang memerlukan dana ekstra.
Adapun zakat menjadi salah satu sumber pemasukan Baitul Maal pada pos zakat. Namun syari'at telah menentukan dengan tegas objek penerimanya yaitu 8 golongan ( asnaf ) sebagaimana tercantum dalam firman Allah SWT :
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana". (QS.At - Taubah : 60)
Dengan demikian zakat memiliki saluran distribusi yang sangat jelas dan tidak boleh dialihkan kepada proyek atau kebutuhan lain.
Inilah keunggulan sistem zakat dalam Islam yang memastikan setiap dana benar - benar sampai kepada pihak yang berhak sebagaimana yang ditetapkan Allah SWT.
Oleh karena itu, penyamaan pajak dalam sistem kapitalisme dengan zakat bahkan sampai menyebutnya sebagai bagian dari ekonomi syari'ah, merupakan bentuk penyesatan sekaligus upaya membodohi umat.
Selain zakat , Baitul Maal memiliki banyak pos pemasukan lain yang bersifat tetap dan sagat besar nilainya. Diantaranya adalah hasil pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) milik umum.
Dalam Islam kekayaan alam seperti tambang besar, hutan, air, laut, migas, batu bara dan lain - lain, tidak boleh diserahkan kepada swasta apa lagi asing.
Rasulullah Saw bersabda:
"Kaum muslim berserikat dalam tiga hal yakni : air, padang rumput dan api". (HR.Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)
Hadis ini menjadi dasar bahwa Sumber Daya Alam (SDA) berskala besar merupakan milik umum. Sehingga pengelolaannya wajib dilakukan negara demi kepentingan seluruh rakyat. Seperti dalam bentuk pendidikan dan kesehatan gratis.
Penerapan ekonomi Islam dalam khilafah akan menjamin kesejahteraan setiap rakyat bukan hanya segelintir kelompok. Negara wajib memenuhi kebutuhan pokok individu dari sumber pemasukan syar'i tanpa membebani rakyat dengan pajak.
Dengan sistem ini, kesenjangan dan kedzoliman ekonomi dapat di hapus. Sementara kesejahteraan terdistribusi nyata pada tiap individu, bukan sekedar angka di atas kertas.
Wallahua'lam bissawab.