| 143 Views

Pemimpin Amanah Kunci Anggaran Sehat

Oleh : Sarie Rahman

Dalam konfrensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di kantor Pusat Kementerian Keuangan (Jum'at, 24/01/2025), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan rincian belanja kementerian dan lembaga yang akan dipangkas setelah Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan instruksi presiden terkait efisiensi anggaran belanja pada 22 Januari 2025..

Presiden Prabowo meminta agar pengelolaan anggaran tahun ini lebih difokuskan untuk belanja yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat. Beberapa jenis pengeluaran atau pos anggaran kementerian dan lembaga yang dinilai tidak efisien akan dikurangi, seperti kegiatan seremonial, acara halal bi halal, serah terima, dan lain-lain. (TEMPO. com, 25/01/2025) 

Pemangkasan Anggaran: Antara Efisiensi dan Pencitraan

Pemangkasan anggaran menjadi langkah yang umum dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk menyeimbangkan keuangan negara. Dengan tujuan meningkatkan efisiensi belanja, baik di tingkat pusat maupun daerah. Langkah ini dilakukan dengan mengurangi alokasi dana untuk pos-pos yang dianggap kurang produktif atau yang dapat dialokasikan dengan anggaran yang lebih kecil. Namun, di balik tujuan mulia tersebut, pemangkasan anggaran juga menyimpan beberapa permasalahan. 

Menandakan bahwa selama ini terdapat pemborosan dalam pengelolaan keuangan negara, belanja yang tidak penting dan tidak prioritas. Model pengelolaan seperti ini membuka celah terjadinya penyalahgunaan anggaran, termasuk praktik korupsi.
Lebih lanjut, pemangkasan anggaran ini diduga kuat hanya merupakan kebijakan populis-otoriter yang bertujuan untuk mencari citra positif di mata publik. Ini dikarenakan negara seolah-olah lepas tanggung jawab atas segala urusan masyarakat sebagai konsekuensi dari penerapan sistem Kapitalisme. Dalam sistem ini, negara cenderung mengurangi perannya dalam menyediakan layanan publik dan menyerahkannya kepada mekanisme pasar.

Pemangkasan anggaran yang sering dilakukan oleh pemerintah, pada dasarnya tidak akan membawa perubahan signifikan jika sistem ekonomi yang mendasarinya tidak juga diubah. Kapitalisme, dengan landasan utama pajak dan utang, serta prioritas pengeluaran negara yang belum tentu berpihak pada kepentingan rakyat, membuat pemangkasan anggaran hanya menjadi tindakan kosmetik. Selama sistem ini tetap berjalan, masalah-masalah fundamental seperti ketidaksetaraan ekonomi, korupsi, dan kurangnya pelayanan publik yang berkualitas akan terus berulang. Pemangkasan anggaran semata-mata tidak akan mampu mengatasi akar permasalahan ini, melainkan hanya memindahkan masalah dari satu titik ke titik lainnya.

Tanggung Jawab Pemimpin dalam Islam: Mengelola Keuangan Negara

Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin bukanlah sosok yang berkuasa mutlak, melainkan seorang pelayan (raa’in) bagi rakyatnya. Tanggung jawab utama seorang pemimpin adalah mengelola dan mengurus keuangan negara dengan sebaik-baiknya. Amanah ini bukan sekadar soal angka dan kebijakan ekonomi, melainkan sebuah kewajiban moral untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Disebutkan  Rasulullah SAW pernah bersabda , “Kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun an ra’iyyatihi.”
Artinya, “Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”

Konsep kepemimpinan dalam Islam menekankan pentingnya keadilan dalam distribusi sumber daya, sehingga setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Dengan demikian, seorang pemimpin tidak hanya dituntut untuk memiliki keahlian dalam bidang ekonomi, tetapi juga memiliki hati yang bersih dan niat yang tulus untuk melayani umat.

Konsep kepemimpinan seperti ini telah dicontohkan oleh para pemimpin Islam terdahulu, seperti Umar bin Khattab yang dikenal dengan keadilannya, atau Umar bin Abdul Aziz yang terkenal dengan kesederhanaannya. Mereka membuktikan bahwa kekuasaan dapat digunakan untuk memajukan kesejahteraan rakyat dan bukan untuk kepentingan pribadi.

Umar bin Khattab, dikenal sebagai khalifah yang adil dan tegas. Ia melakukan sensus penduduk pertama kali dalam sejarah Islam untuk memastikan distribusi zakat yang merata. Kisah terkenal tentang Umar adalah ketika ia mengelilingi kota Madinah pada malam hari untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan rakyatnya.
Begitu pula dengan Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang hidup sederhana dan sangat memperhatikan keadilan. Ia dikenal karena kebijakan fiskalnya yang bijaksana dan upaya untuk mengurangi kesenjangan sosial.

Syariat Landasan Utama dalam Kepemimpinan Islam

Dalam sistem khilafah, pejabat dan pegawai negara dituntut memiliki sifat takwa, amanah, dan profesional, serta menjauhi tindakan korupsi atau penyalahgunaan wewenang. Semua ini diwujudkan melalui sistem pendidikan Islam yang menekankan pada pembentukan karakter yang berlandaskan akidah yang kuat. Selain itu, sistem sanksi yang tegas juga diterapkan sebagai upaya pencegahan terhadap pelanggaran terkait harta negara.
Keimanan yang kokoh dan kesadaran akan tanggung jawab di hadapan Allah menjadi landasan moral bagi para pejabat dan pegawai. Mereka memahami bahwa jabatan yang diamanahkan adalah titipan yang harus dipertanggungjawabkan. 

Selain itu, kontrol masyarakat juga menjadi faktor penting dalam menjaga integritas pejabat dan pegawai negara. Masyarakat memiliki peran aktif dalam mengawasi dan mengkritik kinerja pemerintah. Adanya kontrol sosial yang kuat, didukung oleh media massa yang bebas, akan mencegah terjadinya tindakan korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Dengan kombinasi antara pendidikan yang kuat, sistem sanksi yang tegas, keimanan yang kokoh, dan kontrol masyarakat yang efektif, diharapkan tercipta pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Hal ini berdampak pada kepercayaan publik yang tinggi terhadap pemerintah, serta pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Dalam sistem kepemimpinan Islam, tanggung jawab tertinggi atas urusan umat berada di pundak seorang Khalifah, yang dipilih melalui proses baiat (sumpah setia). Tanggung jawab ini bukanlah sekadar simbolis, melainkan sebuah amanah yang mengharuskan Khalifah untuk senantiasa menjaga dan memastikan penerapan seluruh hukum syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Khalifah memiliki kewajiban untuk menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana, serta memastikan bahwa seluruh kebijakan yang diambilnya selalu berlandaskan pada syariat Allah SWT.

Lebih dari itu, Khalifah juga memiliki peran sentral dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan publik. Setiap kebijakan yang akan diambil harus melalui pertimbangan yang matang dan seksama, dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariat Allah. Hal ini penting untuk menjamin bahwa setiap keputusan yang diambil tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat, tetapi juga selaras dengan nilai-nilai Islam.

Sebagai penegak keadilan, Khalifah juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa sanksi-sanksi yang ditetapkan dalam hukum Islam diterapkan dengan tegas dan memberikan efek jera. Penerapan sanksi ini bertujuan untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat, serta mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang melanggar hukum syariat. Dengan demikian, Khalifah memiliki peran yang sangat krusial dalam menjaga tegaknya hukum Islam dan menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan diridhoi oleh Allah SWT.


Share this article via

77 Shares

0 Comment