| 80 Views

Pemerintah Masih Belum Sepenuh Hati Perhatikan Kesejahteraan Guru, Hasil Dari Penerapan Sistem Kufur

Oleh : Sumarni Ummu Suci

Dinamika problematika pendidikan pada saat ini begitu pelik. Dari hulu hingga hilir kebijakan dan implementasi pendidikan di negeri ini di penuhi dengan berbagai permasalahan.

Dari sejak perundangan, pendidikannya yang tidak jelas dasar kebijakannya. Kurikulumnya yang terus berganti dan tidak mampu mencetak peserta didik yang berkualitas termasuk didalamnya permasalahan kesejahteraan guru yang masih banyak yang belum tersejahterakan.

Guru adalah sosok yang berjuang mencetak generasi unggul dengan menanamkan dan pengetahuan agar bermanfaat untuk kehidupan umat. Sayangnya nasib guru saat ini ternyata ditelantarkan haknya oleh negara. 

Di Banten ratusan guru  yang terhimpun dalam Solidaritas Guru Banten melakukan aksi damai pada Kamis, 3 Juli 2025.

Aksi tersebut untuk meminta keadilan atas dihilangkannya tunjangan tambahan (tuta) dan tunjangan kinerja (tukin).

Aksi itu menunjukkan kekecewaan guru terhadap kebijakan yang ada, yang dianggap tidak memihak pada nasib guru serta tidak menganggap kesejahteraan guru sebagai prioritas.

Kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Banten saja, tetapi juga dirasakan dan dialami guru-guru lain di berbagai daerah di Indonesia.

Ketidak adilan di berbagai daerah bisa dilihat dari besaran tuta yang berbeda-beda di tiap daerah. Begitu pun dengan tukin, juga memiliki besaran yang variatif sesuai kebijakan masing-masing daerah.

Sudah sekian lama hal itu menimbulkan kecemburuan karena kebutuhan hidup para guru sejatinya tidak jauh berbeda.

Walhasil, mayoritas guru mengeluhkan ketimpangan tunjangan yang diterima. Selain karena perbedaan yang sangat timpang, ditambah dengan dihapuskannya tuta, para guru merasa hidupnya terancam dan tidak mendapatkan keadilan.

Misal, bertambahnya beban kerja di luar tugas pokok, tetapi kesejahteraan tidak diperhatikan, bahkan dihilangkan dengan alasan efisiensi.

Di beberapa daerah, ada sekolah yang pada akhirnya harus memanipulasi dana BOS untuk mengalokasi anggaran bagi guru yang memiliki tugas tambahan, seperti wakil kepala sekolah, meskipun “hanya” dengan nominal Rp300—600 ribu.

Di Banten, para guru SMA/SMK/SKH berusaha melakukan beberapa upaya untuk dapat mengembalikan tuta guru tersebut, salah satunya dengan aksi turun ke jalan.

Namun, di beberapa daerah yang mengalami hal serupa, lebih cenderung menerima tanpa berani menyampaikan aspirasi pada pihak yang berwenang.

Sungguh, kejadian ini adalah gambaran nasib guru dalam sistem hari ini yang tidak mendapatkan kesejahteraan hakiki.

Negara tampak setengah hati memberikan kesejahteraan guru, bahkan sangat timpang dibandingkan dengan pegawai dari dinas lainnya.

Terkadang pula, guru malah menerima nyinyiran masyarakat yang menganggap guru memiliki gaji besar dengan pekerjaannya yang “remeh”.

Alhasil, ini adalah PR bagi pemerintah daerah dan pusat, selain profesi guru yang masih dipandang sebelah mata dan kesejahteraan guru yang masih di abaikan.

Pemenuhan kesejahteraan ini tentu membutuhkan perhatian serius dari pemerintah sebab penggajian guru erat dengan ketersediaan sumber dana negara.

Saat ini, pengelolaan negara untuk sektor pendidikan yang menyerap 20% anggaran negara dinilai belum mampu memberikan keadilan kesejahteraan bagi para guru.

Sudah seharusnya pemerintah menjadikan kesejahteraan guru sebagai prioritas utama. Guru adalah tulang punggung pendidikan yang mendidik generasi unggul berkualitas.

Bagaimana guru bisa fokus mendidik anak didik jika pikiran mereka masih bercabang mencari sampingan? Apalagi biaya hidup hari ini makin besar.

Demikianlah, kebijakan ini lahir karena guru dianggap sama sebagaimana profesi lainnya, yakni sekadar pekerja.

Di sisi lain, negara tidak sepenuhnya mengurusi pendidikan, melainkan turut menyerahkan kepada pihak swasta.

Belum lagi sistem keuangan dalam sistem kapitalisme yang banyak menggantungkan kepada utang sehingga gaji besar dirasakan membebani negara.

Hanya Sistem Islam satu -satunya yang bisa menyejahterakan Guru. Dalam Islam, guru sangat dihargai dan dihormati. Guru memiliki peran strategis dalam membina generasi dan memajukan peradaban bangsa.

Negara dengan sistem Islam akan mampu memberikan gaji tinggi kepada guru karena negara memiliki sumber pemasukan yang beragam dan dalam jumlah besar.

Bukan hanya nominalnya yang tinggi gaji guru pun di bagikan tanpa memandang status pegawai negeri atau bukan, di perkotaan atau di pedesaan.

Negara dalam Islam akan menghitung dengan cermat kebutuhan guru dalam negaranya. Sehingga jumlah guru benar - benar di sesuaikan dengan kebutuhan mengajar bukan berdasarkan anggaran.

Hal ini tidak dapat dilepaskan dengan sistem ekonomi Islam yang menentukan  beragam sumber pemasukan, termasuk dari pengelolaan SDA—yang dalam Islam merupakan kepemilikan umum yang dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat.

Dan dalam sistem Islam mengharuskan negara melalui pemimpinnya bertanggung jawab penuh atas kemaslahatan umat termasuk kesejahteraan guru.

Wallahua'lam bisshawab.


Share this article via

20 Shares

0 Comment