| 225 Views
Paparan Generasi digital di sistem Kapitalisme

Oleh : Siti Martiana
Aktivis Muslimah
Anak-anak masa sekarang merupakan generasi melek internet atau digital yang lahir dan tumbuh pada era digital. Saat ini, ada 30 juta anak Indonesia merupakan pengguna internet. Sejak kecil,mulai dari bayi sampai dewasa mereka menggunakan konten-konten digital, baik positif maupun negatif. Konten negatif tentu akan memengaruhi perilaku, pola pikir dan pola sikap.terlebih anak anak usia dini sedang mencerap semua yang mereka lihat dan dengar bahkan sampai tataran membahayakan diri mereka dan ada bahkan yang sampai meniru gaya dan lain sebagainya.
Kemenkominfo melaporkan, pada 2020, ada 3.276 lebih kasus kekerasan anak di media sosial dan internet, 156 lebih kasus kekerasan seksual, 58% anak Indonesia mengalami cyberbullying yang 74%-nya dilakukan melalui media sosial, serta 66% anak laki-laki dan 62,3% anak perempuan Indonesia menyaksikan pornografi melalui media digital.
Pada 2024, terdapat sejumlah kasus pornografi anak dan judi daring anak yang terungkap. Di antaranya jaringan internasional pornografi anak sesama jenis melalui aplikasi layanan pengiriman pesan, kasus tindak pidana perdagangan orang dengan memproduksi pornografi anak yang menjadi konsumsi jaringan internasional di Jabodetabek, penemuan transaksi judi daring anak yang mencapai Rp200 triliun, serta Polres Lampung Tengah yang berhasil membongkar jaringan prostitusi anak.
KPAI meyakini bahwa anak yang terpapar judi daring maupun sebagai korban konten pornografi adalah fenomena puncak gunung es, alias jumlah korban anak yang sebenarnya diduga jauh lebih banyak.
Belakangan, masyarakat menyoroti konten kekerasan dalam online games (gim daring) yang sangat memengaruhi anak-anak. KPAI menyatakan bahwa pemerintah harus hadir dan mengambil peran tegas, termasuk menghadirkan kerangka regulasi dan menciptakan teknologi untuk memantau dan memblokir gim daring yang tidak sesuai aturan.
Menkominfo menyatakan hanya bisa memblokir game yang mengandung kekerasan dari rekomendasi lembaga terkait. Namun, ia menekankan kebijakan mengakses game juga berada di tangan masyarakat. Ia mengimbau masyarakat hanya memainkan game sesuai rating dan klasifikasi umur yang ditentukan.
Pemerintah sendiri akan menyiapkan perpres untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak di ranah dalam jaringan atau daring, termasuk game daring. Perpres ini nantinya akan menitikberatkan pada penguatan pengasuhan orang tua dan penanganan kasus.
Jika melihat arah rencana Perpres ini, kita mesti pesimis hasilnya akan memberi perlindungan anak-anak di ruang digital. Pasalnya, pemerintah tidak serius hadir untuk menyelesaikan akar persoalan munculnya paparan negatif di ruang digital. Bahkan, terkesan melarikan diri dari tanggung jawab dan menyerahkan masalah keamanan anak-anak di ruang digital kepada orang tua, sedangkan negara baru muncul saat kasus sudah terjadi.
Di sisi lain, Presiden Jokowi telah menetapkan Perpres 19/2024 tentang Percepatan Pengembangan Industri Gim Nasional. Dengannya, pemerintah mendorong pengembangan industri gim dalam negeri agar bisa lebih berdaya saing di kancah saing global. Langkah strategis ini perlu dibangun demi ekosistem industri yang baik melalui penguatan rantai nilai (value chain) dan pengoptimalan potensi yang ada di Tanah Air.
Alasan Perpres ini dibuat agar Indonesia mendapatkan keuntungan ekonomi dari perkembangan gim. Pada 2019, Indonesia memperoleh pendapatan sebesar USD1,084 miliar dari industri gim dan esports. dalam Webinar Bangga Game Buatan Indonesia, di Jakarta, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier menyatakan bahwa dengan capaian tersebut, saat ini Indonesia merupakan pasar industri gim terbesar di Asia Tenggara dan menduduki peringkat ke-17 dunia.
Tercatat pula terdapat 52 juta penduduk Indonesia yang merupakan gamer, sedangkan telah nyata bahaya konten kekerasan dari gim daring. Lagi-lagi, alasan keuntungan ekonomi didahulukan dengan mengorbankan nasib anak-anak bangsa. Sungguh membuktikan negara tidak serius melindungi anak-anak .
Tentu saja, dalam zaman digital seperti sekarang,anak anak generasi muda tidak bisa menghindari paparan terhadap dunia digital, termasuk media sosial dan game online. Namun, yang perlu diperhatikan adalah kurangnya upaya dari pemerintah dalam menyusun regulasi yang jelas tentang pendidikan dan pembinaan generasi yang terampil dalam menggunakan teknologi digital tanpa terjerumus ke dalam penyalahgunaan digitalisasi.
Meskipun orang tua memiliki tanggung jawab untuk mengawasi dan mendidik anak-anak, tetapi tanggung jawab utama negara adalah menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan anak anak generasi agar menjadi individu yang unggul, berwawasan, melek digital, serta memiliki pola pikir dan pola sikap yang baik.
Saat ini, dampak negatif dari digitalisasi sangat terasa bagi anak anak generasi muda. Sebagai contoh, anak-anak yang kecanduan game online dapat mengalami perubahan perilaku yang mirip dengan orang yang kecanduan narkoba. Mereka yang sudah terjerat dalam kecanduan game online bahkan bisa melakukan tindakan kriminal yang tak masuk akal.
Beberapa kasus mencakup pencurian, pemerasan, bahkan pembunuhan orang tua demi kecanduan tersebut. Selain itu, meningkatnya kriminialitas seperti kekerasan, perdagangan manusia, pornografi, dan pelecehan seksual juga dapat berasal dari pengaruh game online.
Ironisnya, Wakil Menteri Perdagangan pernah menyatakan bahwa industri game online dapat memberikan kontribusi devisa bagi negara jika dikembangkan secara serius, mengutip kesuksesan Cina dan Korea Selatan dalam industri tersebut. Bahkan, pemerintah mengeluarkan peraturan presiden untuk mempercepat pengembangan industri game nasional, dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ditunjuk sebagai ketua tim percepatan pengembangan industri game nasional.
Di dalam sistem kapitalisme, selama industri game menghasilkan keuntungan, maka pengembangannya akan diprioritaskan. Sistem sekuler kapitalisme ini membuat pemerintah kehilangan fokus dalam membangun generasi yang baik.
Inilah akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme, di mana material yang diutamakan di atas segalanya, tanpa peduli kerusakan yang ditimbulkan pada generasi.
Teknologi seperti pedang yang memiliki dua sisi. Dapat memberikan manfaat besar jika digunakan dengan visi dan misi yang benar, tetapi juga bisa berbahaya jika dimanfaatkan dengan cara yang salah. Oleh karena itu, dalam mengadopsi teknologi pada era digitalisasi, Islam memberikan arahan agar teknologi tersebut dapat memberikan manfaat bagi masyarakat tanpa mengabaikan kewajiban mereka untuk taat kepada Allah Taala.
Game online menjadi ancaman serius bagi anak anak generasi masa kini. Peningkatan jumlah pemain dan ketergantungan pada game online menunjukkan adanya masalah dalam pemanfaatan digitalisasi. Hal ini mengindikasikan kegagalan negara dalam mengimplementasikan regulasi yang sesuai dengan perkembangan teknologi, termasuk game online yang berasal dari internet.
Dalam perspektif Islam, teknologi seharusnya dimanfaatkan untuk kebaikan umat dan untuk memudahkan pelaksanaan syariat. pemerintahan Islam mendukung penuh pembentukan kepribadian islami bagi generasi muda.
Sistem pendidikan Islam yang efektif harus mampu membentuk pelajar menjadi individu yang mengamalkan nilai-nilai Islam dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam penggunaan teknologi. Mereka harus mampu menggunakan teknologi dengan bijak sesuai dengan hukum syariah.
Wallahualam bissawab