| 438 Views
Pajak Semakin Melilit, Di Tengah Ekonomi Masyarakat yang Sulit.

Oleh : Ismawati
Pemerhati Kebijakan Publik
Lagi, rakyat dipalak dengan kenaikan pajak, sistem kapitalisme tampaknya tak akan pernah berhenti menjadikan rakyat sebagai objek komoditi. Sungguh miris, di tengah meningkatnya angka kemiskinan ekstrem masyarakat menengah ke bawah, pemimpin baru yang belum lama dilantik malah mengesahkan kenaikan pajak PPN 12 %. Meski pemerintah berulang kali menyatakan bahwa pajak ini hanya dikenakan kepada jenis barang tertentu/ premium, tetap hal ini mengundang kekhawatiran. Sebab, label premium sebelum PPN naik pun sudah sering tertera di banyak produk yang dikonsumsi masyarakat. Benar adanya jika PPN 12 persen berlaku untuk semua produk kecuali 3 jenis barang yang kenaikan PPNnya disubsidi pemerintah: Tepung terigu, minyak kita, dan gula. Dari sini jelas, pemerintah melakukan kebohongan publik.
Seharusnya, sebagai pemimpin baru dapat memberikan harapan baru melalui kebijakan baru, lalu menghapus beberapa kebijakan lama yang dinilai memberatkan masyarakat bawah. Namun, faktanya malah merestui keputusan UU yang dibuat oleh oligarki yang kini duduk di bangku anggota dewan, di manakah hati nurani mereka disembunyikan?
Berbagai aliansi masyarakat yang membuat petisi penolakan kenaikan PPN pun diabaikan, hingga Senin 23/12/2024 petisi penolakan ditandatangani lebih dari 179.000 orang (Tribunnews.com,23-12-2024). Hadirnya pemimpin baru di negeri ini sama sekali tidak memberikan efek apa pun untuk mengurangi beban hidup rakyat. Padahal, Islam mewajibkan seorang pemimpin berbuat baik dan mengurus seluruh kebutuhan rakyat karena posisi pemimpin dalam Islam adalah raa'in.
Namun apalah daya, jika pemimpin baru yang dipilih melalui sistem kapitalis-sekuler, maka menjadikan hubungan rakyat dengan penguasa sebagai hubungan bisnis. Rakyat dijadikan obyek komoditi, bahkan dijadikan budak industri.
Pemimpin dengan model populis akan akan melahirkan kebijakan otoriter, abai terhadap hak- hak rakyat. Karena tujuan utama pemerintah adalah mengabdi pada oligarki.
Dampak Kenaikan PPN
Setiap kebijakan yang ditetapkan penguasa tentu memberikan dampak yang signifikan dalam aktivitas ekonomi masyarakat, baik mikro maupun makro, di antaranya sebagai berikut:
1. Meningkatnya angka kemiskinan, hasil stimulasi SUSENAS menunjukan naiknya PPN dari 11 menuju 12% akan menciptakan inflasi 1 persen Dan dapat mendorong naiknya garis kemiskinan menjadi 1,8 persen, yang penambahannya setara dengan 1,4 juta orang miskin. (https://indonesiaberbagikebaikan.com/Selasa ,24 Desember 2024)
2. Penurunan daya beli yang akan menyebabkan rendahnya pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan PPN akan menurunkan daya beli masyarakat, berdasarkan hasil evaluasi kenaikan PPN pada 2024 lalu dari 10 ke 11 persen menyebabkan deflasi selama 5 bulan karena melemahnya daya beli masyarakat, sehingga pertumbuhan ekonomi dibawah 5%, (https://www.tempo.co/ekonomi/ekonom-celios-ppn-).
Lantas, demi kemaslahatan siapa negara memaksa rakyat menyerahkan hasil kerja kerasnya ? Jadi sebenarnya, pejabat yang bertugas menyejahterakan rakyat atau rakyat yang menyejahterakan pejabat?
Rasulullah saw. bersabda dalam hadisnya: " Tidak masuk surga pemungut cukai" ( HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al Hakim)
Pendapatan Negara dalam Sistem Khilafah
Negara yang dikelola berdasarkan prinsip syariat tidak menjadikan pajak sebagai pendapatan utama dalam APBN, pajak dalam Islam (dharibah)
hanya diambil dalam kondisi darurat. Ketika kas negara (baitulmal) dalam kondisi kosong, maka negara baru akan memberlakukan pajak sementara hanya kepada orang kaya yang produktif. Lalu, dari mana sumber pendapatan Khilafah?
Sumber pendapatan utama Khilafah berasal dari zakat, fa'i, kharaj, ghanimah, harta milik umum dan negara.
Jika situasi pendapatan negara menunjukan neraca defisit, maka negara akan memberlakukan kebijakan pajak sementara sehingga tak satu pun kebijakan membebani rakyat. Karena seorang pemimpin dalam Islam akan selalu memastikan anggaran pembiayaan kebutuhan negara akan sampai pada pos-pos yang tepat.
Pajak merupakan bentuk kezaliman besar dari penguasa, padahal Allah Swt. berfirman:
"Sesungguhnya dosa itu atas orang yang berbuat zalim dan melampaui batas dimuka bumi tanpa hak, mereka itu mendapat azab yang pedih." ( QS. Asy- Syura': 42).