| 446 Views
Nasib Peternak Susu Sapi Di tengah Meningkatnya Impor Susu

Oleh : Ruji'in Ummu Aisyah
Pegiat Opini Lainea konawe Selatan
Sungguh ironi, mencermati fakta terhadap seorang peternak sapi perah yang membuang susunya. Hal itu disebabkan berkurangnya penyaluran penyerapan susu dari industri pengolahan susu (IPS) karena adanya pembatasan kuota. Semua ini tentu saja seiring dapat mematikan ekonomi masyarakat.
Bagaimana tidak, ketika penyerapan susu begitu sangat berkurang, namun para aksi peternak masih dipungut biaya pajak yang mahal. Mau tak mau para pekerja peternak sapi perah tentu ada yang memilih menutup pabrik.
Seperti dilansir Tempo.Co, Boyolali, Jawa Tengah dalam waktu terakhir ini terpaksa membuang susu hasil panen mereka. Hal itu lantaran pabrik atau industri pengolahan susu (IPS) membatasi kuota penerimaan pasokan susu dari para peternak dan pengepul susu itu. Sejumlah peternak dan pengepul susu bahkan membagi-bagikan susu secara gratis kepada warga di kawasan simpang lima Boyolali kota (8/11/2024).
Perusahaan IPS lebih memilih impor bubuk susu dari pada menyerap susu segar dari peternak lokal dan kualitas harga yang sangat lebih murah. Padahal kualitas susu lokal tentunya lebih bagus karena masih segar dibandingkan mutu susu impor. Namun hingga hari ini solusi yang ditawarkan pemerintah tak mampu menuntaskan permasalahan.
Menurut data, ketersediaan susu untuk komsumsi nasional selama 2012 - 2021terdiri dari jenis susu sapi lokal dan susu impor. Susu impor menyediakan 11,23 /kg/kapita/tahun, sedangkan susu sapi lokal hanya 2,96/kg/kapita/tahun.
Jadi kondisi pasar susu nasional menunjukkan 80% dipenuhi dari impor dan 20% dari lokal. Adanya kabar pasokan susu dari investor Vietnam sebanyak 1,8 juta ton. Selain itu perusahaan Qatar yang siap memproduksi 2 juta ton susu pertahun di Indonesia.
Solusi yang ditawarkan pemerintah untuk mengatasi polemik susu ini tidak terlepas dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Bukan bertujuan memberikan perlindungan penuh kepada para peternak susu lokal namun malah lebih memanjakan para oligarki akibatnya justru dapat mematikan ekonomi rakyatnya sendiri.
Adanya biaya produksi susu lokal yang tinggi serta kurangnya prasarana yang memadai di sektor peternakan sehingga banyak peternak lokal kesulitan bersaing dengan susu impor yang lebih murah. Apa lagi salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya permintaan terhadap susu lokal adalah tingginya volume impor susu sapi yang meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Dengan adanya pembuangan susu massal, program pemberian makan bergizi gratis bagi anak-anak yang disalurkan dalam bentuk susu ternyata berasal dari impor. Padahal susu lokal seharusnya dapat menyuplai kebutuhan tersebut. Hal ini menjadi perhatian bagi masyarakat, di mana pemerintah yang lebih toleran kepada kebijakan luar negri. Sedangkan para peternak susu sapi lokal mengeluhkan kebijakan itu. Adanya realita ini memberikan gambaran bahwa abainya pemerintah dalam mengatasi dan melindungi rakyatnya sendiri.
Negara yang menerapkan sistem Islam, sudah pastikan akan berdiri di tengah rakyat dan memberi solusi dengan syariat Islam demi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Allah berfirman dalam surah An-Nahl: 66: "dan sungguh, pada hewan ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minuman dari apa yang ada dalam perutnya berupa susu murni antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya".
Adanya manfaat yang besar susu ini, sungguh Islam memberi jaminan dan perlindungan bagi para peternak sapi perah agar jerih payah mereka bisa dinikmati oleh masyarakat luas. Islam juga akan menutup celah permainan para kapitalistik yang memanfaatkan kebijakan impor untuk kepentingan pribadi. Itulah gambaran negara Islam yang begitu peduli dalam memenuhi kebutuhan rakyat bahkan selalu ingin mensejahterakan rakyat.
Waallahu'alam Bishowab.