| 16 Views
Moderasi Beragama Berbalut Kurikulum Cinta?

Oleh: Nurul Azizah
Kementerian Agama Republik Indonesia menggagas penerapan Kurikulum Cinta. Ini menjadi inisiatif dalam pengembangan pendidikan agama dan keagamaan yang bertujuan menanamkan nilai cinta kepada Tuhan, sesama manusia, lingkungan, dan bangsa sejak usia dini.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno. Menurutnya, pendidikan karakter di Indonesia membutuhkan inovasi yang lebih mendalam, salah satunya melalui pendekatan yang lebih integratif dan sistematis dalam kurikulum.
Amien Suyitno menilai, saat ini masih terdapat fenomena sejumlah pelajar yang menunjukkan sikap intoleran, saling menyalahkan, bahkan membenci satu sama lain karena perbedaan keyakinan. Hal ini, kata Amien, sering kali terjadi tanpa disadari sejak dini. Oleh karena itu, Kurikulum Cinta hadir sebagai solusi melalui insersi nilai-nilai keberagaman dalam berbagai mata pelajaran, khususnya dalam pendidikan Islam di bawah naungan Kementerian Agama.
Kurikulum ini, kata Suyitno, menekankan empat aspek utama. Pertama, membangun cinta kepada Tuhan (Hablum Minallah). Anak-anak sejak dini dibiasakan memperkuat hubungannya dengan Allah. “Kedua, membangun cinta kepada sesama manusia, apa pun agamanya. Anak-anak harus dibiasakan dengan keberagaman, membangun Hablum Minannas yang kuat”.
Selain itu, Amien juga mengutip sorotan Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar untuk membentuk kepedulian terhadap lingkungan (Hablum Bi’ah). “Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini harus ditangani secara terstruktur dan sistematis. Anak-anak kita harus disadarkan akan pentingnya menjaga bumi”.
Keempat, kecintaan terhadap bangsa (Hubbul Wathan). Ini juga menjadi pilar penting dalam kurikulum cinta. “Banyak anak-anak kita yang setelah belajar di luar negeri, justru lebih merasa menjadi orang luar dibandingkan bagian dari bangsanya sendiri. Kita ingin menginsersi agar anak-anak kita tetap berpegang teguh pada akar budayanya”. (kemenag.go.id, 26-02-2025)
Strategi Implementasi
Kurikulum Cinta tidak diperkenalkan sebagai mata pelajaran baru, melainkan akan diintegrasikan ke dalam berbagai mata pelajaran yang sudah ada. Kementerian Agama melalui Ditjen Pendidikan Islam telah menyiapkan buku panduan yang akan menjadi acuan bagi para pendidik dalam menyisipkan nilai-nilai cinta, toleransi, dan spiritualitas ke dalam pembelajaran.
Strategi implementasi kurikulum ini akan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Misalnya, di tingkat Pendidikan Raudhatul Athfal (RA/PAUD), metode pembelajaran akan menggunakan permainan dan pembiasaan positif. Sementara itu, di jenjang pendidikan lebih tinggi, pendekatan berbasis pengalaman dan refleksi akan lebih ditekankan.
Sosialisasi moderasi beragama dikalangan remaja kian gencar materi dimasukan dalam bentuk kurikulum pendidikan dan juga dengan berbagai kegiatan menarik. Saat ini telah dilucurkan kurikulum cinta kurikulum ini menekankan tentang pentingnya pemahaman tentang agama agama yang ada di dunia. Siswa diberikan pengetahuan tentang ajaran ajaran inti dari berbagai macam agama besar seperti islam, budha hindu, dan agama tradisional lainnya, hal ini bertujuan agar mereka tidak hanya memahami keyakinan mereka sendiri tetapi juga bisa menghormati dan memahami keyakinan orang lain. Dibalik kurikulum cinta tersembunyi ide moderasi beragama yang merupakan agenda yang diarahakan untuk mengubah cara umat islam menjalankan agamanya.
Istilah ini bukan berasal dari ajaran islam melainkan bagian dari upaya sekulerisasi yang menyamakan semua agama dan mendorong sikap inklusif berlebihan hingga mengaburkan batas akidah.
Sebagaimana kita ketahui, kurikulum pendidikan di negeri ini setiap waktu terus berganti, tetapi SDM yang dihasilkan masih jauh dari harapan. Ini karena meski kurikulum terus berganti, landasan rujukan pembuatannya adalah sama, yakni sekularisme.
Hanya sistem pendidikan islam sebagai solusinya.
Sistem pendidikan Islam memiliki karakteristik yang didasarkan pada prinsip-prinsip ajaran Islam. Tujuan utamanya adalah membentuk kepribadian Islam pada siswa. Kepribadian islami (asy-syakhshiyyah al-islâmiyyah) sebagai hasil dari pendidikan Islam memiliki dua karakter utama, yakni pola pikir islami (al-'aqliyyah al-islamiyyah) dan pola sikap islami (an-nafsiyyah al-islâmiyyah).