| 27 Views
Mekanisme Islam Dalam Mengatasi Kasus Kekerasan Dan Penelantaran Anak

Oleh : Dewi Sartika
Pemerhati Publik
Kasus penganiayaan anak makin marak terjadi, mirisnya pelaku kekerasan adalah orang terdekat, bahkan tidak sedikit pelakunya adalah Ayah dan Ibunya. Penganiayaan terhadap anak terjadi pada balita perempuan berusia 2 tahun di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Balita berusia 2 tahun ini disiksa oleh orang tua asuhnya, teman dari orang tua anak tersebut, hingga meninggal dunia hanya karena masalah sepele, yakni si anak rewel dan menangis (Kompas.com, 15/5/2025).
Tak hanya itu, seorang anak berinisial M disiksa dan ditelantarkan oleh orang tuanya di Surabaya dan ditemukan di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Iya ditemukan oleh Satpol PP Kebayoran Lama yang sedang melakukan patroli di kawasan Pasar Kebayoran Lama pada Rabu, 11 Juli 2025 pukul 07.20 WIB.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan akan mengawal penanganan kasus ini. Kemen PPPA juga mendorong agar segera dilakukan laporan sosial (lapsos) oleh pekerja sosial (peksos), termasuk penelusuran keluarga terdekat korban. Ciput Eko Purwanti (Asisten Deputi Perlindungan Kasus Anak dari Kekerasan) menilai upaya ini penting terkait keberlangsungan pengasuhan anak secara aman dan layak (Tirto.id, 13/5/2025).
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) subklaster anak korban perlakuan salah dan penelantaran, Kawiyah mengatakan orang tua yang menelantarkan anak harus dihukum pidana (Tirto.id, 12/5/2025).
Akar masalah terjadinya kekerasan pada anak
Lingkungan keluarga adalah lingkungan paling ternyaman bagi anak karena di dalamnya anak-anak mendapatkan pendidikan, kasih sayang, dan perlindungan. Namun, lingkungan keluarga berubah menjadi neraka tatkala keluarga dan orang-orang terdekat yang seharusnya menyayangi dan melindungi, justru mereka pula yang melakukan kekerasan dan penganiayaan.
Kekerasan terhadap anak baik fisik maupun psikis serta penelantaran oleh keluarga sangat tinggi di negeri ini. Hal ini dapat terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Faktor ekonomi menjadi salah satu pemicu terjadinya kekerasan dan penelantaran anak, di mana orang tua kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarga dikarenakan mereka menjadi korban PHK, sulitnya lapangan pekerjaan, tekanan ekonomi yang berat, dan memicu stres sehingga orang tua melampiaskan kemarahannya kepada anak yang berujung pada penganiayaan dan penelantaran bahkan hilangnya nyawa.
Kontrol emosi yang lemah, faktor ini disebabkan karakter yang temperamen seseorang atau masyarakat dalam sistem kapitalis yang cenderung emosional. Kondisi psikis orang tua yang tidak mampu mengendalikan emosi, sehingga banyak kasus yang berujung hilangnya nyawa seseorang atau anak karena dipicu oleh emosi atau kemarahan.
Lingkungan kehidupan sekuler mencetak masyarakat yang berkarakter cuek serta menormalisasi kemaksiatan, sehingga jika seorang melakukan kemaksiatan dianggap suatu perbuatan yang biasa saja. Lingkungan yang apatis serta dipengaruhi oleh tayangan media yang tidak mendidik menambah panjang deretan kasus penganiayaan dan kekerasan, dan memudahkan seseorang untuk melakukan kekerasan.
Minimnya kesadaran akan tanggung jawab orang tua kait pola asuh anak. Tidak dipungkiri sistem kapitalis sangat mempengaruhi cara pandang orang tua dalam pola asuh anaknya. Pendidikan sekuler begitu kuat tertanam dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadikan pendidikan aqidah dan keimanan kepada Allah tergeser.
Lemahnya iman yang dimiliki oleh orang tua serta minimnya pemahaman terkait fungsi peran, tanggung jawab, dan kewajibannya sebagai orang tua turut mewarnai terjadinya kasus kekerasan pada anak.
Namun, terlepas dari berbagai faktor di atas, yang menjadi faktor fundamental kekerasan adalah terletak pada kesalahan penerapan sistem kehidupan yang diemban negeri saat ini, yaitu sistem kapitalis sekuler. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan yang seharusnya menjadi pondasi utama serta aturan dalam menjalani kehidupan. Sistem kapitalisme mengikis pemahaman orang tua yang fitrahnya melindungi, mendidik, mengasihi anak-anaknya. Bahkan rumah saat ini tidak lagi ramah bagi seorang anak.
Pemerintah telah menerbitkan regulasi dan undang-undang terkait kekerasan pada anak, namun hal itu tidak menjadikan kasus ini berkurang, justru semakin bertambah jumlahnya. Selain sistem kapitalis sekuler yang menjadikan akar masalahnya, negeri ini juga menjunjung tinggi paham liberalisme atau kebebasan, di mana manusia bisa berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan. Dalam paham liberalisme memberikan kebebasan konten-konten yang tidak mendidik, pornografi, pornoaksi, kekerasan yang dapat diakses dengan mudah, padahal tayangan tersebut dapat memicu terjadinya kekerasan.
Apapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi kasus kekerasan pada anak tidak akan menemui jalan keluar jika sistem sekuler masih menjadi landasannya.
Kekerasan pada anak akan berakhir hanya dengan Islam
Islam memiliki solusi yang khas dalam menyelesaikan persoalan kehidupan, membentuk masyarakat Islami, serta mewujudkan keadilan hukum bagi seluruh umat dengan menerapkan sanksi tegas peta konsep syahih dalam mewujudkan perlindungan terhadap anak.
Islam datang tak hanya sebagai agama semata tapi juga sebagai sumber hukum yang wajib diterapkan dan ditaati. Dalam hal pengasuhan dan perlindungan anak, Allah memerintahkan kepada orang tua untuk melaksanakan tanggung jawabnya, yakni mendidik, menjaga, dan melindungi anaknya sebab ini terkait pahala dan dosa, kita akan mempertanggungjawabannya di hadapan Allah karena anak adalah amanah dari Allah.
Firman Allah Ta'ala: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu menghianati amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (Al-Anfal: 27)
Berdasarkan dalil ayat di atas maka sebagai orang tua diwajibkan semaksimal mungkin untuk melaksanakan kewajibannya dan memahami bahwa kelak di akhirat Allah akan meminta kita bertanggung jawab atas amanah anak yang dititipkan kepadanya. Untuk itu dibutuhkan peran negara agar orang tua mampu menjalankan perannya dengan baik, negara memastikan suami istri menjalankan perannya sesuai dengan fitrah yang Allah berikan. Seorang ayah bertanggung jawab untuk mencari nafkah untuk keluarga dan menjadi walinya. Sedangkan seorang istri berperan sebagai Ummu Warobatul Bait, dapat terlaksana sesuai dengan syariat Islam.
Penerapan aturan ini dibebankan oleh Allah kepada negara sebagai satu-satunya institusi yang memiliki kekuasaan untuk melindungi rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
"Seorang Imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya."
Cara Islam mengatasi kekerasan anak
Jika kita menilik kembali, faktor utama penyebab kekerasan pada anak adalah faktor ekonomi, emosi yang tak terkendali, lingkungan dan tayangan media sosial. Dari sisi ekonomi, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi para kepala keluarga atau ayah agar mereka dapat bekerja untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarganya. Sedangkan negara mengelola sumber daya alam yang melimpah, hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan umat.
Kemudian negara mendistribusikan seluruh hasil dari pengelolaan sumber daya alam untuk kesejahteraan seluruh warga negara, dan kepentingan umat serta memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, baik sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Sehingga seorang ibu tidak lagi harus keluar rumah untuk bekerja dan hanya fokus pada tugas utamanya, yaitu mengasuh, mendidik, dan menjaga anak-anaknya.
Negara berkewajiban menjaga suasana lingkungan masyarakat dengan ketakwaan, memberikan edukasi dan pembinaan serta pemahaman terkait hukum syariah agar mereka menjadi manusia yang bertakwa. Karena ketakwaan merupakan pondasi utama agar masyarakat melaksanakan hukum-hukum Islam, yang menjadikan orang tua dapat meredam emosinya dan tidak melakukan kekerasan atas landasan ketakwaan kepada Allah.
Dari sisi media, negara mengatur mekanisme penayangan konten-konten baik media cetak maupun media elektronik. Media boleh menayangkan berita-berita, namun wajib terkait dengan aturan-aturan batasan siaran yang akan ditayangkan, yakni menyebarkan siaran kebaikan di tengah-tengah masyarakat agar dapat menjaga aqidah dan akhlak mereka.
Bagi media asing, konten yang disiarkan akan selalu dipantau agar tidak menyiarkan konten yang memasukkan tayangan yang bertentangan dengan akidah dan syariat Islam. Negara akan memblokir situs-situs yang menyebarkan paham-paham yang bertentangan dengan Islam. Negara memberi sanksi kepada penanggung jawab jika ada yang melanggar ketentuan yang telah diterapkan oleh negara.
Bagi pelaku kekerasan dan penganiayaan, Islam memiliki sanksi tegas yang diberlakukan pada pelaku sesuai dengan tingkat kriminalitas yang dilakukan.
Dalam kitab Nizham al-‘Uqubat, Syekh Abdurrahman al-Maliki menjelaskan bahwa:
"Batasan tindakan atau perbuatan kriminal adalah perbuatan tercela. Perbuatan tercela adalah apa saja yang dinyatakan tercela oleh syariat."
Adapun perilaku penganiayaan yang marak terjadi saat ini terkategori jinayat yang dapat membahayakan bagian tubuh seperti mata, kepala, dan lain-lain. Sanksi sesuai dengan diyat yang ditetapkan oleh syariat, bahkan dapat terkategori qisas jika sampai menghilangkan nyawa seseorang.
Dengan demikian, untuk mencegah dan melindungi anak dari kekerasan dibutuhkan sistem yang sahih dan kondisi yang ideal, yang mana negara memiliki peran penting untuk menciptakan lingkungan yang aman, kondusif dan ramah bagi anak. Masyarakat yang selalu mengontrol, bahu-membahu melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, dan para individu masyarakat akan melaksanakan perannya sesuai dengan syariat Islam. Sehingga akan terwujud tatanan keluarga dan masyarakat yang ideal yang mampu mencetak generasi terbaik dan berprestasi.
Wallahu A'lam Bishawab.