| 73 Views

Medsos Presurity To Insecurity

Ilustrasi media sosial (freepik.com)

Oleh: dr. Erlian Fitri

Tingginya pemakaian medsos saat ini didominasi  terbesar oleh  generasi muda (baca : gen Z),Global Digital Report melaporkan ada 5,25 miliar orang yang aktif di media maya ini,  berseluncurnya mereka para gen Z ke dunia maya tersebut membuat euphoria tersendiri karena ada kebebasan hakiki, meski anonym (tanpa menorehkan nama aslinya),  tak ayal jika generasi ini seakan terlihat kuat diluar tapi rapuh di dalam . Rasa nyaman dan marah mereka , dibenturkan ke dunia medsos, akan tetapi jika mendapat benturan langsung di real kehidupan sosialnya , mereka kolaps ada rasa tidak nyaman dan tidak aman yang mendominasi, istilah ini dikenal dengan Insecurity. Semakin sering mengalami insecurity lambat laun akan merambah ke tahapan depresi. Mengapa demikian ? Karena factor ketergantungan pada dunia digital dan perbandingan sosial akan memperburuk perasaan insecure dan tingginya resiko gangguan mental .
                             
Di tahun 2025 ini angka insecure dan depresi terus meningkat, selain karena medsos presurity, pemicu yang lain adalah tekanan akademik serta ketidakpastian ekonomi.  Fenomena ini sempat menarik perhatian dan diadakannya penelitian oleh Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), yang bertajuk Loneliness in the crowd , yang hasilnya semakin menguatkan hubungan antara medsos dengan semakin tingginya angka resiko gangguan mental, karena loneliness atau kesepian sering dianggap masalah pribadi, akan tetapi rebound effectnya sangat besar bagi kesehatan mental generasi muda.
                            
Jika sudah pada tingkat Depresi yang dikhawatirkan adalah keinginan untuk mengakhiri hidup , karena rapuhnya mental sering tergiring untuk memiliki rasa tidak berdaya dan lingkungan menjadi monster tersendiri yang akan menelan mereka. Ini sejalan dengan angka yang dihimpun oleh World Health Organization (WHO). Dimana mereka menjelaskan bahwa 720 ribu jiwa meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya.Selain itu hasil riset Health Collaborative Center (HCC)  bersama yayasan BUMN  melalui Mendengar Jiwa Institute menyatakan 34% siswa SMA di salah 1 kota terbesar di Indonesia terindikasi masalah kesehatan mental. Miris? Pasti,   ditengah penantian kita untuk meraih bonus demografi tahun 2045 sebagai puncak periode dimana dominansi masyarakat ada di generasi muda usia produktif, diharapkan menjadi peluang besar untuk menuju pembangunan Indonesia Emas ditahun tersebut. Dengan adanya fakta ini mental generasi hancur, indonesia Emas terlihat semakin Kabur.
                          
Sebagai praktisi klinis muslimah di Surabaya, penulis juga sangat sering menerima pasien yang datang dengan mengalami  kaku otot tangan dan kaki disertai dengan rasa sesak nafas dan tangis, khususnya remaja putri umumnya ibu-ibu muda. Inilah tanda sakit psikis yang sudah berimbas pada gejala fisik, tentu saja penanganannya bukanlah pemberian oksigen ataupun obat semata, tapi terapinya adalah pendekatan spiritual kepada Dzat pemilik Empunya Kehidupan. Kenapa? Jelas bahwa, masyarakat Indonesia mayoritas adalah Muslim. Karena Islam notabene tidak hanya memberikan panduan dalam spiritual saja  tapi juga berbagai tantangan psikologis, termasuk kesehatan mental.
 Kegagalan Negara menjaga Mental Generasi Bangsa
                            
Banyaknya usia produktif dengan penyakit degenerasi mental menunjukkan kegagalan negara sebagai support system bagi terwujudnya generasi sehat mental. Justru yang terjadi adalah kondisi Indonesia cemas karena generasi yang bermasalah.
                              
Penyebab maraknya gangguan ini adalah bersifat sistemis, mulai dari salah asuh orang tua yang tidak menitikberatkan agama pada pembangunan pondasi jiwa anak, menyebabkan krisis identitas atau susahnya menemukan jati diri di tengah masyarakat , mendapatkan persepsi keliru dari media sosial , tekanan dari lingkungan sekitar, hubungan buruk dengan teman sebaya, diperburuk dengan masalah sosial ekonomi yang buruk, ditambah kasus perundungan dan kekerasan seksual. Negara dengan sekuler kapitalistiknya dengan penerapan ekonomi kapitalismenya yang secara umum dikuasai oleh korporasi asing membuat rakyat tidak merasakan kesejahteraan, disaat yang sama loss of controling negara membiarkan media sosial mempromosikan gaya hidup hedonistik ala Barat. Para remaja menyerapnya tanpa filter akibatnya terbawa arus komsumtif, ketidakmampuan memenuhi tuntutan life style berdampak pada mental depresi.
 
Dakwah Islam sebagai Cahaya
                          
Islam datang sungguh membawa cahaya terang dikalangan umat manusia yang kian terpuruk, sejatinya terkadang negara yang kadang alergi dengan dakwah ini seakan mementahkan obat yang sudah terbukti mujarab sejak berabad-abad yang lalu. Itulah Pemahaman Islam sejati yang berasal dari Dzat Yang Maha Tinggi melalui kekasihnya yang suci. Untuk mewujudkan generasi emas khoiru ummah, hanya dengan penerapan syariat Islam kaffah, tidak hanya pada aspek kesehatan mental, tetapi seluruh aspek kehidupan. Adanya pendidikan Islam tidak hanya meninggikan akal akan tetapi juga menentramkan jiwa (mental) karena yakin rasa optimis dalam menjalani kehidupan, ada Allah Taala yang pasti akan memberikan pertolongan dikala kesulitan. Tak pelik jika Generasi Tangguh akan hadir sebagai support untuk meraih Generasi emas di tahun 2045 dengan segala potensi dan skill yang mereka miliki.
                            


Share this article via

36 Shares

0 Comment