| 328 Views

LPG Langka Bukti Carut Marut Kebijakan Sistem Ekonomi Kapitalisme

OLEH : Ummu Alvin 
Aktivis Muslimah

Pemerintah Indonesia memberlakukan larangan bagi pengecer termasuk warung untuk menjual elpiji 3 kg mulai Sabtu (1/2/2025). Menurut Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung bahwasanya pengecer yang ingin menjual elpiji bersubsidi harus terdaftar sebagai pangkalan atau sub penyalur resmi Pertamina,yaitu dengan cara mendaftarkan nomor induk perusahaan terlebih dahulu,Jakarta, Jum'at ( 31/1/2025).

Berdasarkan pantauan beritasatu.com, Jum'at (31/1/2025) di salah satu pangkalan elpiji 3 kilogram di Jakarta, stok gas melon subsidi itu sudah langka sejak seminggu terakhir. Menurut pemilik pangkalan LPG 3 kg Merry (56), kelangkaan terjadi karena stok yang diberikan agen terbatas kemudian diperparah oleh masa libur panjang Isra mi'raj dan Imlek sehingga menghambat proses pendistribusian gas ke pangkalan pangkalan, menurutnya setiap minggu seharusnya 1500 tabung gas elpiji disuplai oleh agen ke pangkalan miliknya. Namun sepekan terakhir hanya 600 - 700 tabung saja yang disuplai sehingga tak cukup memenuhi kebutuhan pelanggan. Merry juga menambahkan dalam praktiknya gas melon subsidi 3 kilogram yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat miskin ternyata banyak dibeli oleh masyarakat dengan ekonomi menengah ke atas, akhirnya orang-orang kecil nggak kebagian., tuturnya.

Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membantah kelangkaan gas elpiji 3 kg yang terjadi di Jakarta. Menurutnya pemerintahannya melakukan pembatasan pembelian LPG oleh konsumen kalau langka sih tidak ada, Bahil mengira ada konsumen yang memborong LPG 3 kg secara tidak wajar. Bahlil juga meminta agar pembelian gas elpiji 3 kg untuk konsumen yang berhak menerima subsidi dari pemerintah saja, dia menyebut anggaran LPG 3 kg tersebut sejatinya telah mencapai lebih dari Rp 80 triliun.Kamis (30/1/2025)

Kelangkaan gas elpiji yang dikeluhkan oleh masyarakat di berbagai tempat itu terjadi karena adanya perubahan sistem distribusi LPG yang ditetapkan oleh negara. Kebijakan ini tentu saja menyulitkan bahkan dapat mematikan bisnis pengecer yang bermodal kecil dan memperbesar bisnis pemilik pangkalan yang bermodal besar. Perubahan seperti ini adalah suatu keniscayaan di dalam sistem ekonomi kapitalisme, karena salah satu sifat sistem ini adalah memudahkan pemilik modal yang besar untuk menguasai pasar dari bahan baku hingga bahan jadi. Sistem ini juga meniscayakan adanya liberalisasi (migas) dengan memberi jalan bagi korporasi mengelola SDA yang sejatinya milik rakyat.

Sistem kapitalisme telah melegalkan liberalisasi migas, meski di tengah kekayaan gas yang melimpah namun rakyatnya tidak bisa menikmati pemanfaatannya dengan murah bahkan gratis. Justru negara menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta baik dari pengelolaan hingga penjualannya negara melepaskan diri dari tanggung jawabnya sebagai pengurus umatnya, begitulah paradigma kepemimpinan yang diadopsi di negeri ini yang telah menghilangkan fungsi negara sebagai rain pengurus urusan umat, sebaliknya penguasa hanya bertindak sebagai pembuat regulasi untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu atau pemilik modal. 

Alhasil kebijakan ekonomi pun tidak lagi memihak pada kepentingan rakyat. Terbukti dengan adanya gas elpiji non subsidi dalam waktu yang bersamaan dengan kelangkaan gas melon. Hal ini jelas membuka pasar pada pengusaha untuk membuka peluang di balik langkanya gas melon 3 kg ini. Inilah fakta pengelolaan migas di bawah sistem kapitalisme neoliberal, setiap kebijakan yang dibuat tidak pernah memudahkan bagi rakyatnya untuk memperoleh haknya terhadap sumber daya alam yang sejatinya milik mereka. 

Berbeda dengan sistem Islam di mana negara berkewajiban menyediakan kebutuhan pokok rakyat tanpa dibayangi kelangkaan dan mahalnya harga bahan-bahan pokok sehari-hari. Negara juga harus menjamin setiap individu dapat terurus dengan baik serta memudahkan mereka agar dapat mengakses berbagai kebutuhan layanan publik berbagai fasilitas umum dan sumber daya alam yang menguasai hajat publik termasuk minyak dan gas. Sistem ekonomi Islam meniscayakan ketersediaan migas yang merupakan sumber energi untuk semua rakyat dengan harga murah atau bahkan gratis. Sebab Islam mengharuskan pengelolaan sumber daya alam oleh negara sehingga minyak dan gas merupakan jenis harta milik umum atau rakyat di mana pendapatannya menjadi milik seluruh kaum muslim dan mereka berserikat di dalamnya. 

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,

"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput ,air dan api." (Hadits riwayat Abu Dawud dan Ahmad).

Hadis di atas menyatakan bahwa kaum muslim berserikat dalam air padang rumput dan api dan bahwasannya ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu ataupun korporasi.

Adapun pengelolaannya karena minyak dan gas tidak boleh dimanfaatkan secara langsung maka harus melalui tahapan proses, pengeboran penyulingan dan sebagainya. Serta memerlukan usaha keras dan biaya untuk mengeluarkannya, maka negara yang mengambil alih penguasaan dan eksplorasinya mewakili kaum muslim kemudian menyimpan pendapatannya atau hasil pengelolaan dari minyak dan gas tersebut di Baitul mal.

Demikianlah Islam mengatur pengelolaan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan rakyat, termasuk minyak dan gas yang diatur sedemikian rupa berdasarkan aturan dari Al Khaliq sang pencipta yang Maha Sempurna dalam bingkai Khilafah sehingga kesejahteraan dapat dirasakan secara nyata oleh seluruh umat manusia.

Wallahu a'lam bishawab.


Share this article via

109 Shares

0 Comment