| 40 Views
Lonely In The Crowd, Ancaman Bagi Generasi di Sistem Kapitalis

Oleh: Ummu Haziq
Muslimah Ngaji
Kemajuan teknologi yang demikian pesat saat ini, bahkan mampu membangun interaksi dengan banyak individu, mulai dari keluarga dekat dan jauh, teman lama, bahkan teman baru dari luar negeri, rupanya tidak otomatis menghilangkan perasaan sepi.
Hal ini diangkat salah satunya melalui sebuah riset berjudul, "Loneliness in the Crowd: Eksplorasi Literasi Media Digital pada Fenomena Kesepian di TikTok melalui Konfigurasi Kajian Hiperrealitas Audiovisual". Berdasarkan teori hiperrealitas, representasi digital sering kali dianggap lebih 'nyata' daripada realitas itu sendiri, hingga emosi yang dibentuk media dapat mempengaruhi kesehatan mental dan hubungan sosial seseorang. (detik.com, 18/9/2025)
Tidak salah perkembangan dan kemajuan teknologi. Namun justru seharusnya menjadi sarana pendukung kehidupan masyarakat, memudahkan dalam mendapat berbagai informasi, tempat belajar, menghubungkan saudara jauh, melesatkan aspek ekonomi dan banyak lainnya. Hanya saja, karena cara berfikir sekuler, yakni menjauhkan agama dari ranah publik, mencukupkan urusan agama hanya terkait urusan individu masing-masing, maka penggunaan teknologi menjadi tak terarah bahkan merusak.
Lonely in the crowd” adalah gambaran nyata generasi di bawah sistem sekuler-liberal: tampak ramai, tapi sesungguhnya kosong. Jika tidak segera ditangani, kita akan kehilangan generasi yang kuat, padahal merekalah aset terbesar untuk kebangkitan umat.
Lonely in the crowd merupakan salah satu penyakit psikologis yang menggambarkan perasaan kesepian atau isolasi meskipun berada ditengah-tengah kerumunan orang. Padahal tingkat sepi paling mengerikan adalah sepi dalam keramaian. Pada dasarnya Media sosial diciptakan untuk mempertemukan dan menghubungkan antara manusia, namun justru media sosial menciptakan ilusi koneksi.
Fenomena masyarakat di era digital saat ini banyak yang merasa kesepian di tengah hiruk-pikuk bermedia sosial bukan tanpa alasan karena media sosial cenderung menghasilkan hubungan yang cepat yang menjadikan kurangnya interaksi tatap muka yang mendalam akhirnya merubah gaya hidup yang lebih individualistik. Namun Gen Z disebut generasi yang paling merasa kesepian, insecure bahkan mengalami kesehatan mental, semua ini tentu bukan sekedar persoalan kurangnya literasi digital dan manajemen penggunaan gawai.
Faktanya justru industri kapitalis yang telah membuat arus di sosial media menimbulkan dampak buruk, membuat seseorang kurang memiliki motivasi untuk berinteraksi dengan orang lain dan cenderung menarik diri dari lingkungan sosial karena lebih nyaman sendirian sehingga masyarakat sulit bergaul di dunia nyata. Bahkan, di tengah keluarga pun pola hubungan diantara anggota keluarga terasa jauh.
Umat Islam perlu menyadari, kesepian yang melanda generasi hanyalah gejala dari penyakit besar: hilangnya identitas Islam dalam mengatur kehidupan. Selama manusia hanya diposisikan sebagai konsumen dalam pasar kapitalisme digital, maka relasi sosial akan semakin rapuh.
Islam datang bukan untuk menolak teknologi, tetapi untuk menempatkan teknologi dalam kerangka yang benar. Islam menegaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang harus hidup dalam ikatan ukhuwah. Nabi Saw. bersabda, “Seorang Mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan sebuah bangunan, satu sama lain saling menguatkan.” (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam pandangan Islam, negara memiliki peran penting untuk memastikan penggunaan media digital tidak merusak masyarakat. Negara wajib mendorong generasi muda untuk produktif, membangun karya bermanfaat, serta peduli pada persoalan umat. Platform digital harus diarahkan untuk mendukung dakwah, pendidikan, dan penguatan keluarga, bukan sekadar tempat pelarian yang menumbuhkan kesepian.
Islam adalah agama dan pandangan hidup yang berasal dari Sang Pencipta, Allah Swt. Satu-satuny yang Maha Mengetahui segala permasalahan manusia serta apa saja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan problem kehidupannya. Pertama, melalui pendidikan orang tua dan keluarga, seseorang terbangun pada dirinya aspek ruhiyah. Islam mengajak orang-orang yang beriman untuk selalu bertakwa kepada Allah SWT, mendekat kepada-Nya (muraqabatullah) dalam setiap keadaan.
Saatnya masyarakat kembali pada Islam sebagai identitas utama. Hanya dengan Islam, media sosial bisa menjadi sarana pemersatu, bukan pemecah. Hanya dengan Islam, generasi muda bisa tumbuh produktif, bukan tenggelam dalam kesepian.