| 40 Views
Kurikulum Cinta, Solusikah dalam Pendidikan Saat ini?

Oleh : Zhufaira
Di lansir dari kemenag.com ( 24-07-2025). Pada hari Kamis Kementerian Agama Republik Indonesia resmi meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang bertempat di Asrama Haji Sudiang Makasar. Hal ini didasari inisiatif yang merupakan langkah strategi dalam menyusun ulang orientasi pendidikan Islam yang tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga menanamkan nilai cinta, kebersamaan, serta tangungjawab ekologis sejak jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
Hal tersebut diperkuat dalam Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Islam Nomor 6077 Tahun 2025 tentang panduan Kurikulum Berbasis Cinta, “The Golden Rule" : cinta dalam perspektif Beragama yang mendefinisikan cinta dari sudut pandang berbagi agama.
Definisi cinta dalam KBBI adalah sebagai perasaan atau keadaan yang mendorong seseorang untuk menyayangi, mengasihi, atau menghargai orang lain. Lain halnya cinta dalam perspektif agama islam cinta dimulai dari cinta kepada Allah SWT yang menjadi sumber utama dari segala bentuk cinta. Nabi Muhammad Saw juga menekankan pentingnya cinta terhadap sesama manusia.
Dari sinilah kurikulum cinta didefinisikan sebagai kurikulum yang di rancang dengan menitikberatkan pada pengembangan karakter, pembelajaran berbasis pengalaman dan perhatian mendalam terhadap aspek sosial dan emosional dalam pendidikan. melalui kurikulum ini diharapkan melahirkan insan yang humanis, nasionalis, naturalis, toleran dan selalu mengedepankan cinta sebagai prinsip dasar dalam mengarungi kehidupan .
Latar Belakang di Buatnya Kurikulum Cinta
Adanya wacana kurikulum cinta merupakan inisiatif dari Menteri Agama dalam rangka pengembangan pendidikan agama dan keagamaan yang bertujuan menanamkan nilai cinta kepada Tuhan, sesama manusia, lingkungan dan bangsa sejak usia dini. Hal tersebut disampaikan direktur jenderal pendidikan Islam, Amien Suyitno. Pendidikan karakter diindonesia membutuhkan inovasi yang lebih mendalam, salah satunya melalui pendekatan yang lebih interaktif dan sistematis dalam kurikulum. Amien menilai, saat ini masih terdapat fenomena sejumlah pelajar yang menunjukkan sikap intoleran, saling menyalahkan, bahkan membenci satu sama lain karena perbedaan keyakinan.
Maka dari itu, kurikulum cinta hadir sebagai solusi melalui insensi nilai keberagaman dalam berbagai mata pelajaran khususnya dalam pendidikan Islam di bawah naungan kementerian Agama. Perlu diketahui kurikulum cinta bersandar pada 4 aspek utama yaitu pertama, hablum minallah (cinta kepada Allah ),kedua hablum minannas ( cinta pada sesama manusia), ketiga hablum bi'ah ( cinta lingkungan), keempat hubbul wathan ( kecintaan terhadap bangsa). Atas dasar itulah kurikulum cinta tidak diperkenalkan sebagai mata pelajaran baru, melainkan akan diintegrasikan ke dalam berbagi mata pelajaran yang sudah ada. Nyatanya Kementerian Agama melalui Ditjen Pendidikan Islam telah menyiapkan buku panduan yang akan menjadi acuan bagi para pendidik dalam menyiapkan nilai nilai cinta , toleran, dan spiritualitas dalam pembelajaran.
Strategi implementasi kurikulum ini akan sesuai dengan jenjang pendidikan mulai dari tingkat pendidikan. Seperti tingkat pendidikan Raudhatul Athfal ( RA/ PAUD), metode pembelajaran akan menggunakan permainan dan pembiasaan positif, sementara dijenjang pendidikan lebih tinggi, pendekatan berbasis pengalaman dan refleksi akan lebih di tekankan.
Sesuai dengan riset dan survei Suyitno terikat kondisi keberagaman diindonesia kemudian mengatakan pendidikan harus menjadi landasan utama untuk memperbaiki kondisi ini, implementasi kurikulum cinta diharapkan membawa perubahan nyata dalam kehidupan sosial, baik dalam konteks keagamaan, hubungan kemanusiaan, maupun keberagaman bangsa . Prof Suyitno menegaskan, bahwa keberhasilan kurikulum cinta ini diukur dari aspek kognitif dan dari perubahan sikap serta perilaku peserta didik tambahannya. "kita tidak ingin agama hanya menjadi sesuatu yang normatif, tetapi harus bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari RA hingga perguruan tinggi, kita ingin membentuk individu yang ramah, humanis, nasionalis dan peduli lingkungan".
Langkah awal Kementerian Agama akan melakukan pendampingan bagi para pendidik serta mempersiapkan instrumen evaluasi yang dapat mengukur keberhasilan kurikulum cinta secara berkelanjutan. Termasuk dukungan berbagai pihak, masyarakat dan pemangku kepentingan pendidikan, sangat dibutuhkan agar kurikulum ini dapat secara efektif dan berdampak luas. Berharap dengan diterapkannya kurikulum cinta Indonesia dapat melahirkan generasi yang lebih toleran inklusif dan penuh kasih sayang. Sehingga bisa mewujudkan masyarakat yang harmonis dalam beragama.
Waspada Bahaya Diradikalisasi di Balik Kurikulum Cinta
Sejauh ini jika kita membaca dari sisi narasinya dengan mengangkat nilai-nilai universal yang terdengar manis seperti coklat, cinta kasih sayang dan perdamaian. Namun jika ditelisik lebih dalam, nyatanya terdapat muatan ideologi yang perlu dikritisi secara mendalam. Tanpa sadar kurikulum ini secara halus mengarahkan peserta didik untuk mencurigai agamanya sendiri, bahkan ajaran Islam kaffah di nilai sebagai ancaman. Sementara nilai-nilai sekuler, liberal, pluralistis sebagai hal yang di agung-agungkan.
Alhasil keberadaan mereka yang belajar tentang islam kaffah terkait sosial, ekonomi, pendidikan, hudud dan lain sebagainya, justru diberi label negatif, radikal, intoleran, bahkan ekstrimis. Sehingga mereka di jauhkan dengan akidahnya. Akibatnya mereka takut dengan agamanya sendiri, bahkan membicarakan syariat Islam suatu yang bahaya anggapannya. Terlalu mendalam belajar agama adalah sumber intoleransi. Dengan demikian, wajar dalam mata pelajaran sekolah formal ajaran terkait islam kaffah salah satunya khilafah, tidak dicantumkan dalam kurikulum pendidikan saat ini. Karena, dianggap berbahaya dan termasuk bertentangan dengan sistem sekuler liberal yang lahir dari rahim demokrasi.
Kemudian fenomena ini makin jelas terlihat : Umat Islam diajari untuk berlemah lembut kepada non-muslim, bahkan jika harus mengorbankan prinsip keimanannya, di antaranya mereka didorong untuk ikut merayakan hari besar agama selain islam. Menjaga rumah ibadah non-muslim dan menyamarkan identitas Islam demi menjaga kerukunan. Sementara pada saat yang sama mereka diajari untuk bersikap keras terhadap muslim lain yang dianggap ekstrim dalam belajar islam. Seorang Ustadz yang menyerukan pentingnya menerapkan syariat islam kaffah dianggap ancaman, bahkan di cap radikal. Muslim yang ingin mendirikan sekolah Islam idiologis disebut berpotensi menyebarkan paham ekstrim. Begitulah salah satu strategi diradikalisasi paling sistematis: menyelinap lewat kurikulum demi membentuk cara pandang sekuler, liberal bagi generasi dari sejak usia dini.
Pluralisme Menyesatkan Akidah Umat Islam
Pluralisme agama adalah sebuah pemahaman yang diyakini oleh orang liberal, yakni menempatkan agama sebagai yang relatif. Pluralisme didasarkan pada asumsi yang meletakkan agama pada sebuah klaim kebenaran yang sifatnya relatif, menempatkan agama pada posisi setara. Pluralisme menjadikan bahwa persepsi manusia tidak boleh mengklaim atau meyakini bahwa agamanya yang lebih benar dari agama lain. Dampaknya paham tersebut mengaburkan makna toleransi dalam Islam. Pluralisme melahirkan toleransi menurut paham liberal yang sangat berbahaya. Karana pluralisme menjadikan standar kebenaran bukan lagi Al Qur'an dan Hadist, melainkan pada akal manusia yang mengukur dengan kemaslahatan manusia. Pada hakikatnya, ini adalah sebuah penjajahan ( imperialisme) gaya baru dalam bidang pemikiran bagi umat Islam. Umat Islam akan dipaksa untuk berpikir dengan standar liberal yang menyesatkan sampai menjauhkan kecintaan kepada Allah Swt.
Warning Kurikulum Cinta Merusak Akidah Umat Isalm
Jika kita melirik pada kurikulum cinta, nyatanya kita dapati berbagai dampak positif namun jika kita telisik lebih dalam nyatanya lebih mendominasi pada dampak negatifnya. Sebab berbagai paham di luar Islam telah menancap kuat dibenak kaum muslimin yang mengakibatkan krisis identitas akibat didominasi paham sekuler dan liberalisme. Umat islam tidak memiliki gambaran akan tujuan hidupnya karena mereka di jauhkan dari pemahaman Islam, yang berdampak melahirkan fobia terhadap ajaran Islam itu sendiri. Dari paham sekuler-liberal inilah melemahkan kedudukan agama Islam dan sebaliknya akan semakin melanggengkan sistem pendidikan sekuler-liberal. sejatinya merupakan penjajahan gaya baru negara pengusung kapitalisme global untuk menjajah kaum muslimin secara tidak langsung melalui pemikiran, waspada terhadap istilah apa pun yang mengarah pada keyakinan " semua agama adalah sama " yang dibalut dengan kata "cinta" dan yang semisalnya patut untuk menolaknya agar tidak merusak akidah .
Dengan demikian, alih-alih mampu mengatasi krisis kemanusiaan, intoleran dan degradasi lingkungan, penerapan KBC justru membuat kaum muslim membenarkan dan menerima keyakinan agama selain Islam yang notabene bertentangan dengan hukum syara, dengan dalih menghargai dengan penuh cinta.
Kurikulum Berbasis Akidah Islam
Pendidikan menurut kacamata Islam jelas merupakan hal yang sangat penting bagi umat. Islam memberi perhatian berupa pendidikan yang terbaik bagi umat. Sistem pendidikan Islam hanya akan menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam bukan yang lain. Sebab, akidah merupakan asas bagi kehidupan manusia. Maka negara Islam mewajibkan aspek pendidikan harus berbasis akidah islam.
Pendidikan islam merupakan langkah strategis untuk membentuk pribadi yang bersyakhsiyah Islam (kepribadian Islam). Mulai dari penerapan pendidikan islam dari usia dini sampai perguruan tinggi, agar membentuk generasi yang bertakwa kuat dan kokoh akidahnya. Sehingga mereka dapat memahami, pemahaman yang di ambil dan mana pemahaman yang harus di tinggalkan. Sesungguhnya Islam adalah agama yang penuh cinta, persaudaraan yang harmonis sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah SWT:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah (perbaikilah) hubungan antara kedua saudaramu itu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. “ (QS Al-Hujurat : 10 ).
Dalam ayat tersebut menjelaskan, terkait seorang muslim harus memiliki hubungan baik dengan sesama, sebagaimana yang di perintahkan Allah. Lalu apakah untuk menghasilkan hubungan penuh cinta dan harmonis, perlu adanya kurikulum cinta? Sedangkan kita pahami kurikulum saat ini bukan berbasis akidah islam. Justru akidah tersebut berasal dari paham barat, lalu di adopsi sistem pendidikan saat ini yang bertentangan dengan ajaran islam. Oleh karena itu, kurikulum cinta ini justru di khawatirkan bisa merusak akidah generasi, yang dalam muatannya mengatakan bahwa semua agama baik dan benar. Sedangkan islam memiliki keyakinan bahwa Islam agama satu-satunya yang di ridho Allah. Sebagaimana :
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُۗ
“Sesungguhnya agama (yang di ridhai) di sisi Allah ialah islam.” (QS. Al-Imran : 19).
Dengan demikian Islam bukan agama yang intoleran sebaliknya penuh dengan toleransi dan menghargai umat agama lain. Islam mengajarkan cinta dan kasih sayang, pun dengan sosial, islam sangat menjaga kerukunan bersikap baik dan saling tolong menolong bukan hanya untuk umat islam, tapi juga non-muslim. Akan tetapi dalam ranah akidah, islam tidak ada toleransi atau pun tawar-menawar. Karena dalam islam tidak boleh mencampur adukan yang haq dengan yang batil.
Itu sebabnya jaman dulu banyak melahirkan generasi yang cemerlang baik dalam hal ilmu fiqih, tafsir, ilmu pengetahuan sains dan teknologi karena di terapkannya pendidikan akidah islam. Ketika sistem islam diterapkan, maka akan melahirkan generasi yang unggul dalam segala bidang. Untuk mewujudkan generasi yang gemilang maka dibutuhkan adanya pendidikan berkualitas berbasis akidah Islam dalam setiap lembaga pendidikan. Hal ini tidak bisa terealisasikan manakala masih berharap pada pendidikan sekuler.
Satu-satunya harapan kita hanya sistem Islam menjadikan pendidikan untuk membentuk karakter individu yang senantiasa cerdas, berakhlak mulia dan tentunya bertakwa kepada Allah SWT .
Dalam merealisasikan pendidikan Islam dibutuhkan sebuah kekuatan besar yang lahir dari syariat Islam yakni berupa tegaknya institusi negara khilafah dalam bingkai kehidupan. Sebab syariat Islam selamanya tidak bisa diterapkan kecuali dengan keberadaan institusi negara khilafah. Dari sinilah dapat dikatakan bahwa khilafah adalah kekuatan terbesar bagi umat manusia bahkan kebardaannya adalah sesuatu hal yang wajib dan penting ( Tajul furudh ) mahkotanya kewajiban.
Oleh karena itu, peran kita sebagai seorang muslim untuk memperjuangkan kembali tegaknya daulah islam adalah fardu ain, yaitu melalui dakwah bersama kelompok dakwah Islam. Demi melanjutkan kembali kehidupan Islam dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah.
Wallahu'alam Bishshawab