| 20 Views
Kohabitasi, Gaya Hidup Menyimpang Buah Sekularisme

Oleh : Sri Setyowati
Alvi Maulana (25) yang berasal dari Labuhanbatu, Sumatera Utara telah membunuh serta memutilasi Tiara Angelina Saraswati (25) warga Desa Made, Lamongan, Jawa Timur di kamar kos RT 001 RW 001, Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya, Jawa Timur, tempat Alvi dan Tiara tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan sejak April 2025. Keduanya merupakan alumni Universitas Trunojoyo Madura yang telah menjalin asmara selama lima tahun.
Berawal pada Minggu dini hari, 31 Agustus 2025, sekitar pukul 02.00 WIB, Alvi pulang setelah seharian bekerja sebagai ojek online. Namun, ia tidak bisa langsung masuk ke kamar kos karena pintu terkunci dari dalam. Setelah menunggu sekitar satu jam, Tiara akhirnya membukakan pintu, kemudian keduanya terlibat pertengkaran. Tanpa berpikir panjang, Alvi mengambil pisau dapur lalu menusuk Tiara hingga meninggal dunia dan jasadnya dimutilasi hingga menjadi ratusan potong. Potongan tubuh tersebut dimasukkan ke dalam tas merah dan dibawa dengan sepeda motor menuju Mojokerto. Dalam perjalanan, Alvi membuang potongan tubuh korban di sepanjang Jalan Raya Pacet–Cangar, Mojokerto. Seminggu kemudian warga yang sedang mencari rumput menemukan potongan tubuh Tiara, sebagian lainnya disembunyikan di laci lemari kos.
Akibat perbuatan tersebut Alvi bisa dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman pidana mati, penjara seumur hidup atau penjara maksimal 20 tahun. (kompas.id, 15/09/2025)
Kasus pembunuhan disertai mutilasi Tiara bukanlah yang pertama di Jawa Timur tahun ini. Sebelumnya, pada tanggal 19 Januari 2025 di Kediri, Rochmat Tri Hartanto (Antok) membunuh teman perempuannya di sebuah hotel. Setelah korban tak berdaya, tubuhnya dimutilasi dan disimpan dalam koper merah. Potongan tubuh kemudian dibuang di Ngawi, Trenggalek, dan Ponorogo.
Ada pula kasus serupa yang terjadi di Jombang. Pada 12 Februari 2025, warga menemukan mayat tanpa kepala di saluran irigasi. Kepala korban ditemukan beberapa jam kemudian di tepi Sungai Konto. Hasil penyelidikan mengungkap korban bernama Agus Sholeh, yang dimutilasi oleh rekan kerjanya, Eko Fitrianto (38), saat masih hidup.
Karena persoalan sepele yang dipicu emosi sesaat seseorang mampu melakukan tindakan di luar batas kemanusiaan. Berbagai kasus serupa menunjukkan bagaimana mutilasi menjadi bentuk kejahatan yang tidak hanya menghilangkan nyawa, tetapi juga merendahkan martabat manusia hingga menyebarkan teror di masyarakat.
Tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan, living together, kumpul kebo atau kohabitasi tak jarang dilakukan pasangan muda saat ini. Banyak alasan yang mendasari gaya hidup tersebut. Diantaranya adalah untuk mengenal pasangan sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, efisiensi uang kost, dan lainnya.
Kohabitasi tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi hasil dari liberalisasi yang berlangsung secara sistemis dan terstruktur. Sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan menjadikan mereka bertindak bebas tanpa aturan. Halal haram dalam tuntunan agama tidak lagi menjadi pedoman. Semua perbuatan hanya berdasarkan hawa nafsu yang menyesatkan.
Kohabitasi adalah penyimpangan, minimnya peran keluarga dalam memberikan pendidikan karakter dan penjagaan akidah sangat mempengaruhi pola pikir dan pola sikap atau perilaku anak. Adanya pembiaran dari masyarakat dan tidak adanya sanksi yang tegas menjadikan kohabitasi adalah sesuatu yang normal. Tontonan di media yang menggambarkan kehidupan bersama tanpa ikatan pernikahan juga memberikan kontribusi dalam menyesatkan pemikiran hingga terjadi pergeseran nilai.
Apapun alasannya kohabitasi jelas tidak bisa dibenarkan menurut syariat karena itu adalah zina. Jangankan zina, mendekati zina saja tidak dibenarkan apalagi dilakukan secara terang-terangan dengan tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan.
Allah Swt telah berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS Al-Isra' [17]: 32)
Diharamkannya zina adalah agar kehormatan umat Islam terjaga dan juga agar kemurnian garis keturunan (nasab) mereka dapat terpelihara.
Allah melarang mendekati zina, seperti melihat video atau gambar yang memuat pornografi, berduaan dengan lawan jenis di tempat yang sepi (berkhalwat) mengumbar pandangan, chatting atau telpon dengan lawan jenis yang mengarah pada interaksi seksual, berpacaran, bercampur baur antara laki-laki dan perempuan (ikhtilat) yang dari aktivitas tersebut tidak ada hajat syar’i apalagi kohabitasi.
Dibutuhkan peran semua pihak untuk menjaga generasi muda dari perilaku zina. Dimulai dari membangun ketakwaan individu di keluarga, juga pendidikan dan nasihat dari para mubaligh. Menghidupkan peran masyarakat melalui kontrol lingkungan di sekitarnya sehingga ketika ada orang yang melakukan perbuatan yang mendekati zina berupa pacaran atau khalwat, masyarakat tidak segan untuk menegur, mengingatkan dan menasihati agar tidak berlanjut.
Dan yang paling penting adalah peran negara sebagai pelaksana dari hukum syara'. Hal ini dilakukan dengan kebijakan menutup semua tempat hiburan yang berbau pornografi dan pornoaksi, melarang iklan yang mengumbar aurat, melarang media baik cetak, elektronik, maupun media sosial menampilkan pornografi atau pornoaksi. Juga menugaskan qadhi muhtasib untuk mengontrol tempat umum seperti taman-taman kota, halte dari anak-anak muda yang pacaran.
Negara juga akan memberikan sanksi berupa takzir yang tegas kepada pelaku zina. Apabila pezina adalah ghairu muhshan (belum menikah), maka ia akan dikenai jilid sebanyak seratus kali. Jika si pezina adalah muhshan (telah menikah), baik lelaki maupun perempuan, maka ia dirajam dengan batu hingga mati.
Semua solusi tersebut hanya bisa terlaksana jika negara menerapkan Islam secara kafah. Berjuang bersama kelompok dakwah ideologis adalah jalan menuju diterapkan nya hukum Islam yang penuh keadilan. Segeralah bergabung dengan jamaah dakwah ideologis hingga seluruh syariat Islam bisa ditegakkan.
Wallahu 'alam bishshawab