| 34 Views
Kisruh Haji Terus Terjadi, Dimana Tanggung Jawab Negara

Oleh : Sumarni Ummu Suci
Kisruh penyelenggaraan haji di negeri ini masih terus berlanjut. Alih - alih terjadi peningkatan kualitas layanan, justru jamaah dari negara dengan kuota haji terbesar ini mengalami penurunan pelayanan yang semakin memprihatinkan.
Dalam proses pemberangkatan beberapa calon jamaah haji tidak dapat melanjutkan ibadahnya ditanah suci Mekkah akibat terkendala visa. (dikutip : www.nasional.kompas.com)
Visa jamaah tiba - tiba di batalkan secara sepihak meski seluruh dokumen lengkap dan valid.Belakangan diketahui ada pihak yang membatalkan visa tersebut dan mengubah datanya di akun Haji Pintar milik Kemenag. (Dikutip : www.republika.co.id)
Masalah lainnya adalah sebanyak 49 orang terdiri dari 18 warga lokal dan 31 warga asing termasuk warga negara Indonesia ditangkap karena mengangkut 197 jamaah haji tanpa izin resmi. (Dikutip : www.beritasatu.com).
Dalam proses pelaksanaan haji juga mengalami masalah yang tak kalah pelik. Diantaranya jamaah haji yang diusir dari tempat istirahat pada malam hari, jamaah yang tertinggi rombongan hingga keterlambatan distribusi konsumsi. (Dikutip : www.tempo.co)
Pengetatan dan perubahan aturan oleh pemerintah Arab Saudi dalam ibadah haji tahun ini semakin menambah kerumitan. Sehingga terasa makin menyulitkan umat Islam yang ingin menunaikan ibadah haji.
(Dikutip : www.haji.kemenag.go.id).
Salah satunya kepemilikan kartu Nusuk yang berfungsi sebagai tanda pengenal resmi untuk mendapatkan akses ke wilayah Mekkah dan Masjidil Harom (dikutip: www.tempo.co).
Kisruh penyelenggaraan haji tahun ini kembali membuka mata bahwa pengurusan ibadah suci ini tidak ditangani secara optimal oleh negara.
Sebagai ibadah yang sangat sakral dan hanya bisa dilakukan satu tahun sekali oleh jutaan umat muslim dari berbagai penjuru dunia, haji seharusnya dikelola dengan sangat serius, teliti dan penuh tanggung jawab.Sayangnya yang terjadi justru sebaliknya.
Semua ini mencerminkan lemahnya perencanaan, kordinasi dan eksekusi dari pihak - pihak yang bertanggung jawab. Baik dari negara asal jamaah maupun dari pihak penyelenggara di Arab Saudi.
Dalam konteks ini negara sebagai pihak yang seharusnya menjamin kelancaran ibadah umat justru terlihat abai dan tidak sigap menghadapi persoalan-persoalan teknis yang sudah seharusnya bisa di antisipasi.
Sebagian pihak menuding kebijakan baru dari pemerintah Arab Saudi sebagai penyebab utama kekacauan dalam penyelenggaraan haji tahun ini.
Namun jika ditelusuri lebih dalam akar persoalan sebenarnya tidak hanya terletak pada aspek teknis atau sekedar perubahan aturan dari pihak luar, justru yang paling mendasar adalah bagaimana paradigma pengurusan haji di Indonesia selama ini dijalankan.
Selama haji dipandang hanya sebagai urusan administratif dan tidak maknai sebagai kewajiban negara dalam melayani urusan agama rakyatnya secara menyeluruh, maka kekacauan demi kekacauan akan terus berulang.
Ketika sistem pengelolaan haji lebih mengedepankan aspek bisnis profit dan birokrasi yang berbelit, pelayanan seharusnya menjadi amanah justru beruba menjadi beban.
Semua kekisruhan yang terjadi dalam penyelenggaraan haji sejatinya berpangkal dari kapitalisasi ibadah haji serta lepasnya tanggung jawab negara dalam mengurusnya sebagai bagian dari pelayanan kepada rakyat.
Ibadah yang semestinya menjadi momen suci dan penuh kekhusukan justru terjerat dalam sistem komersialisasi. Alhasil biaya terus melonjak, pelayanan tidak sebanding hingga muncul berbagai skema visa nonreguler yang rawan penyalahgunaan pihak - pihak tak bertanggung jawab.
Semua menunjukkan bahwa sistem Kapitalisme tidak layak mengatur umat Islam.
Islam telah menetapkan ibadah haji sebagai salah satu dari lima rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang memiliki kemampuan, baik secara fisik, finansial maupun keamanan perjalanan.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surat Al Imron : 97.
وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ
" Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana." (QS Al - Imron : 97)
Kewajiban ini menunjukkan bahwa haji bukan hanya ritual individual melainkan juga urusan publik yang memerlukan pengaturan sistemik dalam negara.
Dalam Islam negara sebagai raa'in (pengurus rakyat) dan junnah (pelindung). Maka sudah seharusnya penyelenggaraan ibadah haji dilakukan dengan profesional, amanah dan memudahkan umat dalam menjalankan ibadah.
Negara harus hadir secara aktif mengurusi keperluan jamaah. Mulai dari proses administrasi, transportasi,. akomodasi, kesehatan hingga memastikan ketenangan spiritual jamaah selama menjalankan rukun Islam ini.
Penyelenggaraan haji yang dikelola dengan paradigma pelayanan bukan komersialisasi adalah bentuk nyata dari tanggung jawab negara dalam sistem Islam.
Negara akan menyiapkan mekanisme terbaik, birokrasi yang efisien serta layanan premium bagi para tamu Allah sebagai bentuk pemuliaan terhadap ibadah haji. Layanan paripurna seperti ini hanya bisa terwujud jika negara memiliki sistem keuangan yang kuat dan stabil.
Hal ini memungkinkan ketika negara menerapkan sistem ekonomi, keuangan dan moneter Islam secara menyeluruh. Kekuatan ini semakin besar karena seluruh negeri - negeri muslim disatukan dalam satu kepemimpinan tunggal yakni Khilafah Islamiyya.
Dengan kekuatan sistemik tersebut negara memiliki kemampuan maksimal untuk menyelenggarakan haji dengan layanan terbaik tanpa membebani rakyat atau bergantung pada pihak swasta.
Wallahua'lam bissawab.