| 134 Views

Kerusakan Raja Ampat Dalam Pusaran Kapitalisme

Oleh : Dinna Chalimah
Pegiat Literasi, Ciparay Kab. Bandung.

Aktivitas penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, memicu kritik dari masyarakat sipil. Selain mencemari lingkungan, penambangan tersebut juga berpotensi melanggar ketentuan pidana, tak terkecuali tindak pidana korupsi.

Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah mengatakan, Kepulauan Raja Ampat masuk dalam kualifikasi pulau-pulau kecil yang dilindungi lewat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada Pasal 35 huruf k mengamanatkan pelarangan penambangan mineral di pulau-pulau kecil yang menimbulkankerusakan ekologis, mencemari lingkungan, atau merugikan masyarakat sekitar.

Sedangkan Pasal 73 ayat (1) huruf f mengatur soal sanksi pidananya. Ancaman pidana penjara mencapai 10 tahun. Oleh karena itu, ia mempertanyakan izin penambangan nikel di Raja Ampat dikeluarkan pemerintah terhadap PT GAG Nikel. Herdiansyah berpendapat, jika izin tersebut keluar dengan adanya persekongkolan, bukan tidak mungkin hal itu mengarah pada tindak pidana korupsi. (Metrotvnews.com)

Aktivitas pertambangan ditemukan di sejumlah pulau di Raja Ampat, antara lain di Pulau Gag, Pulau Kawe dan Pulau Manuran, kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Iqbal Damanik. Penebangan hutan serta pengerukan tanah untuk pertambangan nikel berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat yang banyak kehidupan bagi ekosistem laut dan warga lokal.

Pertambangan Nikel di Raja Ampat juga telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alam. Jelas bahwa aktivitas ini menimbulkan kerusakan pada Sumber Daya Alam dan ekosistem yang ada di sekitarnya. Akan tetapi, dihentikan sementara karena adanya desakan warga yang khawatir akan merusak ekosistem yang ada di dalamnya. (Kompas.com)

Ini terjadi karena negara tidak ikut turun tangan dalam sektor ekonomi, negara hanya memfasilitasi dan menyerahkan penuh sistem ekonomi kepada swasta atau Asing. Sehingga, rakyat tidak mendapatkan keadilan, karena keadilan akan didapat kepada orang-orang yang memberikan keuntungan untuk negara.

Seharusnya pemerintah memperhatikan aspirasi rakyat dengan melihat fakta kerusakan lingkungan yang terjadi dengan mencabut izin usaha pertambangan (IUP). Justru yang terjadi pemerintah hanya memberhentikan sementara aktivitas pertambangan. Sistem saat ini Kapitalis-Sekuler yang rusak dan dzolim, pemerintah seharusnya menjadi pelindung masyarakat bukan malah melindungi para pemilik modal.

Islam menetapkan Sumber Daya Alam (SDA) seperti nikel dan pulau-pulau kecil termasuk kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara secara mandiri dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat untuk kesejahteraan. Islam juga memberikan aturan wajibnya menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan yang akan berpengaruh terhadap hidup manusia dan melarang merusak lingkungan dengan menggunduli hutan, mencemari laut dan lain sebagainya yang merusak alam.

Khalifah Islam akan turun tangan dalam mengelola Sumber Daya Alam sesuai syari’at, alam pun tidak akan rusak. Jika negara menerapkan sistem Islam, maka tidak akan membiarkan adanya campur tangan asing yang mengeruk SDA demi keuntungan pribadi.

Rasululah saw juga bersaba,” Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali bagi Allah dan RasulNya” (HR Abu Daud).

Negara Khilafah akan mewujudkan kesejahteraan dengan mengelola SDA secara mandiri dan keuntunganya diberikan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan seluruhnya. Pemimpin Islam tidak akan mengambil keuntungan untuk diri sendiri saja, karena yakin sesuai keimanannya bahwa pertanggung jawaban atas kepemimpinannya sangat besar di hadapan Allah SWT.

Khalifah Islam akan menjalankan amanah kepemimpinannya karena memahami akan syari'at Islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw,” Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR Bukhari).

Khalifah berperan sebagai pengurus yang akan mengelola SDA secara aman, tepercaya dan menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak memberikannya kepada individu ataupun Asing. Negara juga bertanggung jawab atas kebutuhan hidup rakyat yang dibawah kekuasaannya.

Hasil pengelolaan tambang nikel atau SDA yang lainnya akan disimpan dalam khas negara (Baitul mal), dan dipergunakan untuk kebutuhan rakyat dan pembangunan infrastruktur. Dengan demikian, tidak ada celah bagi sektor swasta asing/aseng untuk mengambil alih pengelolaan kekayaan masyarakat dan hanya memperkaya dirinya sendiri dan kelompoknya. Semoga sistem pemerintahan Islam segera kembali tegak.

Wallahu ’alam bish shawwab.


Share this article via

27 Shares

0 Comment