| 389 Views
Kemiskinan Ekstrim di Negeri Kaya

Oleh : Wakini
Aktivis Muslimah
Indonesia terkenal dengan sebutan " Gemah Ripah Loh Jinawi", yaitu kekayaan yang melimpah ruah, namun tak ayal menjamin rakyat yang hidup di dalamnya sejahtera. Masih banyak kita temukan rakyat yang tidak memiliki tempat tinggal, anak-anak yang mengalami gizi buruk, tingkat pengangguran meningkat, bahkan ada yang mati karena kelaparan. Miris, inilah fakta yang terjadi.
Setiap tahun nya di peringati sebagai hari pengentasan kemiskinan internasional, namun hanya sebatas seremonial tahunan. Faktanya pemerintah memiliki PR besar dalam mementaskan kemiskinan.
Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional, yang diperingati setiap tanggal 17 Oktober, seharusnya menjadi momen refleksi global untuk menilai sejauh mana dunia telah berhasil mengurangi kemiskinan. Namun kenyataannya, kemiskinan tetap menjadi masalah yang terus melanda hampir seluruh dunia. Bahkan, berdasarkan data terbaru, lebih dari 11 miliar penduduk dunia hidup dalam kondisi kemiskinan akut. Di Indonesia, meski terdapat berbagai program pemerintah yang bertujuan mengurangi kemiskinan, kesenjangan sosial antara kaya dan miskin semakin lebar. Terjadi perbedaan mencolok antara yang memiliki kekayaan luar biasa dan mereka yang terjebak dalam kemiskinan struktural. Upaya-upaya yang ada, meski bergantung pada berbagai kebijakan internasional dan lokal, tampaknya tidak cukup efektif untuk mengubah nasib sebagian besar rakyat.
Mengapa ini terjadi? Salah satu jawaban yang tidak bisa dipungkiri adalah sistem kapitalisme yang mendominasi hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berfokus pada keuntungan individu dan perusahaan besar, yang semakin memperlebar jurang antara orang kaya dan miskin. Dalam sistem ini, sumber daya ekonomi lebih banyak terkonsentrasi pada segelintir orang atau kelompok elit, sementara rakyat kecil terabaikan dan harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kapitalisme, yang mengutamakan keuntungan tanpa mempedulikan keadilan sosial, menciptakan ketimpangan yang tak terelakkan. Bahkan negara-negara besar dengan sumber daya yang melimpah sekalipun tidak mampu menghilangkan kemiskinan karena sistem yang mereka terapkan memang didesain untuk menguntungkan kelompok-kelompok tertentu.
Kapitalisme, sebagai sistem yang mendasari kebijakan ekonomi banyak negara, memberikan keuntungan besar bagi segelintir orang yang menguasai kapital (modal), sementara mayoritas rakyat harus berjuang sendiri untuk bertahan hidup. Negara-negara yang mengadopsi sistem ini sering kali hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi dan pencapaian angka pendapatan per kapita, tanpa mempertimbangkan distribusi kekayaan yang merata. Ukuran kesejahteraan yang ditetapkan melalui pendapatan per kapita pun seringkali hanya menjadi angka semu, karena tidak mencerminkan kondisi kehidupan nyata bagi sebagian besar rakyat.
Lebih ironis lagi, solusi yang ditawarkan untuk mengurangi kemiskinan seringkali hanya berputar pada perubahan kepemimpinan atau pemberdayaan individu tertentu, seperti melalui pendidikan di luar negeri atau memperbanyak perempuan yang terlibat dalam sektor ekonomi. Sering kali, solusi-solusi tersebut hanya menyentuh permukaan masalah dan tidak menyentuh akar penyebab utama kemiskinan, yakni ketimpangan struktur ekonomi yang ditimbulkan oleh kapitalisme.
Sebagai sistem yang berlandaskan pada pemilikan pribadi dan akumulasi kekayaan oleh individu atau kelompok, kapitalisme menciptakan stratifikasi sosial yang semakin tajam. Oligarki, yakni kelompok pemilik kapital yang sangat sedikit, semakin kaya raya, sementara mayoritas rakyat terperangkap dalam kemiskinan yang berlarut-larut. Ketimpangan ini semakin terlihat jelas di banyak negara, termasuk Indonesia. Program-program kemiskinan sering kali tidak menyentuh inti masalah, karena mereka hanya mencoba mengurangi dampak dari sistem yang sudah rusak ini, tanpa mengubah sistem itu sendiri.
Ketimpangan ekonomi menjadikan kekayaan berputar pada segelintir orang saja. Siapa mereka? Yaitu para pengusaha kapitalis yang menguasai kekayaan alam berkat izin dan fasilitas yang diberikan oleh para penguasa korup. Itulah sebabnya, di wilayah penghasil CPO dan batu bara, rakyatnya tetap miskin, bahkan terjadi kemiskinan ekstrem.
Mayoritas rakyat memperebutkan remah-remah ekonomi dengan bekerja menjadi buruh berupah rendah di kebun-kebun sawit dan tambang batu bara. Dua komoditas ini merupakan primadona dunia dari Indonesia, tetapi nasib rakyat pemiliknya sekelam batu bara tersebut. Kemiskinan adalah salah satu konskuensi dari penerapan sistem kapitalisme, karna dalam sistem ini negara hanya sebagai regulator dan bukan penanggung jawab nasib umat.
Islam menjadikan negara sebagai pengurus rakyat dengan berpedoman pada syariat Allah. Ada banyak mekanisme islam untuk menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat
Berbeda dengan kapitalisme, Islam mewujudkan kesejahteraan yang merata. Islam mengakui ada kepemilikan individu. Artinya, setiap individu boleh bekerja semaksimal kemampuannya untuk mendapatkan kekayaan. Akan tetapi, syariat Islam membatasi cara memperoleh kekayaan tersebut.
Kekayaan yang terkategori kepemilikan umum, haram untuk dikuasai individu. Misalnya, tambang migas dan nonmigas yang depositnya besar, sungai, laut, hutan, padang, dsb. Oleh karenanya, tambang batu bara tidak boleh dimiliki individu (swasta), baik lokal maupun asing. Tambang batu bara merupakan milik umum seluruh kaum muslim sehingga harus dikelola negara untuk kemudian hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Hasilnya bisa dikembalikan berupa produk (briket) bagi yang membutuhkan dan berupa layanan publik (pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dll.).
Walhasil, dengan pengaturan kepemilikan secara adil dan pengaturan cara perolehan harta oleh Khilafah, setiap individu dalam masyarakat akan mendapatkan “kue ekonomi” secara adil. Setiap orang mendapatkan kesejahteraan dan tidak akan terjadi kemiskinan ekstrem.
Jika masih ada penduduk yang miskin, misalnya karena fisik lemah, kurang akal, dsb., Khilafah akan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Jaminan ini bersifat kontinu hingga kelemahan tersebut hilang.
Wallahu a'lam bishowwab