| 153 Views

Kejar Pajak, Negara Pemalak Rakyat

Oleh : Rifdatul Anam

Rakyat terus di gerus, rakyat terus di peras. Rencana pemerintah menaikkan pajak menjadi 12 persen pada tahun 2025 bukanlah isapan jempol belaka. Hal ini menandakan bahwa akan semakin bertambahlah beban kehidupan di negeri tercinta ini. Kewajiban membayar pajak seakan memaksa rakyat, bahkan jika rakyat menunggak membayar pajak akan didatangi hingga kerumah.

Diungkap Kakorlantas Polri Irjen Pol Aan Suhanan, untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat membayar pajak, tim pembina Samsat akan mendatangi rumah pemilik kendaraan. Nantinya, pemilik kendaraan tersebut akan diminta menunaikan kewajibannya. Bukan tanpa alasan, langkah itu ditempuh karena tingkat kepatuhan masyarakat melakukan perpanjangan STNK 5 tahun masih sangat minim. Dari total 165 juta unit kendaraan terdaftar, ada 96 juta unit kendaraan yang pajaknya tidak dibayarkan, artinya tak sampai separuhnya membayar pajak. (DetikOto, 7-11-2024)

Sungguh miris, pengejaran kewajiban pembayaran pajak yang dibebankan kepada masyarakat kalangan bawah ini berbeda jauh terhadap perlakuan pemerintah kepada masyarakat kalangan atas yang memiliki kendaraan mewah. Disebutkan bahwa, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membebaskan mobil listrik impor dari pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Aturan ini berlaku pada 15 Februari 2024.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2024 tentang PPnBM atas impor dan atau penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2024. Besaran pajak yang ditanggung pemerintah mencapai 100%. Artinya selama kurun waktu Januari-Desember 2024, pembelian mobil listrik tidak dikenakan PPnBM.

Perbedaan perlakuan atas kebijakan pajak ini menunjukkan penguasa tidak pernah berpihak pada rakyat kelas bawah. Rakyat hidup susah dengan banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi, ditambah lagi dengan berbagai jenis  pungutan pajak yang semakin banyak. Seperti pajak kendaraan, pajak bumi dan bangunan,  pajak penghasilan, pajak Pertambahan Nilai, dan lainnya. Sementara dibalik itu ada penguasa dan pengusaha kelas atas yang mendapatkan keistimewaan keringanan pajak.

Pemaksaan pembayaran pajak sungguh mengerikan, padahal selama ini berbagai macam pajak yang ada sudah sangat membebani rakyat. Rakyat seakan dipalak melalui pajak oleh pemimpin di negaranya sendiri. Pungutan pajak dalam sistem sekarang, tak jauh berbeda dengan saat penjajahan melanda negeri ini. Mengandalkan pajak sebagai pendapatan utama negara, walau rakyatnya sengsara.
Rasulullah Saw bersabda
"sesungguhnya para penarik/pemungut pajak (diazab) di neraka." (HR.Ahmad)

Mirisnya lagi, hasil pajak yang didapat sebagai sumber pemasukan negara yang digunakan untuk biaya  pembangunan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada nasib rakyat. Faktanya, sebagian besar pembangunan hanya dilakukan di perkotaan dan pusat ekonomi, sedangkan daerah terpencil yang membutuhkan pembangunan tidak terlihat hasilnya. Sementara itu, tidak sedikit hasil pungutan pajak yang dikorupsi oleh para pejabat.

Penerapan sistem kapitalismelah yang sejatinya menyengsarakan rakyat, kedzaliman demi kedzaliman terus dirasakan tanpa ada peran negara yang mengayomi. Aturan-aturannya pun ditetapkan sesuai kepentingan dan permintaan. Sistem ini hanya menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan. Sistem ini juga yang menjadikan pajak sebagai penopang berjalannya ekonomi  negara.

Sesungguhnya, negara Indonesia mempunyai sumber daya alam yang melimpah, namun sayang, pengelolaannya tidak dilakukan secara mandiri tapi diserahkan pada asing dan swasta. Sistem ekonomi kapitalisme membuat banyak sumber daya alam di privatisasi. Sehingga, para penguasa yang banyak mendapatkan keuntungan, sedangkan negara mendapatkan pemasukan hanya dari pajak.

Berbeda dengan sistem Islam. Sistem ekonomi Islam mendapatkan sumber pemasukan negara melalui banyak hal. Selain dari hasil sumber daya alam, sumber pemasukan bisa dari jizyah, fai, kharaj, dan ghanimah. Hasil dari semua sumber pemasukan itu dapat memenuhi kas baitulmal, yang dimana negara  bisa menggunakannya untuk mencukupi kebutuhan rakyat.

Tidak seperti negara dengan sistem kapitalisme, yang terus memalak rakyat dengan pajak,  maka dalam negara yang menerapkan Islam justru rakyat hidup sejahtera, karena negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok dan memberikan lapangan pekerjaan yang memadai dengan sistem upah yang memadai. Jikapun ada pemungutan pajak,  negara hanya memungut pajak saat tertentu dan hanya sebatas pada orang kaya saja. Jadi dalam Islam pajak bukanlah sumber utama  pemasukan negara.

Dalam Islam, negara selalu menjalankan fungsinya sebagai pengurus rakyat (ra'in), yang akan membuat rakyat aman dan sejahtera. Tanggung jawab ini tidak boleh dialihkan negara kepada pihak lain, negara akan menjalankan tugasnya sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi islam yang sekaligus membahas sumber-sumber pendapatan rakyat tanpa pungutan pajak.

Wallahu'alam bishawab.


Share this article via

80 Shares

0 Comment