| 37 Views
Kebrutalan Zionis Tak Terbendung, Umat Harus Terus Menggaungkan solusi Hakiki

Oleh: Riska Adeliana, S.Hum
Setidaknya terdapat 20 orang jurnalis, termasuk lima jurnalis yang bekerja di media internasional, tewas terbunuh dalam serangan ganda Israel di Rumah Sakit Nasser yang berlokasi di Khan Younis, Gaza bagian selatan wilayah yang dikuasai oleh Hamas menurut Kementerian Kesehatan.
Para jurnalis tersebut bekerja untuk kantor berita internasional seperti Associated Press, Reuters, Al Jazeera, dan Middle East Eye, seperti dikonfirmasi oleh media-media tersebut. Empat petugas medis juga tewas dalam serangan ini, menurut kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Perdana Militer Israel, Benjamin Netanyahu, menyebut insiden itu sebagai "kecelakaan tragis", seraya mengatakan otoritas militer Israel sedang "melakukan penyelidikan menyeluruh".
Kematian lima jurnalis ini menambah daftar panjang jumlah jurnalis yang tewas di Gaza sejak perang dimulai pada Oktober 2023, mencapai sekitar 200 orang.
Badan terkemuka yang mengedepankan kebebasan pers, Committee to Protect Journalists (CPJ), mencatat konflik di Gaza adalah yang paling mematikan bagi jurnalis. CPJ mencatat bahwa selama dua tahun terakhir, angka kematian jurnalis di Gaza melebihi total kematian jurnalis yang tercatat secara global dalam tiga tahun sebelumnya. Sejak perang dimulai, Israel telah melarang jurnalis internasional untuk masuk ke Jalur Gaza secara mandiri.
Masri, yang sedang mengoperasikan siaran langsung dari atap, tewas seketika saat serangan pertama terjadi, menyebabkan siaran tersebut terputus. Saksi mata juga mengatakan bahwa Hatem Khaled, fotografer lepas yang bekerja untuk Reuters, terluka dalam serangan kedua.
Sementara itu, Associated Press (AP) menyebut jurnalis lepas yang melaporkan untuk kantor berita ini, Mariam Dagga, termasuk dari jurnalis yang tewas dalam serangan. Ia jurnalis perempuan berusia 33 tahun.
Jurnalis lain yang tewas dalam serangan itu adalah Mohammad Salama yang bekerja untuk Al Jazeera, serta jurnalis Ahmed Abu Azis dan fotografer Moaz Abu Taha yang bekerja untuk Middle East Eye.
Jaringan televisi AS, NBC, bilang Taha tidak bekerja untuk mereka seperti yang dilaporkan sebelumnya. Sementara Reuters berkata Taha telah bekerja untuk beberapa organisasi media sebelumnya, termasuk untuk kantor berita ini.
Hadil Abu Zaid, petugas program dari badan amal asal Inggris, Medical Aid for Palestina, menyatakan dalam sebuah pernyataan kepada media bahwa ia sedang mengunjungi Unit Perawatan Intensif (ICU) "ketika ledakan-ledakan terjadi di ruang operasi tepat di sebelah kami.
"Pembunuhan mengerikan terbaru ini menyoroti risiko besar yang dihadapi tenaga medis dan jurnalis saat mereka menjalankan tugas penting di tengah konflik brutal ini," kata Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres.
Dia menuntut dilakukannya "penyelidikan yang cepat dan tidak memihak" selain "gencatan senjata yang segera dan permanen".
Kepala badan PBB yang mengurusi pengungsi Palestina (UNRWA), Philipe Lazzarini, menyatakan banyaknya kematian jurnalis dalam konflik di Gaza "membungkam suara-suara terakhir yang melaporkan tentang anak-anak yang sekarat secara perlahan di tengah kelaparan". BBC News, (26/08/2025/.
Dunia Diam
Apa yang terjadi di Gaza, Palestina bukan sesuatu yang tidak diketahui oleh Dunia. Mereka tau kekejian dan kebrutalan yang dilakukan oleh Zionis Yahudi terhadap Gaza, Palestina adalah perbuatan keji yang melanggar hak asasi manusia.
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang menjunjung tinggi HAM (Hak Asasi Manusia) hanya bisa diam tanpa kata-kata. Seharusnya ia yg terdepan membela hak asasi manusia di Palestina, tapi nyatanya tidak untuk Saudara kita. Hampir 2 tahun Gaza mengalami kebrutalan yang dilakukan oleh entitas yahudi yang di danai besar oleh negara AS, tapi Dunia hanya diam tidak melakukan apapun untuk memberikan solusi Hakiki untuk Palestina.
Begitu juga dengan pemimpin Kaum muslim. Tidak ada satu pun negeri muslim yang terdiri dari dua milyar kaum muslimin sampai hari ini, belum sanggup bersatu untuk melawan kekejian Zionis yang didukung oleh AS.
Kaum muslimin harusnya menuntut penguasa mereka untuk menurunkan pasukan militer untuk menolong Gaza. Karena satu-satunya solusi atas yang terjadi di Palestina adalah jihad dan Khilafah. Karena dengan jihad dan Khilafah kaum muslim bisa terbebas dari kekejaman Zionis Israel.
Hanya Jihad dan Khilafah
Genosida yang berlarut-larut di Gaza adalah bukti keras bertapa dunia diam dan PBB tak berguna. Negara-negara Barat, seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat, bahkan bersekutu mendukung genosida.
Tragisnya lagi para penguasa dunia Islam yang punya kekuatan membebaskan Gaza justru bersekongkol dengan para penjajah. Tanpa malu lagi mereka mengelontorkan uang ribuan triliun rupiah ke Amerika Serikat yang nyata-nyata berlumuran darah Gaza.
Wahai kaum muslimin. Apakah kita masih berharap PBB dan negara-negara Arab mau membantu Gaza, kapankah kita sadar bahwa hanya Jihad di bawah komando Khilafah islamiyah yang bisa membebaskan Gaza? Inilah perintah Allah SWT yang nyata:
"Perangilah mereka dimana saja kalian menjumpai mereka. Usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian. Fitnah kekufuran itu lebih besar dari pada pembunuhan. (QS. al- Baqarah (2):(91).
Kelak pada hari kiamat para penguasa muslim tidak akan bisa berlepas diri dihadapan Allah SWT atas keengganan mereka mengirimkan bantuan dan tentara untuk membebaskan negeri Palestina dari cengkeraman entitas Yahudi. Sungguh siksaan Allah sangat pedih
Wallahu a'lam no ash-shawab.