| 22 Views

Kebijakan Tak Sesuai Realita

Oleh : Isromiyah SH
Pemerhati Generasi

Simpang siurnya informasi sebelum pengumuman resmi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN menjadi 12 persen telah menimbulkan ekspektasi inflasi dan dampak psikologis bagi pelaku usaha. Meski berlaku hanya untuk barang dan jasa mewah, banyak pelaku usaha sudah menaikkan lebih dulu harga barang dan jasa. Imbas damage  tentu saja masyarakat kelas menengah dan bawah yang dimana saat ini daya belinya cenderung melemah.

Kenaikan harga terjadi pada hampir semua kebutuhan pokok sejak Desember 2024. Seperti harga santan kemasan yang biasanya per dus Rp 100.000 sekarang naik menjadi Rp 140.000. 

“Masyarakat mulai oleng, produsen distributor nahan barang sudah mulai Desember. MinyaKita yang katanya dari pemerintah jadi mahal, jadi si pembeli ngomel- ngomel, dampaknya ke penjual,” ungkap Eti, seorang pedagang di pasar Saeiran Bandung (Bbc.com). 

Bahkan ongkos angkutan umum ikut naik, padahal harga BBM tidak naik. Penyesuaian harga yang telah terjadi sulit untuk dikembalikan ke level sebelumnya. 

Profil penguasa populis otoriter

Dalam penyusunan kebijakan, pemerintah negeri ini masih memakai lagu lama, tidak mengkomunikasikan dan mempertimbangkan dengan serius dampak kebijakan yang dilempar ke masyarakat meski telah menuai beragam kritikan dan kecaman dari berbagai pihak. Distorsi atau kebingungan di tengah masyarakat seolah sengaja ditimbulkan, lalu melempar kebijakan baru sebagai revisi kebijakan sebelumnya. Ada indikasi presiden tidak mau dianggap gagal dan tak berpihak pada rakyat. Penguasa tidak butuh kebijakan yang kontradiktif. Presiden ingin merangkul semua pihak hingga tidak ada perbedaan. Yang terwujud kemudian adalah politik akomodasi. Tak ada aspek check and balance, tiap kebijakan yang dikeluarkan seakan memihak rakyat, padahal hanya untuk menjaga keberlangsungan proyek pemilik modal yang yang telah mengantarkan  mereka menjadi penguasa.

Pemimpin yang amanah

Islam memiliki konsep kepemimpinan dimana memiliki gambaran mengenai tanggung jawab umum yang wajib atas penguasa dengan ketentuan dan batasan yang sangat jelas. Batasan tersebut mencakup tanggung jawab penguasa terkait hal-hal yang wajib dipenuhi dalam dirinya sendiri sebagai penguasa serta tanggung jawab terkait hubungannya dengan rakyat.

Konsep-konsep Islam memiliki gambaran mengenai tanggung jawab umum yang wajib atas penguasa dengan ketentuan dan batasan yang sangat jelas. Batasan tersebut mencakup tanggung jawab penguasa terkait hal-hal yang wajib dipenuhi dalam dirinya sendiri sebagai penguasa serta tanggung jawab terkait hubungannya dengan rakyat.

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Jilid II menggambarkan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin Islam, di antaranya kekuatan, ketakwaan, kelemahlembutan terhadap rakyat, dan tidak menimbulkan antipati.

Salah satu amanah yang ada di pundak seorang pemimpin adalah menegakkan kedisiplinan, keadilan, dan bersikap tegas. Agar dalam menjalankan amanah tersebut tidak menyusahkan rakyatnya, Islam memerintahkan pemimpin untuk bersikap lemah lembut.

Terkait hubungan penguasa dengan rakyatnya, Islam memerintahkan seorang pemimpin  senantiasa memperhatikan rakyatnya dengan memberinya nasihat, memperingatkannya agar tidak menyentuh sedikit pun harta milik umum, dan mewajibkannya agar memerintah rakyat hanya dengan Islam. Sebaliknya, peringatan keras diberikan kepada para penguasa yang memperlakukan rakyat dengan buruk. Sebagaimana tercantum dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ma’qil bin Yasar, ia berkata, “Aku mendengar Nabi ﷺ bersabda, ‘Tidak seorang hamba pun yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia tidak memperhatikan mereka dengan nasihat, kecuali ia tidak akan mendapatkan bau surga.’” (HR Bukhari).

Larangan menyentuh harta milik umum juga sangat diperingatkan oleh Baginda Rasul ﷺ.  Dengan tegas Rasul mengkritik pegawai yang sudah beliau angkat untuk menyelesaikan sebuah amanah. Ia adalah Abu Lutaibah yang ditunjuk Nabi ﷺ untuk mengurusi zakat Bani Sulaim. Kemudian ketika menjalankan tugas tersebut, ia mendapatkan hadiah. Rasulullah ﷺ meresponsnya dengan menyampaikan khotbah di depan khalayak, “Amma ba’du. Sesungguhnya aku menugaskan beberapa orang laki-laki di antara kalian untuk mengurusi hal-hal yang dikuasakan kepadaku oleh Allah. Lalu salah seorang dari kalian datang dan berkata, ‘Ini milikmu dan yang ini hadiah yang dihadiahkan kepadaku.’ Kenapa ia tidak duduk saja di rumah ayah dan ibunya, sampai datang kepadanya hadiah, jika ia benar? Demi Allah, tidak seorang pun dari kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya, kecuali ia akan menanggungnya pada Hari Kiamat.” (HR Bukhari).

Ketika pemimpin Islam hadir menerapkan syariat secara kafah, keadilan dan penegakan kebenaran bukan sebatas teori dan janji, melainkan betul-betul terealisasi. Sejarah mencatat gambaran tersebut sebagaimana kepemimpinan Islam yang telah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ. Keadilan beliau ﷺ dalam menegakkan hukum sungguh tampak nyata. 

WallahuAlambi showab


Share this article via

10 Shares

0 Comment