| 174 Views
Karyawan Apple di Pecat Karena Menyuarakan Tentang Palestina
CendekiaPos - Dalam sebuah gerakan yang mengejutkan dan berani, lebih dari 300 karyawan Apple, tergabung dalam kelompok yang diberi nama Apples4Ceasefire, telah menandatangani surat terbuka kepada CEO Tim Cook. Mereka mendesak perusahaan untuk mengakui dan menghargai nyawa warga Palestina, menyoroti pentingnya kebebasan berpendapat dan keberagaman dalam lingkungan kerja.
Tuduhan yang dihadapi oleh Apple mencakup mendisiplinkan dan bahkan memecat karyawan yang secara terbuka menunjukkan dukungan mereka terhadap Palestina, di tengah konflik berkepanjangan dengan Israel. Seorang karyawan di Apple Store Lincoln Park, Chicago, dikabarkan menjadi korban tindakan keras perusahaan karena memakai keffiyeh, simbol budaya dan perjuangan Palestina, yang menurut manajemen dilakukan dengan alasan pelanggaran 'perilaku bisnis' dan menciptakan 'lingkungan yang berbahaya'.
Kisah Madly Laaibah Espinoza, karyawan yang dipecat, menjadi cerminan nyata dari situasi yang dihadapi. Meski awalnya diberitahu bahwa dia boleh memakai aksesoris terkait Palestina, keputusannya untuk memakai keffiyeh berujung pada pemecatannya tanpa peringatan tertulis sebelumnya.
Bahkan, menurut laporan, seorang manajer lain di Apple mengklaim mendapat instruksi untuk tidak memakai keffiyeh sama sekali, dikarenakan iklim politik yang sensitif.
Surat terbuka dari Apples4Ceasefire mengkritik kepemimpinan Apple karena tidak berusaha membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik bagi warga Palestina dan menunjukkan kurangnya penerimaan terhadap mereka di lingkungan kerja Apple.
Kasus ini telah menimbulkan gelombang kekecewaan di antara karyawan dan masyarakat luas, dengan rencana aksi protes di depan toko ritel Apple di Lincoln Park, menandakan solidaritas dan keinginan untuk perubahan dalam kebijakan dan praktik perusahaan.
Kejadian ini membuka pandangan terhadap tantangan yang dihadapi oleh karyawan dalam mengekspresikan solidaritas terhadap isu-isu politik dan kemanusiaan di tempat kerja, khususnya dalam perusahaan global seperti Apple. Hal ini menuntut refleksi dan dialog yang lebih dalam tentang nilai-nilai keberagaman, inklusivitas, dan hak asasi manusia dalam praktik bisnis.