| 34 Views
Kapitalisme Biang Polusi, Islam Selamatkan Lingkungan

Oleh: Siti Zulaikha, S.Pd
Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi
Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Rasio Ridho Sani mengungkapkan bahwa emisi dari sektor transportasi menjadi biang kerok penyumbang utama polusi udara di Jabodetabek maupun kota-kota besar. Ia pun memerinci, polusi udara dari sektor ini menyumbang kurang lebih 32-37 persen pada musim hujan dan 41-57 persen pada musim kemarau.
Persentase polusi udara selanjutnya disumbang oleh sektor industri dan pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Dua sektor ini setidaknya menyumbang besaran 14%. uniad.ac.id, 30/8/2025
Penurunan kualitas udara berdampak terhadap kesehatan masyarakat, berkontribusi terhadap kematian dini, serta gangguan kesehatan pernafasan yang sangat serius. Hal ini membuat masyarakat dunia menilai kota-kota besar di tanah air sedang tidak baik-baik saja. Akibatnya, reputasi dari kota-kota besar di Indonesia pun menurun dan dapat memberikan dampak luas.
Pencemaran udara yang kian parah tak bisa dilepaskan dari kebijakan pembangunan yang bertumpu pada sistem kapitalisme. Kapitalisme memandang kebutuhan manusia sebagai sesuatu yang tak terbatas, sehingga produksi barang harus terus diperbesar tanpa henti. Dalam paradigma ini, siapapun yang memiliki modal diberi ruang seluas-luasnya untuk mengeksploitasi sumber daya alam demi meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Tidak hanya itu, negara juga membuka pintu investasi selebar-lebarnya yang pada akhirnya membuat kebijakan-kebijakan publik tunduk pada kepentingan para investor. Alhasil, industrialisasi berkembang secara liar tanpa kendali yang tegas. Eksploitasi alam berjalan masif dan dampak lingkungan seperti polusi udara dianggap sebagai resiko bisnis yang tak perlu dipedulikan.
Demi menjaga laba, kelestarian lingkungan dikorbankan dan negara memilih diam. Negara juga abai dalam memenuhi kewajiban menyediakan transportasi publik yang ramah lingkungan, murah, memadai, merata dan berkualitas. Ketiadaan moda transportasi yang layak membuat masyarakat terpaksa bergantung pada kendaraan pribadi yang berkontribusi besar terhadap emisi karbon dan polusi udara di perkotaan.
Negara seharusnya membangun sistem transportasi yang menyeluruh dan berorientasi pada kemaslahatan rakyat, bukan malah membiarkan sektor transportasi dikuasai oleh swasta yang hanya mengejar profit. Upaya pemerintah dalam menangani polusi udara pun hanya bersifat tambal sulam dan jangka pendek, tidak ada penertiban serius terhadap industri-industri pencemar di wilayah padat, seperti Jabodetabek.
Jadi, selama kebijakan masih dikendalikan oleh para pemilik modal, polusi udara akan terus menjadi mimpi buruk bagi rakyat, sementara negara terus gagal menyentuh akar masalahnya. Jelaslah bahwa kerusakan lingkungan termasuk pencemaran udara yang terjadi saat ini adalah bagian dari hasil penerapan sistem ekonomi kapitalisme.
Ini berbeda dengan sistem pengelolaan lingkungan dalam sistem. Islam memiliki landasan yang sangat berbeda dengan kapitalisme, Islam memandang alam semesta sebagai ciptaan Allah yang dititipkan kepada manusia sebagai hambanya. Oleh karena itu pemanfaatan lingkungan wajib mengikuti aturan syariat, sesuai dengan perintah dan larangan Allah yang tercantum dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Islam memberikan banyak tuntunan agar manusia mengelola alam secara bijak, sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang berkelanjutan. Dalam pandangan Islam, pemimpin negara (khalifah) adalah pelayan bagi rakyatnya, sebagaimana sabda rasulullah shallallahu alaihi wasallam;
"Setiap pemimpin adalah penggembala dan ia bertanggung jawab atas gembalaannya". (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Beliau juga bersabda;
" Dunia ini hijau dan indah. Allah menjadikan kalian sebagai pengelola atasnya, maka perhatikanlah bagaimana kalian beramal terhadapnya dan janganlah kalian membuat kerusakan di bumi ini setelah aku tiada." (HR. Muslim)
Hadis-hadis tersebut menegaskan bahwa menjaga kelestarian lingkungan adalah tanggung jawab negara dan rakyat, serta melarang segala bentuk kerusakan terhadap alam. Negara Islam (Khilafah) berkewajiban melindungi lingkungan sekaligus mengedukasi masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestariannya dari segala bentuk pencemaran.
Dalam sistem Islam, sumber daya alam yang termasuk kepemilikan umum seperti air, hujan, tambang dan energi tidak boleh dikuasai oleh individu (swasta). Negara bertindak sebagai pengelola yang memastikan distribusi dan pemanfaatannya sesuai syariat. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda;
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara; padang rumput, Air dan Api." (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Jadis ini menegaskan bahwa kepemilikan umum tidak boleh jatuh ke tangan individu (korporasi) melainkan harus dikelola untuk kemaslahatan umat. Negara berperan aktif sebagai pengawas yang memastikan bahwa seluruh aktivitas produksi industri tidak mencemari lingkungan. Negara akan mewajibkan pengelolaan limbah industri sesuai standar syariah yang ketat, baik limbah udara, cair maupun padat. Bahkan, negara akan mendorong penggunaan energi terbarukan yang ramah lingkungan untuk meminimalkan polusi.
Di sisi lain, penggunaan kendaraan pribadi dalam sistem Khilafah akan sangat terbatas karena negara menyediakan sarana transportasi umum yang memadai, berkualitas tinggi, aman, nyaman dan murah (gratis). Sebab transportasi merupakan kebutuhan publik yang menjadi salah satu tanggung jawab negara untuk menyediakannya. Dengan demikian kebutuhan mobilitas masyarakat terpenuhi tanpa menambah beban pencemaran udara.
Semua kebijakan ini tentu didukung oleh sistem keuangan negara yang kuat, di mana pendapatan dari kepemilikan umum dikelola secara optimal dan pengeluaran negara bersifat fleksibel untuk memenuhi kebutuhan umat. Dengan penerapan sistem Islam secara Kaffah di bawah naungan Khilafah terwujudnya ekonomi hijau (Green Economy) bukan sekedar wacana, melainkan realitas yang berkembang pesat dan berkelanjutan.
Wallahualam bissawab