| 41 Views
Investasi Bermotif Imperialisme

Oleh: Elis Andriyanti
Indonesia sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam dan posisi geostrategis yang strategis telah menjadi magnet bagi investasi asing maupun domestik. Dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, investasi menjadi salah satu sektor vital. Berdasarkan data BKPM (2024), realisasi investasi Indonesia mencapai Rp1.400 triliun, dengan PMA mencapai 52% dari total. Negara utama investor adalah Singapura, China, Jepang, dan Amerika Serikat.
Investasi asing di mata Indonesia memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan infrastruktur, mentransfer teknologi, dan mendiversifikasi ekonomi, FDI berkontribusi signifikan terhadap pembangunan Indonesia. Namun kenyataannya investasi yang dilakukan Indonesia justru menjadi buah simalakama yakni keuntungan yang diharapkan tidak tercapai justru merugikan dan hanya menguntungkan para investor asing itu sendiri. Seperti yang baru-baru ini dikritisi oleh berbagai pihak dan elemen Masyarakat terkait investasi nikel di Raja Ampat.
Mengapa Raja Ampat menjadi buah simalakama? Ini dikarenakan Raja Ampat menjadi surga ekologi dunia vs Cadangan nikel strategis. Raja Ampat adalah “Amazon of the seas”—rumah bagi 75% spesies karang dunia dan ribuan spesies laut unik. Ini adalah kawasan konservasi laut global dan geopark UNESCO. Tapi di sisi lain, pulau-pulau kecil di sana, seperti Gag, Kawe, dan Manuran, menyimpan cadangan besar nikel yang dibutuhkan untuk baterai kendaraan listrik (EV). Jadi, Menambang sambil menghancurkan ekosistem dunia yang langka. Tidak menambang dianggap "mengabaikan" potensi ekonomi dan bahan baku transisi energi.
Investasi menurut pandangan kapitalis relate dengan tujuan keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun belum tentu berpihak kepada rakyat. Pada faktanya keuntungan justru hanya diraih oleh segelintir orang atau para pengusaha. Walaupun ekonomi tumbuh karena investasi, belum tentu kesejahteraan rakyat meningkat, karena selama ini distribusi hasil tidak merata, hanya elite dan pemilik modal yang untung, Upah rendah, sementara beban hidup tinggi begum lagu lingkungan yang rusak seperti nelayan dan petani kehilangan penghasilan. Dan yang paling parah adanya pemaksaan lahan atau konflik sosial yang justru rakyat lokal malah dirugikan. Akhirnya repatriasi keuntungan oleh investor asing menjadikan uang lari keluar negeri.
Saat ini Indonesia menganut ekonomi kapitalis-liberal sehingga arah pandang investasi untuk mencapai keuntungan para oligarki Dimana Investasi kerap dijalankan demi kepentingan segelintir elit ekonomi dan politik. investasi diarahkan dan dikendalikan oleh segelintir orang atau kelompok yang memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan negara. Negara tidak lagi menjadi pengatur dan pelindung kepentingan rakyat, melainkan berfungsi sebagai fasilitator bagi kepentingan pemodal besar.
Pada dasarnya Ruh (spirit) ekonomi dalam sistem kapitalis, termasuk program investasi adalah profit oriented (berorientasi keuntungan). Tujuan utama adalah mendapatkan keuntungan finansial sebesar-besarnya yakni berdasarkan hawa nafsu. Akumulasi modal Investasi adalah sarana untuk menambah kekayaan dan memperbesar kekuasaan ekonomi. Kompetisi pasar, investor berlomba dalam sistem pasar bebas tanpa ikatan moral yang kuat. Individualisme dan kepemilikan pribadi. Segalanya dinilai berdasarkan hak milik, bukan kebutuhan bersama.
Dalam perspektif Islam pilar ekonomi terdiri dari aspek kepemilikan, pengembangan, dan distribusi. Investasi sendiri merupakan bagian dari proses pengembangan harta selain konsumsi. Seluruh kegiatan ini harus sesuai dengan hukum syari’ah termasuk investasi. Dala konteks investasi, sumber pendanaan harus berasal dari sumber-sumber yang sah. Oleh arena itu, investasi tidak boleh dibiayai oleh sumber-sumber illegal, seperti saham dan pendanaan ribawi. Dari segi obyek investasi, jenis investasi harus sesuai dengan kategori kepmilikan objek investasi. Investor swasta hanya dapat berinvestasi di sektor-sektor yang masuk dalam kepemilikan individu. Kepemilikan individu mencakup setor-sektor yang bukan kepemilikan umum atau negara, serta melibatkan investasi pada aktivitas yang tidak dilarang menurut syari’ah, seperti jasa keungan kapitalistik, termasuk perbankkan ribawi, koperasi, asuransi, dan Perseroan terbatas.
Adapun investasi asing secara langsung untuk membangun industri manufaktur, pertanian atau perdagangan perlu dicermati. Jika investasi tersebut menjadi jalan untuk memperluas pengaruh orang-orang atau negara kafir atas negara Islam, maka adalah haram. Hal ini sejalan dengan kaidah fikih: “Sarana menuju yang haram adalah juga haram.”
Namun, jika eksploitasi tersebut tidak mengarah pada perluasan pengaruh negara-negara kafir atau mengarah pada kerusakan atau gharar, seperti mengungkapkan potensi dan rahasia ekonomi kaum muslim, melakukan pemborosan kekayaan mereka dan mengalirkan keluar negeri, menghambat revolusi industri mereka, atau memperkuat musuh mereka. Maka dalam kasus tersebut dapat dianggap halal, sebagaimana halnya pinjaman lain yang tidak menyebabkan kerusakan (Ilan, 1998). Ini pun dengan catatan bukan pada sektor terlarang seperti pertambangan yang merupakan barang milik umum.
Karena itu negara Islam akan mengoptimalkan investasi dari dalam negeri agar mampu menjadi negara yang mandiri dn bebas dari intervensi asing. Untuk pembiayaan proyek-proyek pemerintah, misalnya negara dapat mengoptimalkan Baitul maal, penarikan pajak secara syar’i, pijaman dari warga negara, percepatan pembayaran zakat, dan penjualan atau penyewaan sebagian harta negara (bukan harta milik umum) kepada penduduk. Hal ini dapat terealisasi ketika adanya daulah Islam.